Pasar sarana ritual di wilayah Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali tetap terlihat ramai dengan pembeli menjelang hari suci Nyepi, meskipun ada imbauan pemerintah untuk melaksanakan aktivitas keagamaan di rumah masing-masing untuk mengantisipasi COVID-19.

"Tetap ramai dari beberapa hari lalu. Memang hari ini yang paling ramai, karena sembahyang 'pengerupukan' dilaksanakan sekarang (24/3)," kata salah satu pedagang, Luh Heri Kusuma Dewi (25), di Pasar Anyar, Kota Singaraja, Selasa.

Pascapembatasan gerak masyarakat dan imbauan untuk tinggal di rumah, ia mengaku tetap berdagang di pasar tersebut. Pun demikian, tidak ada penurunan pembeli yang signifikan.

"Saya tetap dagang dan masih ramai yang beli. Memang lebih sepi sedikit dari hari biasa. Namun, tidak terlalu sepi juga," katanya.

Luh Heri mengakui wabah virus COVID-19 ikut mempengaruhi sejumlah harga sarana ritual, terutama sarana pokok seperti canang dan aneka bunga untuk banten/sesaji.

"Bunga rata-rata naik. Hanya bunga jenis pecah seribu yang turun. Bunga-bunga lain yang biasa dijual untuk canang naik semua. Seperti gemitir , sandat, hingga sam-sam," katanya.

Demikian halnya dengan beberapa harga sarana ritual pokok seperti "Pejati" dan juga "caru". "Pejati naik tapi tidak terlalu tinggi. Biasanya harganya Rp12.000, kini bisa mencapai harga sampai Rp15.000.

Pihaknya menganggap kenaikan harga tersebut biasa terjadi menjelang hari-hari besar keagamaan. "Naiknya masih normal-normal saja. Biasa menjelang hari besar seperti Nyepi dan Galungan," katanya.

Ketika ditanya pengaruh wabah virus corona (COVID-19), pihaknya tidak terlalu merespons serius dan menganggap biasa saja. "Kalau itu memang pengaruh tapi tidak terlalu. Kalau pegawai libur. Pedagang harus tetap bekerja. Kalau tidak bekerja tidak makan," katanya.

Sementara itu, pedagang sarana ritual di Pasar Banyuasri, Made Rustini mengakui bahwa memang terjadi penurunan jumlah pembeli jika dibandingkan dengan sebelum merebaknya wabah COVID-19.

"Menurun memang, ada sekitar 15-20 persen. Tapi secara umum tetap ramai. Terlebih menjelang Nyepi dimana hari ini (24/3) sangat padat sejak subuh," ujar dia.

Sementara itu, koresponden Antara di wilayah Kota Singaraja melaporkan beberapa kalangan masyarakat masih tetap melaksanakan ritual "pecaruan" atau ritual sehari menjelang Nyepi, namun dengan jumlah orang yang terbatas.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Buleleng telah mengimbau masyarakat untuk fokus melaksanakan ritual dan persembahyangan di rumah masing-masing. Untuk di Pura (ritual) dilaksanakan oleh para "prajuru" atau petugas dengan jumlah yang telah ditentukan dan protokol khusus guna mengantisipasi COVID-19.

Tawur Gentuh
Sementara itu, Upacara Adat Tawur Gentuh serangkaian Hari Nyepi di Buleleng dilakukan dengan jumlah warga yang terbatas sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19.

Upakara Tawur Gentuh di Catus Pata Agung dipuput oleh Ida Pedanda Mas dari Griya Liligundi, Ida Rsi Bujangga dari Griya Taman Sari Amerta Pemaron, dan Sri Bhagawan Rama Sogata dari Griya Satia Dalem Cili Ularan Sukasada.

Sebagai pelaksana upacara adalah Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna beserta prajuru desa adat Buleleng, Ketua Majelis Desa Adat Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budharsa, perwakilan prajuru desa adat dari tiap kecamatan se-Kabupaten Buleleng, Panitia Pelaksana Upacara Tawur Gentuh, serta Jero Mangku dan Sulinggih yang memimpin jalannya upakara, dipusatkan di Catus Pata Agung Buleleng.

Klian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna mengatakan pembatasan peserta yang mengikuti jalannya persembahyangan ini sesuai dengan imbauan dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Surat Edaran (SE) Gubernur Bali dan disusul dengan SE Bupati Buleleng.

Dalam imbauan tersebut salah satu poin yang ditegaskan bahwa pelaksanaan upacara keagamaan, baik itu melasti/mekiis/melis, tawur kesanga maupun tawur gentuh dilaksanakan dengan hanya melibatkan para petugas pelaksana upacara dalam jumlah yang sangat terbatas.

Menurut Sutrisna, panitia pelaksana dan peserta persembahyangan tawur gentuh di Buleleng sudah menerapkan imbauan dari pemerintah yakni dengan pemakaian masker, menjaga jarak satu sama lain, dan seluruhnya sudah disemprot desinfektan sebelum memulai rangkaian upakara. “Kami sudah menaati imbauan, semoga musibah ini cepat berlalu,” ujarnya.

Terkait dengan sarana upakara kali ini, sesuai dengan kesepakatan bersama, lanjut Sutrisna, dilakukan penambahan pada banten sayut. Pelaksanaan kali ini ditambah dengan sepuluh sayut. Maksud dan tujuan penambahan banten sayut ini untuk menolak bala, mengingat kondisi di masyarakat saat ini sedang dilanda musibah pandemi Covid-19.

Walaupun persembahyangan diikuti oleh peserta yang terbatas, pelaksanaan upakara berjalan lancar. “Upakara yang berlangsung sejak pagi tadi hingga puncaknya di Catus Pata Agung ini berjalan sesuai dengan yang sudah kita jadwalkan,”  tambahnya.

Ketua Majelis Desa Adat Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budharsa mengatakan, segala imbauan yang dikeluarkan baik itu dari pusat, provinsi maupun daerah tentu untuk kebaikan bersama. Seluruh klian desa adat se-Kabupaten Buleleng telah dihimbau untuk memberikan pengertian kepada krama desanya masing-masing.

Selain itu juga, sesuai dengan maklumat yang dikeluarkan oleh Polri bahwa tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya masa baik itu sifatnya budaya, adat ataupun agama harus diperhatikan. “Jika itu dilanggar tentu akan ada sanksi nya, jadi mari kita taati bersama,” ungkapnya.

 

Pewarta: Made Adnyana/BA Purnomo

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020