International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) Global dan Perkumpulan ISKCON Indonesia bersama Utah State University mengadakan webinar "Global Seminar on Hinduism" melalui zoom meeting di Denpasar, Sabtu (4/9).
Acara tersebut menghadirkan Utah State University, Logan, Utah Department Head – History, Religious Studies, and Classics Ravi M Gupta dipandu oleh Nyoman Sumantra (Tenaga Ahli MPR/DPR) dan Departemen Hubungan Internasional DPP Prajaniti Hindu Indonesia Yadu Nandana berlangsung selama dua hari, 4-5 September 2021.
Topik yang dibawakan "Kitab Suci Agama Hindu dengan Berbagai Filsafat dan Tradisi Masing-Masing" serta Ajaran Vaishnava dalam Hindu & Teologi Gaudya Vaishnava.
Baca juga: Menag sanggupi revisi buku pelajaran Hindu tentang Sampradaya
Ravi Gupta adalah pengajar di Utah State University, Logan, Utah Charles Redd Endowed Chair and Professor of Religious Studies, yang juga mengajar di banyak universitas dunia lainnya.
Beberapa karya bukunya yakni (1) Gupta, Ravi M. Hinduism: The Primary Sources. New York: Oxford University Press, under contract, (2) Gupta, Ravi M. and Kenneth R. Valpey. The Bhagavata Purana: Selected Readings. New York: Columbia University Press, 2017 dan (3) Gupta, Ravi M. The Caitanya Vaisnava Vedanta of Jiva Gosvami: When Knowledge Meets Devotion. London: Routledge, 2007.
Menurut Ketua Perkumpulan ISKCON Indonesia I Wayan Sudiara dalam keterangan tertulisnya mengatakan Hindu sebagai agama tertua, yang sejarahnya hampir tak terlacak, meski tersebar di berbagai belahan dunia namun disatukan oleh satu sumber yakni kitab suci Veda.
Baca juga: PHDI-MDA keluarkan aturan upacara upacara Panca Yadnya
Oleh karena itu, seringkali Veda diumpamakan seperti pohon, yakni pohon "kalpavriksa" artinya pohon yang dapat memenuhi segala keinginan, karena segala macam pengetahuan baik para vidya maupun apara vidya dapat ditemukan di dalam Veda.
Sebagaimana sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang ataupun ranting, ada yang besar adapula yang kecil, begitu pula Veda ataupun Hindu memiliki berbagai paham dan filsafat, ada yang umum yang diakui secara universal.
Adapula yang esoteris yang mungkin diterima dan dimengerti oleh sebagian kalangan, namun tetap semua itu bersumber dari satu akar yang sama yakni pengetahuan Veda.
Di Indonesia sendiri, dengan jelas telah disebutkan dalam Murdha citta AD/ART PHDI sebagai majelis tertinggi umat Hindu bahwa "Pustaka suci Veda adalah sumber Dharma yang menuntun umat manusia menempuh hidup guna mencapai jagadhita sampai kepada pembebasan menuju moksa, melalui pengamalan sraddha dan mewujudkan bhakti."
Acara seminar tersebut merupakan salah satu cara berbagi pengetahuan (jnana) mengenai Kitab Suci umat Hindu, Veda dengan berbagai paham, aliran, filsafat dan tradisi yang dengan keanekaragamannya telah menjadikannya begitu indah, dalam satu kesatuan khasanah Hinduisme global.
Seminar daring menghadirkan Ravi M. Gupta, yang juga dikenal Rdhik Ramaa Dsa, dimana sejak kecil telah mempelajari dan mempraktikkan nilai - nilai Veda yang didapatkan baik secara tradisional dari keluarga maupun dari guru spiritualnya.
Secara akademis Ravi Gupta melanjutkan pembelajarannya di universitas hingga mendapatkan gelar Doctor of Philosophy in Hinduism di Universitas termashyur di dunia, Oxford University. Dengan lulusan Program Doctorate of Hindu studies pada usia 22 tahun sehingga menjadikannya salah satu Doktor termuda dari Oxford University dengan nilai cum laude
Baca juga: Menag ajak Umat Hindu kuatkan Moderasi Beragama melalui Hari Saraswati Nasional
Webinar ini diharapkan bisa memberikan wawasan ilmiah yang menyeluruh akan luasnya Hinduism secara global sehingga dengan segala perbedaan yang ada, kita tetap dapat bersatu dalam Hindu dan bersatu dalam dharma, Sanatana Dharma
"Saya akan berusaha menjelaskan kata Hinduisme secara obyektif, luas dan menyeluruh terlepas dari keyakinan dan praktik spiritual yang saya lakukan" ujarnya .
Ravi Gupta mengatakan, bahwa memahami Hinduisme dapat dipahami melalui maksud dari kemunculan nama istilah Hinduisme.
Istilah "Hindu" itu bahkan bukan istilah Sansekerta. Banyak ahli mengatakan bahwa itu tidak ditemukan di dalam Sastra Veda manapun baik dalam Upanisad, Mahabrata dan Ramayana.
Menurutnya, sangat sulit mendefinisikan Hinduisme karena Hindu tidak banyak memiliki ciri-ciri seperti yang umumnya diasosiasikan dengan agama.
Hindu tidak memiliki satu sosok seperti pendiri layaknya sebuah agama, ada banyak tokoh sejarah yang memperkenalkan Hinduisme namun tidak ada satupun yang secara tunggal diaggap diasosiasikan sebagai pendiri Hinduisme.
Dibandingkan dengan Kristen memiliki Yesus Kristus, Islam Nabi Muhammad dan Buddha memiliki Sang Buddha.
Sejarah kemunculan Hinduisme tersebar dalam sejarah yang sangat panjang dan purba. Selain itu, dalam Hinduisme kitabnya tidak hanya satu jenis yang dikenal namun ada banyak sekali kitab-kitab suci yang memiliki makna sangat luar biasa bagi pembelajaran umat Hindu.
Umat Hindu yang secara substansi praktiknya tidak didukung oleh kitab-kitab suci, misal Hindu tradisi di pedesaan tidak mendasarkan praktiknya pada kitab-kitab tertentu namun didasarkan pada kisah-kisah sejarah yang disampaikan secara lisan turun-temurun.
Baca juga: Dirjen Bimmas Hindu luncurkan "Utsawa Dharma Gita" Nasional 2021 secara semi-virtual
Hinduisme juga tidak memiliki satu sistem kepercayaan yang diyakini secara bersamaan oleh para penganutnya.
"Oleh karena dalam tradisi Hindu praktiknya sama pentingnya dengan keyakinannya. Ketika ditanyakan siapakah umat Hindu yang baik, maka yang akan dilihat adalah bagaimana karakter dan prilakunya, inilah parameter yang akan dilihat orang lain," ujarnya.
Jika umat Hindu tidak memiliki sejarah penyebutan Hindu bagaimana mereka akan mengidentifikasi dirinya? Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Umat Hindu akan mengidentifikasi dirinya dengan dengan cara : (1) dari mana mereka berasal, (2) berdasarkan kasta, (3) berdasarkan perguruan atau 6 darsana /filsafat, (4) mengidentifikasi dirinya melalui jalan yoga yang ditekuni, (5) mengidentifikasi dirinya melalui sampradaya, (6) akan mengidentifikasi dirinya melalui sosok Pujaan yang dipuja.
Namun meskipun Hinduisme beragam namun ada lima persamaan di antara mereka yang diakui secara luas yakni (1) Gagasan tentang Dharma, kata Dharma digunakan secara berbeda-beda, misal di Buddhis dengan Sikh. Mereka berbeda persepsi tentang Dharma, (2) Para penganut Hindu memiliki pandangan yang sama tentang waktu, (3) Karma dan Reinkarnasi (4) semua berjalan sebagai siklus maka kehidupan manusia juga siklus, (5) Hindu memiliki persamaan gagasan tentang Ketuhanan, para cendekiawan kadang menyebut polymorphic monoteisme (Tuhan satu namun memiliki berbagai wujud)
Pada abad 20 sangat jarang para orang suci dan guru-guru suci menggunakan kata Hindu sebagia acuan pengikut jalan Sanatana Dharma.
Karena telah terbukti di zaman sekarang banyak umat dengan dengan mengatasnamakan Hindu sebagai agama bertengkar dan saling membunuh satu sama lain.
Guru nanak adalah seorang guru Suci yang sangat terkenal, salah satu ungkapan beliau adalah "tidak ada Hindu ataupun Islam", karena beliau melihat langsung bagaimana manusia saling membunuh karena berbeda agama.
Setiap makhluk hidup adalah jiwa, dan identitas sang jiwa melampaui ras agama dan kasta, satu-satunya sebutan bagi sang jiwa adalah Sanatana Dharma.
Ketika berbicara tentang jiwa dengan berbagai kaitannya maka sebutan Sanatana Dharma lebih tepat karena ia bersifat kekal.
Pada akhir seminar Ravi Gupta menyebutkan hendaknya tidak takut dengan keanekaragaman inilah keindahan Hindu. "Ingatlah tentang pohon beringin yang memiliki banyak cabang dan akar yang menjalar ke mana-mana itulah yang membuat pohon beringin berumur panjang," ujarnya.
Sejarah tentang Hinduisme memang menampakkan banyak perbedaan dan perdebatan, "Namun kita tetap bisa hidup damai dalam sebuah keluarga. Ingatlah selalu bahwa dalam keluarga selalu ada perbedaan tapi juga memiliki banyak sekali persamaan," ucapnya.
Apabila tetap terjadi perbedaan pendapat, hendaknya selalu bertanya kepada para Guru Suci, Komunitas, Kitab Suci (Veda), para Senior, serta diputuskan dengan kecerdasan dan hati nurani.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Acara tersebut menghadirkan Utah State University, Logan, Utah Department Head – History, Religious Studies, and Classics Ravi M Gupta dipandu oleh Nyoman Sumantra (Tenaga Ahli MPR/DPR) dan Departemen Hubungan Internasional DPP Prajaniti Hindu Indonesia Yadu Nandana berlangsung selama dua hari, 4-5 September 2021.
Topik yang dibawakan "Kitab Suci Agama Hindu dengan Berbagai Filsafat dan Tradisi Masing-Masing" serta Ajaran Vaishnava dalam Hindu & Teologi Gaudya Vaishnava.
Baca juga: Menag sanggupi revisi buku pelajaran Hindu tentang Sampradaya
Ravi Gupta adalah pengajar di Utah State University, Logan, Utah Charles Redd Endowed Chair and Professor of Religious Studies, yang juga mengajar di banyak universitas dunia lainnya.
Beberapa karya bukunya yakni (1) Gupta, Ravi M. Hinduism: The Primary Sources. New York: Oxford University Press, under contract, (2) Gupta, Ravi M. and Kenneth R. Valpey. The Bhagavata Purana: Selected Readings. New York: Columbia University Press, 2017 dan (3) Gupta, Ravi M. The Caitanya Vaisnava Vedanta of Jiva Gosvami: When Knowledge Meets Devotion. London: Routledge, 2007.
Menurut Ketua Perkumpulan ISKCON Indonesia I Wayan Sudiara dalam keterangan tertulisnya mengatakan Hindu sebagai agama tertua, yang sejarahnya hampir tak terlacak, meski tersebar di berbagai belahan dunia namun disatukan oleh satu sumber yakni kitab suci Veda.
Baca juga: PHDI-MDA keluarkan aturan upacara upacara Panca Yadnya
Oleh karena itu, seringkali Veda diumpamakan seperti pohon, yakni pohon "kalpavriksa" artinya pohon yang dapat memenuhi segala keinginan, karena segala macam pengetahuan baik para vidya maupun apara vidya dapat ditemukan di dalam Veda.
Sebagaimana sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang ataupun ranting, ada yang besar adapula yang kecil, begitu pula Veda ataupun Hindu memiliki berbagai paham dan filsafat, ada yang umum yang diakui secara universal.
Adapula yang esoteris yang mungkin diterima dan dimengerti oleh sebagian kalangan, namun tetap semua itu bersumber dari satu akar yang sama yakni pengetahuan Veda.
Di Indonesia sendiri, dengan jelas telah disebutkan dalam Murdha citta AD/ART PHDI sebagai majelis tertinggi umat Hindu bahwa "Pustaka suci Veda adalah sumber Dharma yang menuntun umat manusia menempuh hidup guna mencapai jagadhita sampai kepada pembebasan menuju moksa, melalui pengamalan sraddha dan mewujudkan bhakti."
Acara seminar tersebut merupakan salah satu cara berbagi pengetahuan (jnana) mengenai Kitab Suci umat Hindu, Veda dengan berbagai paham, aliran, filsafat dan tradisi yang dengan keanekaragamannya telah menjadikannya begitu indah, dalam satu kesatuan khasanah Hinduisme global.
Seminar daring menghadirkan Ravi M. Gupta, yang juga dikenal Rdhik Ramaa Dsa, dimana sejak kecil telah mempelajari dan mempraktikkan nilai - nilai Veda yang didapatkan baik secara tradisional dari keluarga maupun dari guru spiritualnya.
Secara akademis Ravi Gupta melanjutkan pembelajarannya di universitas hingga mendapatkan gelar Doctor of Philosophy in Hinduism di Universitas termashyur di dunia, Oxford University. Dengan lulusan Program Doctorate of Hindu studies pada usia 22 tahun sehingga menjadikannya salah satu Doktor termuda dari Oxford University dengan nilai cum laude
Baca juga: Menag ajak Umat Hindu kuatkan Moderasi Beragama melalui Hari Saraswati Nasional
Webinar ini diharapkan bisa memberikan wawasan ilmiah yang menyeluruh akan luasnya Hinduism secara global sehingga dengan segala perbedaan yang ada, kita tetap dapat bersatu dalam Hindu dan bersatu dalam dharma, Sanatana Dharma
"Saya akan berusaha menjelaskan kata Hinduisme secara obyektif, luas dan menyeluruh terlepas dari keyakinan dan praktik spiritual yang saya lakukan" ujarnya .
Ravi Gupta mengatakan, bahwa memahami Hinduisme dapat dipahami melalui maksud dari kemunculan nama istilah Hinduisme.
Istilah "Hindu" itu bahkan bukan istilah Sansekerta. Banyak ahli mengatakan bahwa itu tidak ditemukan di dalam Sastra Veda manapun baik dalam Upanisad, Mahabrata dan Ramayana.
Menurutnya, sangat sulit mendefinisikan Hinduisme karena Hindu tidak banyak memiliki ciri-ciri seperti yang umumnya diasosiasikan dengan agama.
Hindu tidak memiliki satu sosok seperti pendiri layaknya sebuah agama, ada banyak tokoh sejarah yang memperkenalkan Hinduisme namun tidak ada satupun yang secara tunggal diaggap diasosiasikan sebagai pendiri Hinduisme.
Dibandingkan dengan Kristen memiliki Yesus Kristus, Islam Nabi Muhammad dan Buddha memiliki Sang Buddha.
Sejarah kemunculan Hinduisme tersebar dalam sejarah yang sangat panjang dan purba. Selain itu, dalam Hinduisme kitabnya tidak hanya satu jenis yang dikenal namun ada banyak sekali kitab-kitab suci yang memiliki makna sangat luar biasa bagi pembelajaran umat Hindu.
Umat Hindu yang secara substansi praktiknya tidak didukung oleh kitab-kitab suci, misal Hindu tradisi di pedesaan tidak mendasarkan praktiknya pada kitab-kitab tertentu namun didasarkan pada kisah-kisah sejarah yang disampaikan secara lisan turun-temurun.
Baca juga: Dirjen Bimmas Hindu luncurkan "Utsawa Dharma Gita" Nasional 2021 secara semi-virtual
Hinduisme juga tidak memiliki satu sistem kepercayaan yang diyakini secara bersamaan oleh para penganutnya.
"Oleh karena dalam tradisi Hindu praktiknya sama pentingnya dengan keyakinannya. Ketika ditanyakan siapakah umat Hindu yang baik, maka yang akan dilihat adalah bagaimana karakter dan prilakunya, inilah parameter yang akan dilihat orang lain," ujarnya.
Jika umat Hindu tidak memiliki sejarah penyebutan Hindu bagaimana mereka akan mengidentifikasi dirinya? Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Umat Hindu akan mengidentifikasi dirinya dengan dengan cara : (1) dari mana mereka berasal, (2) berdasarkan kasta, (3) berdasarkan perguruan atau 6 darsana /filsafat, (4) mengidentifikasi dirinya melalui jalan yoga yang ditekuni, (5) mengidentifikasi dirinya melalui sampradaya, (6) akan mengidentifikasi dirinya melalui sosok Pujaan yang dipuja.
Namun meskipun Hinduisme beragam namun ada lima persamaan di antara mereka yang diakui secara luas yakni (1) Gagasan tentang Dharma, kata Dharma digunakan secara berbeda-beda, misal di Buddhis dengan Sikh. Mereka berbeda persepsi tentang Dharma, (2) Para penganut Hindu memiliki pandangan yang sama tentang waktu, (3) Karma dan Reinkarnasi (4) semua berjalan sebagai siklus maka kehidupan manusia juga siklus, (5) Hindu memiliki persamaan gagasan tentang Ketuhanan, para cendekiawan kadang menyebut polymorphic monoteisme (Tuhan satu namun memiliki berbagai wujud)
Pada abad 20 sangat jarang para orang suci dan guru-guru suci menggunakan kata Hindu sebagia acuan pengikut jalan Sanatana Dharma.
Karena telah terbukti di zaman sekarang banyak umat dengan dengan mengatasnamakan Hindu sebagai agama bertengkar dan saling membunuh satu sama lain.
Guru nanak adalah seorang guru Suci yang sangat terkenal, salah satu ungkapan beliau adalah "tidak ada Hindu ataupun Islam", karena beliau melihat langsung bagaimana manusia saling membunuh karena berbeda agama.
Setiap makhluk hidup adalah jiwa, dan identitas sang jiwa melampaui ras agama dan kasta, satu-satunya sebutan bagi sang jiwa adalah Sanatana Dharma.
Ketika berbicara tentang jiwa dengan berbagai kaitannya maka sebutan Sanatana Dharma lebih tepat karena ia bersifat kekal.
Pada akhir seminar Ravi Gupta menyebutkan hendaknya tidak takut dengan keanekaragaman inilah keindahan Hindu. "Ingatlah tentang pohon beringin yang memiliki banyak cabang dan akar yang menjalar ke mana-mana itulah yang membuat pohon beringin berumur panjang," ujarnya.
Sejarah tentang Hinduisme memang menampakkan banyak perbedaan dan perdebatan, "Namun kita tetap bisa hidup damai dalam sebuah keluarga. Ingatlah selalu bahwa dalam keluarga selalu ada perbedaan tapi juga memiliki banyak sekali persamaan," ucapnya.
Apabila tetap terjadi perbedaan pendapat, hendaknya selalu bertanya kepada para Guru Suci, Komunitas, Kitab Suci (Veda), para Senior, serta diputuskan dengan kecerdasan dan hati nurani.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021