Seorang pengusaha tekstil dari Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, Andika Putra mengembangkan bahan pewarna alami kain dari berbagai jenis daun.
"Selain sangat ramah lingkungan, bahan baku sangat mudah didapat dan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi," kata Andika di desa setempat, Rabu.
Sebagian besar bahan baku pewarna ia dapatkan dari sekitar tempat usahanya yang banyak terdapat pohon mangga, kelapa dan ketapang. Daun-daun yang banyak terdapat di desa itu kemudian diolah menjadi bahan pewarna alami.
Baca juga: 6 Maret - 6 April, SMM adakan pameran "darurat sampah tekstil"
Andika mulai memanfaatkan pewarna alami dari tanaman, karena memiliki banyak keuntungan. Selain mudah didapat, pengolahan bahan pewarna alami ini juga ramah lingkungan dan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.
"Produk-produk tekstil dengan pewarna alami ini juga lebih diminati di Eropa, Amerika, Jepang dan Korea," kata Andika Putra yang memiliki usaha tekstil 'Pagimotley'itu.
Ia memaparkan proses pengolahan bahan pewarna alami ini cukup mudah. Daun seperti daun mangga, dipotong menjadi kecil-kecil. "Daun-daun mangga yang telah dicacah, lalu direbus untuk dijadikan pewarna alami untuk tekstil," katanya.
Baca juga: Amerika jadi tujuan ekspor tertinggi di Bali
Setelah direbus, daun mangga ini akan melahirkan warna kuning. Selain daun mangga, bahan alami lain yang dapat digunakan sebagai pewarna, di antaranya serabut kelapa untuk warna cokelat, daun ketapang untuk warna hitam, kayu secang untuk warna merah dan untuk warga biru menggunakan pohon strobilanthes atau akrab dikenal dengan nama kecibeling.
Menurut Andika, memerlukan waktu hingga satu minggu untuk menyelesaikan proses pewarnaan pada tekstil dengan menggunakan bahan alami. "Proses pencelupan dilakukan berkali-kali hingga warna yang dihasilkan oleh tanaman dapat melekat pada serat tekstil," katanya.
Satu produk tekstil dengan pewarna alami dibanderol dengan harga Rp450 ribu hingga Rp2 juta. Bahkan untuk produk premium harganya bisa mencapai Rp10 juta.
Baca juga: Pasar Banyuasri di Buleleng dibuka 18 Maret
Selain itu, dia juga menerima konsumen yang membawa celana atau baju sendiri untuk dicelup dengan pewarna alami di tempat usahanya. Untuk jasa celup pewarna alami mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Selain sangat ramah lingkungan, bahan baku sangat mudah didapat dan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi," kata Andika di desa setempat, Rabu.
Sebagian besar bahan baku pewarna ia dapatkan dari sekitar tempat usahanya yang banyak terdapat pohon mangga, kelapa dan ketapang. Daun-daun yang banyak terdapat di desa itu kemudian diolah menjadi bahan pewarna alami.
Baca juga: 6 Maret - 6 April, SMM adakan pameran "darurat sampah tekstil"
Andika mulai memanfaatkan pewarna alami dari tanaman, karena memiliki banyak keuntungan. Selain mudah didapat, pengolahan bahan pewarna alami ini juga ramah lingkungan dan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.
"Produk-produk tekstil dengan pewarna alami ini juga lebih diminati di Eropa, Amerika, Jepang dan Korea," kata Andika Putra yang memiliki usaha tekstil 'Pagimotley'itu.
Ia memaparkan proses pengolahan bahan pewarna alami ini cukup mudah. Daun seperti daun mangga, dipotong menjadi kecil-kecil. "Daun-daun mangga yang telah dicacah, lalu direbus untuk dijadikan pewarna alami untuk tekstil," katanya.
Baca juga: Amerika jadi tujuan ekspor tertinggi di Bali
Setelah direbus, daun mangga ini akan melahirkan warna kuning. Selain daun mangga, bahan alami lain yang dapat digunakan sebagai pewarna, di antaranya serabut kelapa untuk warna cokelat, daun ketapang untuk warna hitam, kayu secang untuk warna merah dan untuk warga biru menggunakan pohon strobilanthes atau akrab dikenal dengan nama kecibeling.
Menurut Andika, memerlukan waktu hingga satu minggu untuk menyelesaikan proses pewarnaan pada tekstil dengan menggunakan bahan alami. "Proses pencelupan dilakukan berkali-kali hingga warna yang dihasilkan oleh tanaman dapat melekat pada serat tekstil," katanya.
Satu produk tekstil dengan pewarna alami dibanderol dengan harga Rp450 ribu hingga Rp2 juta. Bahkan untuk produk premium harganya bisa mencapai Rp10 juta.
Baca juga: Pasar Banyuasri di Buleleng dibuka 18 Maret
Selain itu, dia juga menerima konsumen yang membawa celana atau baju sendiri untuk dicelup dengan pewarna alami di tempat usahanya. Untuk jasa celup pewarna alami mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021