Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mendesak pemerintah menjelaskan soal wacana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada sektor jasa pendidikan, termasuk diantaranya sekolah.

“Sedangkan negara wajib mengalokasikan 20 persen anggaran belanja negara untuk pendidikan menurut konstitusi,” ujar Abdul Fikri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Sri Mulyani: Perbaikan sistem perpajakan guna pulihkan ekonomi

Ia heran dengan wacana tersebut karena konstitusi menekankan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara, sesuai pasal 31 UUD 1945. Dalam amandemen ke-4 UUD 1945, pasal 31 Ayat (2) menyebut setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

“Jadi tugas negara membiayai pendidikan rakyat, bukan sebaliknya rakyat membiayai pendidikan dan dipajaki pula,” terang dia.
 

Selain itu, pasal 31 ayat (4) nya merupakan mandat bagi pemerintah untuk mengalokasikan sebesar 20 persen belanja negara untuk pendidikan.

“Kalau kemudian dipajakin 12 persen, nilainya menjadi berkurang lagi, ini sama saja akal-akalan,” cetus Fikri.

Fikri mengingatkan pelanggaran atas konstitusi memiliki konsekuensi yang serius, terlebih menyangkut pendidikan anak bangsa.

Baca juga: Ditjen Pajak catat 12.481.644 WP lapor SPT Tahunan

Dia menilai wacana itu mencederai cita-cita pendiri bangsa yang tertulis jelas dalam preambule UUD 1945, yakni tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Fikri justru meminta pemerintah berpikir dengan jernih dan lurus. Pendidikan diposisikan sebagai investasi bagi bangsa ini, bukan dihitung sebagai sektor komersial yang pantas dikenakan pajak.

Pewarta: Indriani

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021