Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten/kota di Pulau Dewata melibatkan Satgas Desa Adat dan pecalang (petugas pengamanan adat) untuk mengawasi dan memantau wisatawan yang berada di objek wisata agar tidak sampai terjadi kerumunan.
"Mereka nanti akan menegur apabila terjadi kerumunan dan di setiap objek wisata wajib disiapkan sarana protokol kesehatan seperti tempat mencuci tangan dan sabun," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Putu Astawa di Denpasar, Kamis.
Baca juga: Badung libatkan TNI-Polri cegah penyebaran COVID-19 di objek wisata
Menurut Astawa, dalam beberapa hari terakhir, kunjungan wisatawan domestik ke Pulau Dewata mulai mengalami peningkatan. Pada 26 Oktober mencapai 5.000 orang, kemudian meningkat 6.300 orang pada 27 Oktober dan mencapai 9.500 orang pada 28 Oktober.
Kunjungan wisatawan domestik ke Pulau Bali, didominasi wisatawan yang datang dengan penerbangan dari Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Kunjungan wisatawan domestik merupakan berkah bagi Bali yang selama ini mengandalkan pariwisata dan selama delapan bulan terakhir anjlok karena pandemi COVID-19," ucapnya.
Namun, ujar Astawa, liburan panjang dengan jumlah kunjungan wisatawan yang cukup tinggi selama masa pandemi adalah dua hal yang perlu diselaraskan, karena kesehatan sangat penting dan menjadi hal utama yang harus diselamatkan, namun ekonomi juga penting bagi kelangsungan hidup banyak pihak.
"Sehingga pemerintah menyelaraskan dan menyeimbangkan kepentingan kesehatan dan ekonomi sebagaimana kita menciptakan liburan yang aman, nyaman tanpa kerumunan," ujar mantan Kepala Bappeda Bali itu.
Astawa mengatakan kesadaran masyarakat Bali dalam menggunakan masker sudah meningkat, namun kerumunan yang belum dapat terurai dengan baik. "Seperti kita ketahui bahwa salah satu penyebab penularan COVID-19 adalah di tengah kerumunan, terutama 'ngobrol' dengan lawan bicara tanpa masker, dan keramaian yang menimbulkan kerumunan tanpa jaga jarak," katanya.
Baca juga: Round Up - Bali, libur panjang, dan Klaster Pariwisata
Untuk mengetahui wisatawan yang masuk Bali dalam kondisi aman, sekaligus untuk menjamin tidak terjadinya klaster baru, baik bagi wisatawan yang datang dan masyarakat lokal, wisatawan wajib memproteksi diri sebelum datang ke Bali, dengan syarat minimal menunjukkan surat kesehatan tes cepat atau usap berbasis PCR.
"Sedangkan saat sudah berada di Bali, pemerintah daerah bekerja sama dengan Satgas Desa Adat dan pecalang bertugas untuk mengawasi dan memantau wisatawan yang ada di objek wisata," ujar Astawa.
Pemprov Bali, lanjut dia, juga memiliki aplikasi "Love Bali" yang disiapkan bagi wisatawan yang masuk untuk mengisi cek diri terkait data daerah asal, identitas lengkap, berapa lama akan berada di Bali dan menginap dimana selama berlibur di Bali.
"Hal ini diharapkan menjadi data akurat kunjungan wisatawan di masa pandemi, sehingga membantu Satgas Penanganan COVID-19 untuk melakukan 'tracing contacts' apabila terjadi kasus COVID-19 saat mereka berada di Bali," kata Astawa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Mereka nanti akan menegur apabila terjadi kerumunan dan di setiap objek wisata wajib disiapkan sarana protokol kesehatan seperti tempat mencuci tangan dan sabun," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Putu Astawa di Denpasar, Kamis.
Baca juga: Badung libatkan TNI-Polri cegah penyebaran COVID-19 di objek wisata
Menurut Astawa, dalam beberapa hari terakhir, kunjungan wisatawan domestik ke Pulau Dewata mulai mengalami peningkatan. Pada 26 Oktober mencapai 5.000 orang, kemudian meningkat 6.300 orang pada 27 Oktober dan mencapai 9.500 orang pada 28 Oktober.
Kunjungan wisatawan domestik ke Pulau Bali, didominasi wisatawan yang datang dengan penerbangan dari Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Kunjungan wisatawan domestik merupakan berkah bagi Bali yang selama ini mengandalkan pariwisata dan selama delapan bulan terakhir anjlok karena pandemi COVID-19," ucapnya.
Namun, ujar Astawa, liburan panjang dengan jumlah kunjungan wisatawan yang cukup tinggi selama masa pandemi adalah dua hal yang perlu diselaraskan, karena kesehatan sangat penting dan menjadi hal utama yang harus diselamatkan, namun ekonomi juga penting bagi kelangsungan hidup banyak pihak.
"Sehingga pemerintah menyelaraskan dan menyeimbangkan kepentingan kesehatan dan ekonomi sebagaimana kita menciptakan liburan yang aman, nyaman tanpa kerumunan," ujar mantan Kepala Bappeda Bali itu.
Astawa mengatakan kesadaran masyarakat Bali dalam menggunakan masker sudah meningkat, namun kerumunan yang belum dapat terurai dengan baik. "Seperti kita ketahui bahwa salah satu penyebab penularan COVID-19 adalah di tengah kerumunan, terutama 'ngobrol' dengan lawan bicara tanpa masker, dan keramaian yang menimbulkan kerumunan tanpa jaga jarak," katanya.
Baca juga: Round Up - Bali, libur panjang, dan Klaster Pariwisata
Untuk mengetahui wisatawan yang masuk Bali dalam kondisi aman, sekaligus untuk menjamin tidak terjadinya klaster baru, baik bagi wisatawan yang datang dan masyarakat lokal, wisatawan wajib memproteksi diri sebelum datang ke Bali, dengan syarat minimal menunjukkan surat kesehatan tes cepat atau usap berbasis PCR.
"Sedangkan saat sudah berada di Bali, pemerintah daerah bekerja sama dengan Satgas Desa Adat dan pecalang bertugas untuk mengawasi dan memantau wisatawan yang ada di objek wisata," ujar Astawa.
Pemprov Bali, lanjut dia, juga memiliki aplikasi "Love Bali" yang disiapkan bagi wisatawan yang masuk untuk mengisi cek diri terkait data daerah asal, identitas lengkap, berapa lama akan berada di Bali dan menginap dimana selama berlibur di Bali.
"Hal ini diharapkan menjadi data akurat kunjungan wisatawan di masa pandemi, sehingga membantu Satgas Penanganan COVID-19 untuk melakukan 'tracing contacts' apabila terjadi kasus COVID-19 saat mereka berada di Bali," kata Astawa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020