Ritual "Tawur Agung Kesanga" serangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1942 di Pelataran Pura Agung Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali dilakukan dengan sederhana, karena situasi darurat COVID-19. Hal yang sama juga terjadi dalam upacara Tawur Kesanga di Kabupaten Tabanan.
Pewarta Antara di Pura Agung Besakih, Bali, Selasa, melaporkan umat Hindu yang melaksanakan upacara ritual "Tawur Agung Kesanga" tahun ini yang hadir sembahyang umat sedharma sangat terbatas, sebab semua masyarakat mengikuti imbauan dari pemerintah untuk membatasi kerumunan massal (social distancing).
Biasanya pada tahun sebelumnya ritual "Tawur Kesanga" di Pelataran Pura Agung Besakih, ribuan umat Hindu dari pelosok Pulau Dewata berduyun-duyun hadir untuk melakukan doa persembahyangan untuk keselamatan umat dan kedamaian dunia.
Baca juga: Bupati Karangasem resmikan "Public Restroom" bantuan AP I di Parkir Besakih
Bendesa (Ketua) Adat Besakih Jero Mangku Widiarta mengatakan memang pada pelaksanaan rirual "Tawur Agung Kesanga" kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Terutama kehadiran umat Hindu yang sembahyang, karena masyarakat mengikuti imbauan pemerintah untuk membatasi kerumunan masyarakat.
"Dengan demikian umat Hindu pun dalam pelaksanaan ritual ini tidak diwajibkan sembahyang ke Pura Besakih. Namun boleh berdoa dan sembahyang dari rumah masing-masing," ucapnya.
Ia mengatakan terkait dengan serangkaian sesaji yang dipersembahkan tetap dibuat sesuai dengan petunjuk para rohaniawan Hindu yang memimpin upacara ritual tersebut.
Netralkan "Butha"
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Gusti Ngurah Sudiana mengatakan ritual "Tawur Agung Kesanga" merupakan upacara "Bhuta Yadnya" yang bermakna menetralkan (nyomia) butha supaya menjadi Butha Itha yang baik.
Baca juga: Nyepi, Gubernur Bali larang arak-arakan ogoh-ogoh
Melalui acara ritual "Tawur Kesanga" yang dilakukan di Pulau Dewata diharapkan para butha tidak mengganggu kehidupan manusia sehingga kehidupan di muka bumi ini akan berlangsung secara harmonis, aman dan damai.
Tawur Kesanga juga bermakna sebagai simbol pembersihan alam untuk mencapai keseimbangan Makro Kosmos (Bhuana Agung) dan Mikro Kosmos (Bhuana Alit) dan diikuti dengan "Catur Brata Penyepian" (empat pengendalian diri) saat Nyepi.
Pada saat Nyepi ada empat pantangan yang dilakukan umat Hindu yakni pertama, Amati Agni (tidak menyalakan api) artinya secara lahiriah tidak menyalakan api untuk memasak, dan tidak menyalakan lampu penerangan. Kedua, Amati Karya (tidak bekerja) artinya tidak melaksanakan kerja fisik sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Ketiga, Amati Lelungan (tidak bepergian), maksudnya diam sehari semalam di dalam rumah ibarat penyu yang menarik semua organ tubuhnya untuk istirahat. Keempat Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan) artinya tidak menikmati keindahan atau yang mengasyikkan seperti menikmati hiburan musik, lagu, dan yang lain-lainnya. Pikiran dipusatkan ke dalam diri sendiri.
Introspeksi Tabanan
Sementara itu, upacara Tawur Kesanga di Kabupaten Tabanan diawali di Catus Pata Kota Tabanan, yakni di sebelah timur Gedung Kesenian I Ketut Maria Tabanan dan dilanjutkan di perempatan Agung masing-masing Desa Pekraman se-Kabupaten Tabanan (24/3) yang dipuput oleh Tri Sedaka.
Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti mengatakan, pecaruan yang dilakukan secara rutin setiap tahun untuk mengharmonisasikan hubungan manusia dengan alam ini diharapkan menjadi momen introspeksi diri bagi masyarakat Tabanan dalam menghadapi berbagai hal bencana yang melanda akhir-akhir ini yakni mewabahnya virus COVID-19.
Selain usaha-usaha antisipasi dan pencegahan yang telah gencar dilakukan Pemkab Tabanan, melalui Upacara ini, diharapkan juga agar segala bencana tersebut bisa cepat berlalu, sehingga Indonesia, Bali, dan Tabanan khusunya kembali normal.
“Jaga diri dan selalu berdoa. Semoga badai ini cepat berlalu,” kata Bupati Eka.
Sebelum dan sesudah pelaksanaan Upacara Tawur Kesanga dilakukan penyemprotan disinfektan oleh tim Satgas Pemkab Tabanan. Persembahyangan Tawur Agung Kesanga saat itu diberi jarak kurang lebih 1 meter per orang. Dengan tujuan untuk meminimalkan penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Pewarta Antara di Pura Agung Besakih, Bali, Selasa, melaporkan umat Hindu yang melaksanakan upacara ritual "Tawur Agung Kesanga" tahun ini yang hadir sembahyang umat sedharma sangat terbatas, sebab semua masyarakat mengikuti imbauan dari pemerintah untuk membatasi kerumunan massal (social distancing).
Biasanya pada tahun sebelumnya ritual "Tawur Kesanga" di Pelataran Pura Agung Besakih, ribuan umat Hindu dari pelosok Pulau Dewata berduyun-duyun hadir untuk melakukan doa persembahyangan untuk keselamatan umat dan kedamaian dunia.
Baca juga: Bupati Karangasem resmikan "Public Restroom" bantuan AP I di Parkir Besakih
Bendesa (Ketua) Adat Besakih Jero Mangku Widiarta mengatakan memang pada pelaksanaan rirual "Tawur Agung Kesanga" kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Terutama kehadiran umat Hindu yang sembahyang, karena masyarakat mengikuti imbauan pemerintah untuk membatasi kerumunan masyarakat.
"Dengan demikian umat Hindu pun dalam pelaksanaan ritual ini tidak diwajibkan sembahyang ke Pura Besakih. Namun boleh berdoa dan sembahyang dari rumah masing-masing," ucapnya.
Ia mengatakan terkait dengan serangkaian sesaji yang dipersembahkan tetap dibuat sesuai dengan petunjuk para rohaniawan Hindu yang memimpin upacara ritual tersebut.
Netralkan "Butha"
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Gusti Ngurah Sudiana mengatakan ritual "Tawur Agung Kesanga" merupakan upacara "Bhuta Yadnya" yang bermakna menetralkan (nyomia) butha supaya menjadi Butha Itha yang baik.
Baca juga: Nyepi, Gubernur Bali larang arak-arakan ogoh-ogoh
Melalui acara ritual "Tawur Kesanga" yang dilakukan di Pulau Dewata diharapkan para butha tidak mengganggu kehidupan manusia sehingga kehidupan di muka bumi ini akan berlangsung secara harmonis, aman dan damai.
Tawur Kesanga juga bermakna sebagai simbol pembersihan alam untuk mencapai keseimbangan Makro Kosmos (Bhuana Agung) dan Mikro Kosmos (Bhuana Alit) dan diikuti dengan "Catur Brata Penyepian" (empat pengendalian diri) saat Nyepi.
Pada saat Nyepi ada empat pantangan yang dilakukan umat Hindu yakni pertama, Amati Agni (tidak menyalakan api) artinya secara lahiriah tidak menyalakan api untuk memasak, dan tidak menyalakan lampu penerangan. Kedua, Amati Karya (tidak bekerja) artinya tidak melaksanakan kerja fisik sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Ketiga, Amati Lelungan (tidak bepergian), maksudnya diam sehari semalam di dalam rumah ibarat penyu yang menarik semua organ tubuhnya untuk istirahat. Keempat Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan) artinya tidak menikmati keindahan atau yang mengasyikkan seperti menikmati hiburan musik, lagu, dan yang lain-lainnya. Pikiran dipusatkan ke dalam diri sendiri.
Introspeksi Tabanan
Sementara itu, upacara Tawur Kesanga di Kabupaten Tabanan diawali di Catus Pata Kota Tabanan, yakni di sebelah timur Gedung Kesenian I Ketut Maria Tabanan dan dilanjutkan di perempatan Agung masing-masing Desa Pekraman se-Kabupaten Tabanan (24/3) yang dipuput oleh Tri Sedaka.
Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti mengatakan, pecaruan yang dilakukan secara rutin setiap tahun untuk mengharmonisasikan hubungan manusia dengan alam ini diharapkan menjadi momen introspeksi diri bagi masyarakat Tabanan dalam menghadapi berbagai hal bencana yang melanda akhir-akhir ini yakni mewabahnya virus COVID-19.
Selain usaha-usaha antisipasi dan pencegahan yang telah gencar dilakukan Pemkab Tabanan, melalui Upacara ini, diharapkan juga agar segala bencana tersebut bisa cepat berlalu, sehingga Indonesia, Bali, dan Tabanan khusunya kembali normal.
“Jaga diri dan selalu berdoa. Semoga badai ini cepat berlalu,” kata Bupati Eka.
Sebelum dan sesudah pelaksanaan Upacara Tawur Kesanga dilakukan penyemprotan disinfektan oleh tim Satgas Pemkab Tabanan. Persembahyangan Tawur Agung Kesanga saat itu diberi jarak kurang lebih 1 meter per orang. Dengan tujuan untuk meminimalkan penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020