Denpasar (Antara Bali) - Tradisi "nyastra" atau membaca khas Bali dinilai perlu direvitalisasi terutama untuk menumbuhkan semangat apresiasi budaya kepada generasi muda.
     
"Nyastra perlu direvitalisasi karena itu merupakan seni peninggalan leluhur dan merupakan sumber filsafat serta pedoman hidup," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Ketut Suastika, di Denpasar, Sabtu.
     
Dia mengatakan bahwa ada rasa khawatir jika tradisi seni budaya itu dilupakan oleh generasi muda, ditengah era modern saat ini. Padahal, menurutnya, "nyastra" jika didalami degan baik bisa sejalan dengan era globalisasi. Untuk itu, orangtua memegang peranan penting dalam memotivasi dan mengarahkan anaknya agar mencintai budaya sendiri.
     
Sementara itu menurut Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum mengapresiasi bahwa "nyastra" kini sudah masuk dalam kurikulum maupun ekstrakurikuler di sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
     
"Orang yang mencintai budaya adalah orang yang memiliki minat dan bakat. Begitu pula "nyastra" memang sudah masuk sekolah seperti kurikulum dan esktrakurikuler tetapi itu masih sedikit peminat, orangtualah yang harus memberikan motivasi," katanya.
     
Tradisi"nyastra" dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali khususnya yang tergabung dalam kelompok seni.Tidak hanya dalam upacara agama, seni itu juga telah tumbuh menjadi sebuah kesadaran dan pembelajaran bagi masyarakat. Dalam proses membaca, tradisi itu tidak hanya membaca dan melagukan tetapi berlangsung dalam tiga tahap yakni "ngwacen" atau membaca, "negesin" atau mengartikan dan "ngawirasanin" atau memaknai.(DWA/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012