Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dokter Reisa Broto Asmoro mengingatkan masyarakat bahwa obat dexamethasone tidak dapat mencegah infeksi COVID-19 sehingga masyarakat diharapkan tidak mengonsumsinya tanpa pengawasan dari dokter.
"Obat ini (dexamethasone) tidak memiliki khasiat pencegahan, ini bukan penangkal COVID-19, ini bukan vaksin, ini merupakan kombinasi obatan-obatan," kata dia dalam konferensi pers di Graha BNPB yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Dia mengingatkan meski Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sudah merekomendasikan obat itu (dexamethasone), namun hanya untuk kasus konfirmasi COVID-19 yang mengalami gejala berat dan kritis serta membutuhkan alat bantu pernapasan.
Obat itu sendiri direkomendasikan oleh WHO untuk menekan angka kematian dan tidak memiliki dampak atau bukan terapi untuk kasus COVID-19 yang sudah terkonfirmasi dengan gejala ringan atau tanpa gejala.
Baca juga: Ilmuwan Prancis uji penggunaan nikotin guna obat COVID-19
Pemakaian obat-obat steroid untuk COVID-19, kata dia, hanya diperbolehkan dalam pengawasan dokter dan dilakukan di sarana dengan fasilitas memadai yang siap menangani efek samping yang dapat terjadi.
Karena itu, Reisa menegaskan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan memantau peredaran dexamethasone. Dia juga kembali mengingatkan bahwa sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin atau obat yang paten untuk mengobati COVID-19.
Baca juga: Menristek: Indonesia terlibat dalam tiga platform pengembangan vaksin COVID-19
"Meski kita sudah mendengar beberapa berita baik kemajuan dunia kesehatan, baik dalam negeri maupun dari luar negeri di internasional, WHO sampai saat ini belum menentukan obat atau regimen kombinasi pengobatan yang tetap untuk perawatan pasien COVID-19," kata dia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kata dia, kembali mengingatkan masyarakat untuk mengikuti petunjuk dari dokter dan tidak melakukan pengobatan diri sendiri. Dia juga meminta untuk tidak menggunakan obat antibiotik dengan tidak tepat karena bisa menciptakan resistensi tubuh.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Obat ini (dexamethasone) tidak memiliki khasiat pencegahan, ini bukan penangkal COVID-19, ini bukan vaksin, ini merupakan kombinasi obatan-obatan," kata dia dalam konferensi pers di Graha BNPB yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Dia mengingatkan meski Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sudah merekomendasikan obat itu (dexamethasone), namun hanya untuk kasus konfirmasi COVID-19 yang mengalami gejala berat dan kritis serta membutuhkan alat bantu pernapasan.
Obat itu sendiri direkomendasikan oleh WHO untuk menekan angka kematian dan tidak memiliki dampak atau bukan terapi untuk kasus COVID-19 yang sudah terkonfirmasi dengan gejala ringan atau tanpa gejala.
Baca juga: Ilmuwan Prancis uji penggunaan nikotin guna obat COVID-19
Pemakaian obat-obat steroid untuk COVID-19, kata dia, hanya diperbolehkan dalam pengawasan dokter dan dilakukan di sarana dengan fasilitas memadai yang siap menangani efek samping yang dapat terjadi.
Karena itu, Reisa menegaskan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan memantau peredaran dexamethasone. Dia juga kembali mengingatkan bahwa sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin atau obat yang paten untuk mengobati COVID-19.
Baca juga: Menristek: Indonesia terlibat dalam tiga platform pengembangan vaksin COVID-19
"Meski kita sudah mendengar beberapa berita baik kemajuan dunia kesehatan, baik dalam negeri maupun dari luar negeri di internasional, WHO sampai saat ini belum menentukan obat atau regimen kombinasi pengobatan yang tetap untuk perawatan pasien COVID-19," kata dia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kata dia, kembali mengingatkan masyarakat untuk mengikuti petunjuk dari dokter dan tidak melakukan pengobatan diri sendiri. Dia juga meminta untuk tidak menggunakan obat antibiotik dengan tidak tepat karena bisa menciptakan resistensi tubuh.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020