Denpasar, 23/7 (ANTARA) - Psikiater Prof Dr dr Luh Ketut Suryani SpKJ meminta para guru jangan memaksa siswa Taman Kanak-kanak (TK) untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung.
"Jangan membuat anak-anak harus tahu segalanya dan mengerti berbagai ilmu pengetahuan, biarkan saat di TK mereka puas dengan masa bermainnya. Anak-anak masuk TK sesungguhnya ingin bermain dan mengenal lingkungan," katanya di sela perayaan Hari Anak Nasional yang mengambil tema "Keceriaan Anak, Keceriaan Bangsa", di Denpasar, Senin.
Namun sayangnya, ucap Suryani, para guru dan orang tua cenderung ingin anaknya yang masih TK agar bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
"Kebanyakan guru TK dan juga SD kelas I mereka tidak mau tekun mengajarkan anak calistung, mereka hanya mau menerima yang sudah jadi. Anak diminta membaca sendiri buku teks pelajaran dengan sedikit sekali tuntunan," ucapnya.
Menurut dia, dengan memaksa anak demikian justru dapat membuat anak-anak menjadi takut untuk belajar dan merasa tidak gembira.
"Padahal kalau anak gembira, maka ke depannya mereka akan lebih mempunyai semangat juang dan kreatif, tidak hanya berguna untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masa depan bangsa," katanya yang juga Direktur Suryani Institute For Mental Health.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Jangan membuat anak-anak harus tahu segalanya dan mengerti berbagai ilmu pengetahuan, biarkan saat di TK mereka puas dengan masa bermainnya. Anak-anak masuk TK sesungguhnya ingin bermain dan mengenal lingkungan," katanya di sela perayaan Hari Anak Nasional yang mengambil tema "Keceriaan Anak, Keceriaan Bangsa", di Denpasar, Senin.
Namun sayangnya, ucap Suryani, para guru dan orang tua cenderung ingin anaknya yang masih TK agar bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
"Kebanyakan guru TK dan juga SD kelas I mereka tidak mau tekun mengajarkan anak calistung, mereka hanya mau menerima yang sudah jadi. Anak diminta membaca sendiri buku teks pelajaran dengan sedikit sekali tuntunan," ucapnya.
Menurut dia, dengan memaksa anak demikian justru dapat membuat anak-anak menjadi takut untuk belajar dan merasa tidak gembira.
"Padahal kalau anak gembira, maka ke depannya mereka akan lebih mempunyai semangat juang dan kreatif, tidak hanya berguna untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masa depan bangsa," katanya yang juga Direktur Suryani Institute For Mental Health.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012