Petani rumput laut di Pulau Nusa Lembongan, Kabupaten Klungkung, Bali, mengalami kendala dalam ketersediaan bibit, karena itu mereka mengharapkan bantuan bibit dan akses ekspor setelah masyarakat setempat kembali menekuni budi daya rumput laut.

"Sejak 2017 hingga 2019 tidak ada lagi warga  Lembongan yang membudidayakan rumput laut karena semuanya ke pariwisata. Tetapi karena pandemi, mulai pertengahan 2020, masyarakat Lembongan kembali beralih ke budi daya rumput laut," kata I Nyoman Mokoh Wijaya, mewakili Lembongan Community, di Denpasar, Rabu.

Mokoh Wijaya menyampaikan hal tersebut dalam acara reses anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika bertajuk "Keberadaan Petani Rumput di Masa Pandemi COVID-19".

Baca juga: IPB: Pertanian harus jadi lokomotif ekonomi Indonesia

Di Pulau Nusa Lembongan yang berada di sebelah tenggara Pulau Bali itu, saat ini ada sekitar 1.000 warga yang membudidayakan rumput laut. Hasil produksi rumput laut selama ini dikirimkan ke salah satu pabrik yang ada di Kabupaten Klungkung dan juga ke Kota Surabaya, Jawa Timur.

"Semua yang diproduksi petani terserap, rata-rata kapasitas produksi sampai 100 ton perbulan. Hanya saja, kami masih mengalami kendala untuk ketersediaan bibitnya. Selain itu juga persoalan harga yang fluktuatif. Sebelumnya Rp16 ribu per kilogram rumput laut kering di petani, sekarang menjadi Rp14 ribu," ucapnya.

Jenis rumput laut yang dikembangkan yakni e-spinosum, e-cottoni, sacol, kappaphycus alvarensi, namun yang paling banyak dibudidayakan jenis e-cottoni dan sacol.

Selain persoalan ketersediaan bibit, Mokoh juga mengatakan kendala untuk proses ekspor, padahal ada permintaan dari China dan Vietnam.

"Mereka menginginkan contohnya dulu sekitar dua kilogram, namun biaya yang harus dikeluarkan untuk mengirimkan itu diminta sama dengan satu kontainer. Kami sudah tawarkan satu kontainer, tetapi untuk contoh mereka tidak mau dalam jumlah besar. Harapan kami dapat diberikan support," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPD apresiasi petani di Bali semangat kembangkan "Simantri"

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan di tengah kondisi pandemi COVID-19 yang belum pasti kapan akan berakhir, hidup memang harus tetap berlanjut.

"Jadi, apa yang harus dilakukan sekarang. Kita harus bangkit dan tidak bisa menyerah begitu saja. Kami berharap para pelaku usaha mengolah potensi-potensi yang ada," ujar anggota Komite 2 DPD itu.

Mangku Pastika menyarankan agar petani rumput laut dapat memanfaatkan teknologi sehingga harga rumput laut dapat lebih terjamin. Selain itu, pasarnya juga harus diperluas agar harga rumput laut menjadi naik.

"Untuk kendala bibit, dapat dikomunikasikan dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali karena untuk 2021, Bali dapat bantuan 100 miliar untuk penyediaan bibit tanaman, bibit ternak, maupun infrastruktur pertanian," ucapnya.

Demikian juga untuk persoalan kendala ekspor, ujar Pastika, seharusnya bisa ditembus. "Ini harus diurus kalau tidak salah dulu izin-izinnya ada di Disperindag Provinsi Bali," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.

 
Anggota DPD Made Mangku Pastika saat berbincang dengan petani rumput laut dari Pulau Nusa Lembongan Bali
(Antaranews Bali/Rhisma/2021)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021