Anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika mengajak pemerintah daerah dan sejumlah pihak terkait jangan hanya ahli menanam mangrove, tetapi hendaknya juga ahli untuk memeliharanya agar bisa hidup dan tumbuh subur.

"Oleh karena itu, jangan hanya target menanam, tetapi juga ada target hidup dan tumbuh, sehingga harus ada program multiyears," kata Pastika dalam kegiatan penyerapan aspirasi secara virtual bertajuk "Konservasi Lingkungan Mengawal Paru-Paru Kota" dari Denpasar, Senin.

Mantan Gubernur Bali dua periode tersebut mengapresiasi rencana Pemerintah Provinsi Bali dengan menggandeng sejumlah pihak untuk menanam mangrove seluas total 100 hektare yang direncanakan pada November 2020, yakni 50 hektare di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, dan 50 hektare di hutan Bali Barat (Kabupaten Jembrana).

Menurut dia, selama ini seakan sudah menjadi persoalan klasik, untuk urusan konservasi lingkungan pesisir dan hutan mangrove itu berhenti sampai sebatas penanaman mangrove.

"Padahal seharusnya jangan selesai ketika sudah menanam, lalu masuk televisi dan koran," selorohnya pada penyerapan aspirasi yang juga dipadukan dengan kegiatan langsung dengan Forum Peduli Mangrove Bali dari kawasan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung itu.

Pastika mengingatkan yang tidak kalah penting harus ada program pemeliharaan.

"Saran saya, 'nyusun sesuatu harus sampai tuntas karena selama ini kelemahan kita seringkali tidak tuntas, belum lagi persoalan dari sisi pengawasan," ujar anggota Komite 2 DPD RI itu.

Melalui penyerapan aspirasi tersebut, pihaknya ingin mengetahui masalah atau persoalan yang dihadapi untuk menjaga kelestarian mangrove yang sangat banyak fungsinya dan hal apa yang bisa diperjuangkan ke pemerintah pusat.

Mantan Ketua Tim Investigasi Bom Bali itu Ia pun tidak memungkiri masih adanya keterbatasan anggaran dan SDM dari pemerintah untuk menjaga mangrove. Namun, hal itu dapat disiasati dengan menggandeng LSM pencinta lingkungan dan mahasiswa, di samping dapat memanfaatkan dana CSR dari perusahaan-perusahaan yang ada di Pulau Dewata.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali I Made Teja mengatakan luas kawasan hutan di Provinsi Bali sejauh ini adalah 132.171,47 hektare atau sekitar 23,44 persen dari luas daratan Bali yang terdiri dari kawasan hutan lindung, hutan produksi dan kawasan konservasi (Tahura, Cagar Alam, Taman Wisata Alam dan Taman Nasional Bali Barat).

"Kalau mengacu pada UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebenarnya disyaratkan minimal luasan hutan itu 30 persen. Tetapi saat ini untuk 23 persen ini saja juga kita dihadapkan pada banyak tantangan," ucapnya pada acara yang dipandu Nyoman Baskara itu.

Khususnya untuk menjaga kawasan mangrove di Taman Hutan Raya yang luasnya 1.373,5 hektare, Teja mengemukakan masih ditemukan sejumlah permasalahan yakni kerusakan vegetasi karena limbah sampah dan perubahan salinitas.

"Kemudian kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan seperti untuk sarana pariwisata, restoran, TPA, pipa BBM, serta tekanan penduduk terhadap lahan kawasan mangrove semakin tinggi (perambahan dan pensertifikatan).

Di sisi lain, Teja pun menyoroti keterbatasan jumlah personel polisi hutan yang saat ini hanya 49 orang, dan lima orang diantaranya sudah mau pensiun.

Terkait kebijakan dalam pengelolaan kawasan hutan mangrove, dia mengemukakan sejumlah program jangka panjang, pendek dan menengah telah disiapkan Pemerintah Provinsi Bali. Untuk program jangka panjang diantaranya mengacu pada Perda No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan RTRWP Bali Tahun 2009-2029 seperti pengembangan kawasan lindung, budidaya dan strategis.

Sedangkan untuk program jangka menengah dan pendek diantaranya melalui peningkatan rehabilitasi hutan, peningkatan fungsi kawasan hutan, serta peningkatan perlindungan dan pengawasan hutan.

"Untuk penanaman mangrove itu kami utamakan tempat-tempat yang potensi tumbuhnya lebih pesat. Kalau yang kondisi tanahnya demikian rupa tentu akan kami pelajari lagi, yang jelas tetap kami mencoba untuk menjaga mangrove sebaik-baiknya," ucap Teja.

Sementara itu, Sweet Juniartini dari Bidang Pengembangan, Program dan Konservasi Mangrove Forum Mangrove Peduli Bali (FMPB) mengatakan untuk menjaga dan membersihkan kawasan mangrove, pihaknya juga mengadakan pendekatan dengan kelompok masyarakat dan komunitas.

"Kami berterima kasih ada rencana penanaman 100 hektare. Tetapi kami harapkan jangan sampai yang 100 hektare itu setelah ditanam, tetapi kemudian tidak dirawat. Menurut kami, lebih baik luasnya diperkecil, tetapi benar-benar dirawat," ucapnya.

Mengenai lahan yang substratnya keras, tentu diperlukan penggunaan teknik dan teknologi penanaman mangrove yang benar, serta ada "blue print" yang jelas.

Lanang Sudira dari Forum Mangrove Peduli Bali (FMPB) menanambahkan seringkali kita berteriak-teriak untuk melakukan konservasi, tetapi memang belum bisa melakukan dengan maksimal karena ada sejumlah tantangan, termasuk juga untuk kepentingan pariwisata.
 
Sweet Juniartini dari Bidang Pengembangan, Program dan Konservasi Mangrove, Forum Mangrove Peduli Bali (FMPB) saat menyampaikan aspirasi
(Antaranews Bali/Ni Luh Rhisma/2020)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020