Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Primakara mempunyai target yang cukup prestisius, dalam usianya yang belum genap tujuh tahun ini  menargetkan bisa terakreditasi A dan masuk peringkat 100 besar di tingkat nasional.

"Ini memang menjadi salah satu alat ukur kinerja kita, jadi sebagai tujuan kita. Visi kita itu kan menjadi perguruan tinggi unggulan, yang dijadikan acuan adalah akreditasi lembaga sama pemeringkatan Dikti," kata Ketua STMIK Primakara I Made Artana, di Denpasar, Kamis.

Artana menuturkan, saat ini akreditasi kampusnya yang beralamat di Jalan Tukad Badung Nomor 135 Denpasar ini sudah bernilai B dan masuk di peringkat 170 nasional pada jajaran perguruan tinggi non-vokasi. 

"Target jangka pendek kita ke 100 besar, tentu nanti target ambisiusnya lebih mendaki (atau) lagi lebih tinggi lagi. Target jangka pendek lah setahu dua tahun ini kita di 100 besar," tuturnya.

Dengan adanya target tersebut, Artana mengakui memang harus bekerja keras. Apalagi hal itu memang tidak bisa dilakukan secara instan karena parameter atau variabelnya banyak sekali yang harus dipenuhi.

Ia menuturkan, ada empat hal yang dinilai dalam pemeringkatan kampus dalam Klasterisasi Perguruan Tinggi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, yakni input, proses, output dan outcome. 

"Jadi itu harus bagus semua," kata pria yang pernah menyabet penghargaan The Most Outstanding Development Officer dan The Best Development Officer dari JCI Asia Pasific Development Council itu.

Dalam kategori input, ada beberapa indikator yang diukur, mulai dari persentase dosen berpendidikan S3, persentase dosen jabatan lektor kepala dan guru besar, rasio jumlah mahasiswa terhadap dosen, jumlah mahasiswa asing dan jumlah dosen bekerja sebagai praktisi di industri minimal 6 bulan. "Jadi itu semua dinilai di input itu. Jadi mau enggak mau ke depan kita harus menyekolahkan dosen kita S3 dan yang sudah sekolah diminta balik. Artinya cepat-cepat lulus, jadi biar bisa membantu nilai," kata dia.

Selain mendorong dosen-dosen di STMIK Primakara agar mempunyai lulusan S3, dirinya juga kemudian bakal mendorong agar jabatan akademik juga dinaikkan, dari yang awalnya asisten ahli menjadi lektor dan dari lektor menjadi lektor kepala.

Kemudian dalam indikator proses terdiri atas akreditasi institusi dan akreditasi program studi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT); pembelajaran daring kerjasama perguruan tinggi, kelengkapan laporan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI). Selain itu juga dilihat dari jumlah prodi bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), Non Goverment Organisation (NGO) atau QS Top 100 wCU by subject; Prodi melaksanakan program merdeka belajar dan Mahasiswa mengikuti program Merdeka Belajar. "Di proses ada banyak, misalkan akreditasinya seperti apa, baik akreditasi program studi maupun akrediatasi institusi. Jadi di proses ini banyak hal juga yang harus dibenahi," paparnya.

Kemudian dari segi output, terdiri atas jumlah artikel ilmiah terindeks per dosen, kinerja penelitian, kinerja kemahasiswaan, jumlah prodi yang terakreditasi/bersertifikasi internasional. Dalam memperbaiki output ini, Artana mengaku bakal membuat sistem agar hasilnya bagus. Misalnya dalam output penelitian, pihaknya bakal mewajibkan dosen agar melakukan penelitian minimal satu dalam setahun. Kemudian juga diperlukan insentif yang jelas apabila penelitian yang dilakukan dapat tembus ke dalam jurnal nasional dan internasional bereputasi.

"Nah itu untuk mendorong dosen untuk melakukan penelitian setiap tahun. Minimal satu sehingga dengan begitu rasionya bagus. Kan yang dilihat nanti semua rasio," ucap Artana yang pernah menyabet Juara I Penggerak Wirausaha Muda Berprestasi Tingkat Nasional tahun 2017 dan peraih CYEA (Creative Young Entrepeneur Award) dari Junior Chamber International ini.

"Misalkan Primakara punya 30 dosen, setiap tahun bisa menghasilkan berapa penelitian yang tembus misalkan jurnal internasional jurnal nasional bereputasi. Nah semua rasio, kalau rasionya bagus satu orang misalkan satu atau bahkan lebih, nah itu rasio kita sudah mukai bagus di outcome ada banyak," imbuhnya.

Terakhir di outcome terdiri atas kinerja inovasi, persentase lulusan yang memperoleh pekerjaan dalam waktu 6 bulan, jumlah sitasi per dosen, jumlah paten per dosen dan juga kinerja pengabdian masyarakat. Artana menyebut bahwa kampus STMIK Primakara sangat bagus dari segi outcome mengingat berbagai inovasi telah dilahirkan.

"Nah itu kira-kira (empat dikator). Kalau ditanya mana yang akan difokuskan, semua harus difokuskan karena nilainya agar maksimal," jelas Artana yang pernah  peraih Technopreneur Award dari Majalah M&I dan juga pengusaha visioner yang telah lebih dari 20 tahun bergerak dalam bidang IT, mulai dari Software Development, IT Consulting hingga Internet Service Provider (ISP) itu.

Hanya saja, kata dia, memang ada kampus yang cukup kuat dalam satu indikator tertentu. Misalnya, jika suatu kampus sudah memiliki banyak dosen yang bergelar S3 maka dari segi input nilainya akan sangat kuat atau tinggi. Sementara di Kampus STMIK Primakara inputnya cenderung masih rendah karena memiliki dosen yang relatif masih muda. 

"Kalau masih muda yang S3 baru sedikit, terus kemudian yang pangkatnya lektor kepala masih sangat sedikit, jadi ruang untuk memperbaiki ini masih terbuka," tuturnya.
Suasana diskusi mahasiswa STMIK Primakara  (Antaranews Bali/Dok STMIK Primakara/2020)

Peringkat 170 nasional bersaing dengan 2.136 kampus non-vokasi

STMIK Primakara saat ini  masuk peringkat 170 nasional dalam Klasterisasi Perguruan Tinggi Tahun 2020 yang dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Peringkat ini dinilai sebagai pencapaian yang luar biasa sebab pesaing-pesaing kampus IT di Bali sangat jauh di bawah STMIK Primakara. Apalagi secara nasional, STMIK Primakara bersaing dengan 2.136 Perguruan Tinggi non-vokasi  yang masuk dalam lima klaster.

Ketua STMIK Primakara, I Made Artana mengakui, masuknya kampus yang dipimpinnya itu di peringkat 170 secara nasional merupakan sebuah kebanggaan. "Usia kita belum genap tujuh tahun tapi kita sudah berada di peringkat 170 se-Indonesia. Mungkin satu dari segelintir kampus muda yang berada di peringkat atas," ujarnya.

Dalam pemeringkatan ini, Artana menjelaskan bahwa terdapat empat indikator yang terdiri atas input (20 persen), proses (25 persen), output (25 persen) dan outcome (30 persen). Dalam kategori Input terdiri atas persentase dosen berpendidikan S3, persentase dosen jabatan lektor kepala dan guru besar, rasio jumlah mahasiswa terhadap dosen, jumlah mahasiswa asing dan jumlah dosen bekerja sebagai praktisi di industri minimal enam bulan.

Di bidang proses terdiri atas akreditasi Institusi dan akreditasi program studi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT); pembelajaran daring kerjasama perguruan tinggi, kelengkapan laporan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI). 

Selain itu juga dilihat dari jumlah prodi bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), Non Goverment Organisation (NGO) atau QS Top 100 wCU by subject; Prodi melaksanakan program merdeka belajar dan Mahasiswa mengikuti program Merdeka Belajar.

Kemudian output terdiri atas jumlah artikel ilmiah terindeks per dosen, kinerja penelitian, kinerja kemahasiswaan, jumlah prodi yang terakreditasi/bersertifikasi internasional. Terkahir di outcome terdiri atas kinerja inovasi, persentase lulusan yang memperoleh pekerjaan dalam waktu enam bulan, jumlah sitasi per dosen, jumlah paten per dosen dan juga kinerja pengabdian masyarakat.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020