Sebanyak 55 pegiat sastra Bali modern serentak membaca cerpen dan puisi berbahasa Bali secara daring pada Minggu (16/8) untuk merayakan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

"Sebelumnya sudah ada kegiatan serupa, namun sehari satu pembaca. Yang sekarang serentak dalam sehari dan ini untuk merayakan pembacaan yang ke-100 sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun ke-75 Republik Indonesia," kata I Putu Supartika, penggagas acara itu di Denpasar, Minggu.

Kegiatan yang bertajuk "Maca Cerpen lan Puisi Bali Online Keroyokan" (membaca cerpen dan puisi Bali online keroyokan) ini menurut Supartika, pertama kali terjadi dalam sejarah sastra Bali modern.

"Kegiatan yang digelar ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah digelar sebelumnya yakni membaca cerpen Bali dan yang sudah memasuki edisi ke-99," ujar Supartika.

Dia menambahkan kalau membaca secara langsung, mungkin ada, tetapi tidak sebanyak ini juga. "Untuk online, ini pertama kali dalam sejarah sastra Bali modern, bahkan di Bali ini yang pertama kalinya," katanya.

Baca juga: Pemkab Badung ajak anak muda lestarikan bahasa dan sastra Bali

Supartika mengemukakan acara ini diikuti oleh berbagai kalangan dan kebanyakan dari generasi muda mulai dari penulis, guru, dosen, mahasiswa, jero mangku (tokoh agama), maupun wartawan. "Ini membuktikan bahwa masih ada generasi muda yang peduli dengan sastra Bali modern," ucapnya.

Selama sehari atau 24 jam, para peserta ini bebas membacakan karya sesuai dengan keinginannya masing-masing tanpa dibatasi waktu. Peserta bebas memilih karya yang akan dibacanya, bisa membaca cerpen atau puisi, ataupun cerpen dan puisi sekaligus, dan bisa membaca karya sendiri, maupun karya penulis lain.

Saat membaca, peserta melakukan siaran langsung di akun facebook masing-masing, selain itu ada pula yang melakukan siaran langsung di instagram. Tak ada ketentuan atau kriteria khusus, karena pembaca bisa bebas mengekspresikan karya yang dibacanya.

"Ini sekaligus langkah kami untuk memasyarakatkan bahasa Bali khususnya sastra Bali modern yang kurang dikenal di Bali. Kami juga mengajak peserta untuk tetap tangguh dan produktif berkreasi di tengah pandemi COVID-19, sekaligus memupuk semangat kemerdekaan," ujar Supartika.

Pembacaan secara daring ini dipilih karena saat ini masih dalam masa pandemi COVID-19. Selain itu, juga memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini dan membuktikan bahwa sastra Bali modern tak melulu hadir dalam ruang konvensional, namun bisa hadir di semua ruang termasuk media sosial.

Salah seorang pembaca cerpen secara 'live' dari Jepang, I Kadek Gede Doni Merta Marantika, mengaku sangat antusias mengikuti acara ini apalagi bagi dirinya yang saat ini berada jauh dari Bali dan sekaligus rindu Bali.

Doni membaca cerpen berjudul Sirep Ngajak Meme karya I Gede Putra Ariawan yang berkisah tentang kesetiaan anak kepada ibunya dan ibu-ibu yang lainnya dan selalu mengajak mereka tidur.

Baca juga: Putri Koster inginkan lomba cipta puisi guru secara nasional

"Sebagai orang Bali yang saat ini berada di luar Bali, saya merasa diri saya berada di Bali dengan ikut membaca cerpen berbahasa Bali ini. Saya rindu Bali dan saya mengobatinya dengan membaca karya berbahasa Bali," katanya.

Sementara itu, salah seorang dosen Bahasa dan Sastra Bali Unud, I Gede Gita Purnama Arsa Putra sangat mengapresiasi acara ini. Acara pertama yang ada dalam sejarah sastra Bali modern ini menurutnya perlu terus dilakukan agar bisa memasyarakatkan sastra Balu modern itu sendiri.

Tak hanya itu hal ini juga dinilai menunjukkan bahwa dalam berkarya tak terbatas ruang, waktu, maupun keadaan. "Membaca cerpen secara online melibatkan lebih dari 50 peserta ini sangat fenomenal. Ganas," celoteh Gita Purnama.

"Ini penghargaan besar untuk pangelingsir (tetua) sastra Bali modern seperti Pak Made Sanggra, Pak Nyoman Manda, Pak Djelantik Santha, termasuk Pak Ajip Rosidi yang telah memberikan penghargaan Sastera Rancage bagi penulis sastra daerah," katanya.
 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020