Anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika mengkhawatirkan pembatalan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional yang menyesuaikan dengan keputusan Mahkamah Agung bisa berdampak menurunnya kualitas pelayanan kesehatan yang diperoleh masyarakat.

"Mau nggak mau pasti pemerintah harus mengikuti itu (pembatalan kenaikan iuran -red), karena itu harus dilaksanakan keputusan dari Mahkamah Agung," kata Pastika saat mengunjungi Rumah Sakit Umum Puri Raharja, di Denpasar, Selasa.

Menurut Pastika, sebelumnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran JKN yang dikelola BPJS Kesehatan karena menghadapi berbagai persoalan terkait kualitas pelayanan, berdasarkan besaran anggaran yang dikelola dari iuran yang disetor peserta.

"Dengan diturunkan lagi (tarifnya), pastinya akan membawa persoalan baru, yang tentu saja pemerintah harus memperhitungkan itu. Misalnya dengan subsidinya diperbanyak, ya berarti akan ada pengeluaran lagi dari pemerintah, apakah akan begitu atau tidak, kita tunggu kebijakan dari pemerintah," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.

Pastika mengemukakan, selama ini dalam rapat hasil reses anggota DPD dari berbagai daerah di Indonesia, semua wakil daerah menyampaikan hal yang sama. "Tidak saja di Bali, semua daerah ribut soal BPJS Kesehatan ini," ucapnya.

Dengan pencabutan atau pembatalan kenaikan iuran JKN, Pastika mengkhawatirkan pelayanan kesehatan semakin kacau karena BPJS Kesehatan dan pihak rumah sakit semakin tekor.

Baca juga: 2020, Bali siapkan lebih dari Rp771 miliar untuk PBI-JKN

Di sisi lain, terkait kunjungannya ke RSU Puri Raharja itu, dia ingin mengetahui perkembangan rumah sakit yang sahamnya dimiliki oleh Pemprov Bali dan Yayasan Kesejahteraan Korpri Bali itu.

"Apalagi setelah adanya penambahan fasilitas gedung baru di bagian utara rumah sakit. Mudah-mudahan bisa segera berfungsi dengan baik untuk kemajuan RS," ujarnya.

Dengan kualitas pelayanan yang baik dan didukung SDM yang mumpuni, Pastika mengusulkan agar RSU Puri Raharja bisa dikembangkan ke kabupaten lainnya, seperti halnya di Kabupaten Karangasem yang hanya memiliki dua RS. "Pelayanan Puri Raharja sudah is the best, sehingga sudah layak untuk mengembangkan sayap," kata anggota Komite II DPD RI itu.

Sementara itu, Direktur Utama RSU Puri Raharja dr Nyoman Sutedja MPH mengatakan pihaknya seringkali kebingungan untuk menyesuaikan dengan sejumlah regulasi di bidang kesehatan yang berubah-ubah.

Sebelumnya saat iuran JKN belum dinaikkan, keterlambatan pembayaran klaim RS dari pihak BPJS Kesehatan bisa hingga tiga bulan. "Kami tiga bulan baru dibayar, memang dimungkinkan untuk meminjam di bank, tetapi itu tentu tidak gratis dan kami akan dikenai bunga bank," ucapnya.

Dalam kesempatan diskusi, Sutedja juga menitipkan pesan kepada anggota DPD RI untuk menyuarakan ke pemerintah agar diadakan perubahan pola tarif untuk pelayanan kesehatan dalam penanganan penyakit.

"Layanan yang harus diberikan sudah ditentukan tarifnya dan harus kami ikuti, tetapi biaya RS terbatas. Belum lagi kami dihadapkan pada penyesuaian kenaikan upah minim kabupaten," ujar mantan Kadis Kesehatan Provinsi Bali itu.

Pihaknya mengharapkan ada insentif pajak yang bisa didapatkan RS swasta di tengah tingginya pajak yang harus dibayar untuk alat-alat medis.

"Untuk biaya pengangkutan limbah medis juga masih kendala, kami harus mengeluarkan Rp57-60 juta dalam sebulan karena bekerja sama dengan pihak swasta dan itu dikirimkan serta diolah di luar Bali," katanya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020