Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika menyoroti banyaknya usaha penggilingan padi di Bali yang akhirnya bangkrut dan tidak berjalan dengan optimal karena masih terkendala sumber daya manusia yang dapat mengelola usahanya dengan baik.
"Usaha penggilingan padi atau di Bali dikenal dengan nama 'selip' sebenarnya ada sekitar 1.000-an, tetapi kini hampir semuanya bangkrut dan tidak jalan, sehingga akhirnya gabah dari Bali banyak yang diolah ke Jawa," kata Pastika saat menggelar reses bertajuk Pengelolaan Pertanian, di Denpasar, Jumat.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu dalam kegiatan reses berkesempatan berbincang secara virtual dengan Ida Rsi Putra Yaksa Daksa Manuaba selaku pengelola Ashram Gandhi Puri Sevagram beserta dengan generasi muda yang tinggal di ashram yang berlokasi di Desa Paksebali, Kabupaten Klungkung.
Terkait kendala SDM, Pastika mencontohkan di desa kelahirannya saja di Desa Patemon, Kabupaten Buleleng, dari lima "selip" yang ada, semuanya juga tidak jalan.
Baca juga: Mentan kawal Gerakan Serap Gabah Petani
"Kenapa sampai bangkrut? Ya karena hampir semua pemiliknya itu penjudi, bahkan ada yang suka ke kafe. Akibatnya, untuk modal beli gabah dari petani saja kesulitan," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Padahal, ujar Pastika, dari usaha penggilingan padi juga memberikan banyak hasil sampingan berupa dedak yang dapat digunakan untuk makanan ternak babi, campuran pembuatan genteng dan sebagainya.
Selain itu, dia berpandangan sebelumnya sulit juga mencari warga Bali yang mau benar-benar menggeluti dunia pertanian karena sudah terlalu terpikat dengan daya tarik sektor pariwisata.
Masyarakat Bali pada umumnya, lanjut dia, juga seringkali tidak mau berwirausaha karena kurang memiliki kemampuan marketing.
Diapun menceritakan saat menjabat sebagai Gubernur Bali, ada perusahaan dari Jepang yang menyatakan akan membuka usaha pengolahan gabah dan beras di Kabupaten Tabanan serta siap membeli gabah dari petani.
Baca juga: PLN Bali dorong masyarakat manfaatkan hidroponik ditopang tenaga listrik
Bahkan sejumlah ahli sudah datang langsung ke kabupaten yang terkenal sebagai Lumbung Berasnya Bali itu. Namun akhirnya rencana ini tidak terwujud karena tidak mendapat persetujuan dari otoritas setempat.
Dalam kesempatan itu, Pastika pun menyemangati generasi muda yang belajar di Ashram Gandhi Puri Sevagram itu yang juga mengembangkan sistem pertanian organik agar pintar-pintar menangkap peluang usaha, termasuk di sektor pertanian dengan menyediakan komoditas yang memang dibutuhkan pasar.
Sementara itu, Ida Rsi Putra Yaksa Daksa Manuaba selaku pengelola Ashram Gandhi Puri Sevagram mengatakan di tengah kondisi pandemi COVID-19, pihaknya baru benar-benar merasakan betapa pentingnya memanfaatkan tanah di sekitar ashram.
"Tanah di sekitar ashram kami manfaatkan untuk menanam sayur, sehingga sudah sekitar setahun ini kami tidak perlu membeli sayur mayur lagi. Yang dulu itu perhari kami membeli rata-rata Rp150 ribu," ucapnya.
Selain itu, siswa-siswa ashram di tengah pandemi juga belajar mengembangkan komoditas tomat, yang hasilnya dijual hingga ke Kota Denpasar, bahkan hasil panen juga diberikan kepada para tetangga sekitar.
Baca juga: Badung jaga produktivitas petani selama pandemi
Terkait dengan usaha penggilingan padi, Ida Rsi mengatakan sebelumnya memiliki "pilot project", namun harga beras seringkali anjlok, sedangkan ketika masyarakat Bali membeli beras yang dari Jawa, tetap saja harganya tinggi. "Perlu dipikirkan di setiap kecamatan ada penggilingan padi," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, tim dari anggota DPD Made Mangku Pastika yang diwakili Ketut Ngastawa juga menyerahkan paket bahan pokok untuk Ashram Gandhi Puri Sevagram.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Usaha penggilingan padi atau di Bali dikenal dengan nama 'selip' sebenarnya ada sekitar 1.000-an, tetapi kini hampir semuanya bangkrut dan tidak jalan, sehingga akhirnya gabah dari Bali banyak yang diolah ke Jawa," kata Pastika saat menggelar reses bertajuk Pengelolaan Pertanian, di Denpasar, Jumat.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu dalam kegiatan reses berkesempatan berbincang secara virtual dengan Ida Rsi Putra Yaksa Daksa Manuaba selaku pengelola Ashram Gandhi Puri Sevagram beserta dengan generasi muda yang tinggal di ashram yang berlokasi di Desa Paksebali, Kabupaten Klungkung.
Terkait kendala SDM, Pastika mencontohkan di desa kelahirannya saja di Desa Patemon, Kabupaten Buleleng, dari lima "selip" yang ada, semuanya juga tidak jalan.
Baca juga: Mentan kawal Gerakan Serap Gabah Petani
"Kenapa sampai bangkrut? Ya karena hampir semua pemiliknya itu penjudi, bahkan ada yang suka ke kafe. Akibatnya, untuk modal beli gabah dari petani saja kesulitan," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Padahal, ujar Pastika, dari usaha penggilingan padi juga memberikan banyak hasil sampingan berupa dedak yang dapat digunakan untuk makanan ternak babi, campuran pembuatan genteng dan sebagainya.
Selain itu, dia berpandangan sebelumnya sulit juga mencari warga Bali yang mau benar-benar menggeluti dunia pertanian karena sudah terlalu terpikat dengan daya tarik sektor pariwisata.
Masyarakat Bali pada umumnya, lanjut dia, juga seringkali tidak mau berwirausaha karena kurang memiliki kemampuan marketing.
Diapun menceritakan saat menjabat sebagai Gubernur Bali, ada perusahaan dari Jepang yang menyatakan akan membuka usaha pengolahan gabah dan beras di Kabupaten Tabanan serta siap membeli gabah dari petani.
Baca juga: PLN Bali dorong masyarakat manfaatkan hidroponik ditopang tenaga listrik
Bahkan sejumlah ahli sudah datang langsung ke kabupaten yang terkenal sebagai Lumbung Berasnya Bali itu. Namun akhirnya rencana ini tidak terwujud karena tidak mendapat persetujuan dari otoritas setempat.
Dalam kesempatan itu, Pastika pun menyemangati generasi muda yang belajar di Ashram Gandhi Puri Sevagram itu yang juga mengembangkan sistem pertanian organik agar pintar-pintar menangkap peluang usaha, termasuk di sektor pertanian dengan menyediakan komoditas yang memang dibutuhkan pasar.
Sementara itu, Ida Rsi Putra Yaksa Daksa Manuaba selaku pengelola Ashram Gandhi Puri Sevagram mengatakan di tengah kondisi pandemi COVID-19, pihaknya baru benar-benar merasakan betapa pentingnya memanfaatkan tanah di sekitar ashram.
"Tanah di sekitar ashram kami manfaatkan untuk menanam sayur, sehingga sudah sekitar setahun ini kami tidak perlu membeli sayur mayur lagi. Yang dulu itu perhari kami membeli rata-rata Rp150 ribu," ucapnya.
Selain itu, siswa-siswa ashram di tengah pandemi juga belajar mengembangkan komoditas tomat, yang hasilnya dijual hingga ke Kota Denpasar, bahkan hasil panen juga diberikan kepada para tetangga sekitar.
Baca juga: Badung jaga produktivitas petani selama pandemi
Terkait dengan usaha penggilingan padi, Ida Rsi mengatakan sebelumnya memiliki "pilot project", namun harga beras seringkali anjlok, sedangkan ketika masyarakat Bali membeli beras yang dari Jawa, tetap saja harganya tinggi. "Perlu dipikirkan di setiap kecamatan ada penggilingan padi," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, tim dari anggota DPD Made Mangku Pastika yang diwakili Ketut Ngastawa juga menyerahkan paket bahan pokok untuk Ashram Gandhi Puri Sevagram.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021