Ketua Kelompok Pembudidaya Karang Hias Nusantara (KPKHN) Agus Joko Supriyatno berharap pemerintah mendukung kegiatan budidaya karang hias tersebut, karena bisa menjadi salah satu sumber devisa negara.

"Kami berkontribusi ke negara cukup besar karena melakukan kegiatan budidaya sesuai aturan pemerintah dan juga bayar pajak. Untuk itu saya berharap pak Menteri Kelautan dan Perikanan peduli dan mendukung kegiatan kami," kata Joko Supriyatno di Denpasar, Kamis.

Ia mengatakan KPKHN juga sanggup untuk menjadi garda terdepan dalam hal perbaikan kerusakan terumbu karang laut di Nusantara.

Agus Joko menjelaskan perkembangan karang hias untuk ekspor sangat potensial dan bagus sekali. Permintaan banyak dari Amerika Serikat, Eropa dan negara lainnya.

"Sebenarnya kami belum bisa memenuhi permintaan ekspor. Permintaan lebih banyak dari yang kita hasilkan. Selama pandemi tidak ada pengaruh cuma ada kendala di pengiriman melalui kargo penerbangan," ucapnya.

Baca juga: BPSPL Denpasar: 30.248 keping karang hias diekspor ke luar negeri

Ia mengatakan untuk ekspor karang hias sudah mulai sejak Januari yang lalu, karena sebelumnya selama dua tahun tidak diizinkan atau ekspor karang hias ditutup. Bahkan nilai ekspor mencapai Rp15 miliar.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan Indonesia punya hampir 400 jenis karang dan seluruh wilayah Indonesia ini punya karang laut yang bagus dan indah.

"Kita punya potensi karang cukup bagus dan indah. Sayangnya potensi karang di Indonesia kita masih belum nomor satu. Potensinya sangat besar, dari harga sudah tinggi," kata Menteri Edhy Prabowo saat kunjungan kerja bertatap muka dengan para nelayan di Pantai Pandawa, Badung, Rabu (12/8).

Ia menyampaikan ke depan akan melakukan terobosan dengan teknologi "tisu culture". Saat ini kebanyakan budidaya karang laut masih menggunakan stek. Bila menggunakan "tisu culture" lebih masif.

“Teknologi ini ada. Mudah-mudahan bisa kita lakukan. Ada ahli yang bilang pakai 'tisu culture' itu cukup dengan satu butir katak debu bisa menghasilkan banyak. Kalau stek kan harus dipotong paling satu bongkah hanya menghasilkan 20 pasang. Tapi dengan 'tisu culture' bisa jutaan pasang," ujarnya.


 

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020