Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan kredit perbankan berhasil tumbuh 4,7 persen pada November 2021 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
"Pertumbuhan kredit lebih merata pada semua jenis penggunaan, baik kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh 5,38 persen (yoy), 4,3 persen (yoy), dan 4,11 persen (yoy)," ucap Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Desember 2021 di Jakarta, Kamis.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan kredit juga lebih broad based di hampir seluruh sektor perekonomian dan UMKM, yang mengindikasikan meningkatnya permintaan kredit sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha.
Dari sisi penawaran, BI terus menempuh kebijakan makroprudensial longgar, sementara perbankan menurunkan standar penyaluran kredit seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit.
Menurut Perry, suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus dalam tren menurun.
Di pasar kredit, penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok bank, kecuali Bank Pembangunan Daerah (BPD).
"Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru," katanya.
Namun demikian, kata dia, penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah daripada penurunan suku bunga deposito perbankan menyebabkan spread antara suku bunga kredit dan deposito tersebut terus melebar dan Net Interest Margin (NIM) perbankan terus meningkat.
Oleh sebab itu, BI memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit masih cukup lebar.
Ke depan, Bank Sentral akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong lebih lanjut peningkatan kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, terutama dari sisi permintaan sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Pertumbuhan kredit lebih merata pada semua jenis penggunaan, baik kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh 5,38 persen (yoy), 4,3 persen (yoy), dan 4,11 persen (yoy)," ucap Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Desember 2021 di Jakarta, Kamis.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan kredit juga lebih broad based di hampir seluruh sektor perekonomian dan UMKM, yang mengindikasikan meningkatnya permintaan kredit sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha.
Dari sisi penawaran, BI terus menempuh kebijakan makroprudensial longgar, sementara perbankan menurunkan standar penyaluran kredit seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit.
Menurut Perry, suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus dalam tren menurun.
Di pasar kredit, penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok bank, kecuali Bank Pembangunan Daerah (BPD).
"Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru," katanya.
Namun demikian, kata dia, penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah daripada penurunan suku bunga deposito perbankan menyebabkan spread antara suku bunga kredit dan deposito tersebut terus melebar dan Net Interest Margin (NIM) perbankan terus meningkat.
Oleh sebab itu, BI memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit masih cukup lebar.
Ke depan, Bank Sentral akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong lebih lanjut peningkatan kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, terutama dari sisi permintaan sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021