Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana mengimbau kepada masyarakat di daerah itu untuk tidak melaksanakan pawai ogoh-ogoh pada saat hari "pengerupukan" atau satu hari menjelang Hari Raya Suci Nyepi, sesuai protokol pencegahan COVID-19.
"Hal ini merujuk pada surat dari Dharma Adhyaksa Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat," kata Agus melalui surat edaran yang ditujukan kepada PHDI Kabupaten, Majelis Desa Adat Kabupaten dan lembaga-lembaga adat dan keagamaan lainnya di wilayah itu, Jumat.
Pihaknya juga memberikan imbauan agar pelaksanaan melasti (ritual ke laut menjelang Nyepi) dilaksanakan dengan hanya melibatkan para petugas pelaksana upacara dalam jumlah yang sangat terbatas dengan protokol pencegahan COVID-19 yang telah ditentukan. Minimal dengan menggunakan pengukuran suhu tubuh dan penggunaan cairan pembersih tangan.
Hal yang sama juga berlaku pada saat ritual "Tawur Kesanga" dimana biasanya dilaksanakan oleh seluruh umat. "Umat Hindu yang tidak bertugas cukup melaksanakan persembahyangan dari rumah masing-masing saja," jelasnya.
Selain imbauan mengenai ogoh-ogoh, Bupati yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng itu berharap masyarakat tetap melaksanakan Catur Brata Penyepian atau empat pantangan pada saat hari raya Nyepi yang tepat diperingati pada 25 Maret 2020.
Adapun keempat jenis "catur brata" tersebut yakni "Amati Gni" atau tidak menyalakan api/lampu. "Amati Karya" atau tidak bekerja. "Amati Lelungan" atau tidak bepergian dan amati lelanguan atau tidak bersenang-senang.
Surat edaran bernomor 410/1020/PEM/III/2020 merupakan "update" terbaru dari informasi yang berkembang sebelumnya di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng sempat membatasi pawai Ogoh-ogoh (patung simbol raksasa) yang akan tetap digelar menjelang Hari Raya Nyepi, yakni ogoh-ogoh hanya diarak di Desa Adat atau Banjar Adat masing-masing dan jumlah warga yang mengarak ogoh-ogoh juga dikurangi.
Hal tersebut terungkap dalam keterangan pers dari Humas Pemkab yang menyebutkan hal itu merupakan keputusan bersama dalam rapat koordinasi antara Sekda Buleleng Drs. Gede Suyasa, M.Pd. dengan Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budarsa, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng I Gde Made Metera, dan Ketua MDA Kecamatan se-Buleleng (16/3).
Sementara itu, Ketua DPC Prajaniti Hindu Indonesia Buleleng, Kadek Duwika, S.E.,M.M mengapresiasi langkah Pemda untuk meniadakan pawai ogoh-ogoh mengingat risiko yang tinggi terkait COVID-19.
Pihaknya mengimbau agar semua pihak memaklumi karena hal tersebut diambil murni atas dasar kemanusiaan dan demi kebaikan bersama menghadapi ancaman COVID-19.
"Mari kita hormati kebijakan yang diambil pemerintah dan itu memang ditujukan untuk kebaikan kita bersama," kata Duwika seraya mengajak segenap masyarakat berdoa untuk keselamatan bersama saat hari suci Nyepi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Hal ini merujuk pada surat dari Dharma Adhyaksa Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat," kata Agus melalui surat edaran yang ditujukan kepada PHDI Kabupaten, Majelis Desa Adat Kabupaten dan lembaga-lembaga adat dan keagamaan lainnya di wilayah itu, Jumat.
Pihaknya juga memberikan imbauan agar pelaksanaan melasti (ritual ke laut menjelang Nyepi) dilaksanakan dengan hanya melibatkan para petugas pelaksana upacara dalam jumlah yang sangat terbatas dengan protokol pencegahan COVID-19 yang telah ditentukan. Minimal dengan menggunakan pengukuran suhu tubuh dan penggunaan cairan pembersih tangan.
Hal yang sama juga berlaku pada saat ritual "Tawur Kesanga" dimana biasanya dilaksanakan oleh seluruh umat. "Umat Hindu yang tidak bertugas cukup melaksanakan persembahyangan dari rumah masing-masing saja," jelasnya.
Selain imbauan mengenai ogoh-ogoh, Bupati yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng itu berharap masyarakat tetap melaksanakan Catur Brata Penyepian atau empat pantangan pada saat hari raya Nyepi yang tepat diperingati pada 25 Maret 2020.
Adapun keempat jenis "catur brata" tersebut yakni "Amati Gni" atau tidak menyalakan api/lampu. "Amati Karya" atau tidak bekerja. "Amati Lelungan" atau tidak bepergian dan amati lelanguan atau tidak bersenang-senang.
Surat edaran bernomor 410/1020/PEM/III/2020 merupakan "update" terbaru dari informasi yang berkembang sebelumnya di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng sempat membatasi pawai Ogoh-ogoh (patung simbol raksasa) yang akan tetap digelar menjelang Hari Raya Nyepi, yakni ogoh-ogoh hanya diarak di Desa Adat atau Banjar Adat masing-masing dan jumlah warga yang mengarak ogoh-ogoh juga dikurangi.
Hal tersebut terungkap dalam keterangan pers dari Humas Pemkab yang menyebutkan hal itu merupakan keputusan bersama dalam rapat koordinasi antara Sekda Buleleng Drs. Gede Suyasa, M.Pd. dengan Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budarsa, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng I Gde Made Metera, dan Ketua MDA Kecamatan se-Buleleng (16/3).
Sementara itu, Ketua DPC Prajaniti Hindu Indonesia Buleleng, Kadek Duwika, S.E.,M.M mengapresiasi langkah Pemda untuk meniadakan pawai ogoh-ogoh mengingat risiko yang tinggi terkait COVID-19.
Pihaknya mengimbau agar semua pihak memaklumi karena hal tersebut diambil murni atas dasar kemanusiaan dan demi kebaikan bersama menghadapi ancaman COVID-19.
"Mari kita hormati kebijakan yang diambil pemerintah dan itu memang ditujukan untuk kebaikan kita bersama," kata Duwika seraya mengajak segenap masyarakat berdoa untuk keselamatan bersama saat hari suci Nyepi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020