Sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho mengatakan selebgram di Bali yang viral dengan melakukan kegiatan tak bermoral, maka ia disebut Homo Economicus dan akan merugikan masa depannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Homo economicus berarti manusia seakan hanyalah makhluk ekonomi semata, segala aktivitasnya seolah hanya dikalkulasi lewat perhitungan untung atau rugi, tanpa memperhitungkan nilai, norma, budaya sosial, bahkan kehormatan diri," kata Wahyu saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Selasa.
Wahyu menjelaskan bahwa hal yang menyebabkan manusia bisa sekadar menjadi homo economicus, salah satunya saat ini adalah tuntutan gaya hidup yang melampaui kebutuhan hidup sehingga menjebak pada perilaku konsumtif.
"Untuk kasus yang menimpa RR, selebgram yang tampil a-moral dengan pendapatan rata-rata Rp30 juta per bulan, boleh jadi turut mencerminkan hal ini," katanya.
Apabila dilihat secara sosiologis, besarnya pendapatan tanpa mempersoalkan cara-cara untuk mendapatkannya tidak selalu mencerminkan pola pikir rasional. Namun, selama ini kebanyakan orang beranggapan yang rasional haruslah selalu yang menguntungkan secara ekonomis tanpa berbagai pertimbangan lainnya.
"Pertimbangan rasional ini bisa juga mempengaruhi pertimbangan risiko terhadap nilai, norma, dan budaya sosial. Apa gunanya memiliki pendapatan fantastis jika pada akhirnya dicemooh masyarakat, mempermalukan keluarga, sahabat, dan relasi, serta menutup akses sosial dan ekonomi yang lebih luas nantinya," katanya.
Menurutnya, kejadian ini apabila dilakukan dalam lingkungan masyarakat Barat yang memiliki kultur liberal yang bercorak individualis, tentu ini tidak menjadi persoalan sosial.
Sementara, jika kejadian ini justru terjadi di lingkungan masyarakat yang masih memegang teguh nilai, norma, dan budaya sosial, hal ini tentu masih sulit diterima, dan cenderung merugikan pelakunya ke depan.
"Jadi RR juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Ia melakoni pekerjaan itu dikarenakan terdapat permintaan pasar, dalam hal ini para lelaki yang menyukai hiburan bernuansa pornografi dan pornoaksi," ucapnya.
Ia menegaskan dalam kasus-kasus semacam ini, hukum biasanya lebih tegas pada pelaku utama pertunjukan, tetapi tidak pada partisipan atau penonton yang juga menyebabkan pertunjukan semacam ini terjadi. Salah satunya, para laki-laki yang menyukai hiburan bernuansa pornografi dan pornoaksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021