Gianyar (Antara Bali) - Pengamat budaya dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr I Wayan Suarjaya, M.Si, menilai, banyak seni tari dalam aktivitas keagamaan di Bali pementasannya beralih fungsi menjadi seni hiburan atau menjadi profan.

"Padahal seni sakral itu sangat terkait dengan ruang, waktu, dan proses pementasannya sehingga benar-benar bernilai sakral," katanya dalam seminar nasional "Membangun Karakter Anak Bangsa Melahirkan Budaya" di Bentara Budaya Bali di Jalan By Pass Ida Bagus Mantra, Kabupaten Gianyar, Selasa.

Dalam makalah berjudul "Seni Tari Dalam Aktivitas Keagamaan dan Budaya Bali", dia memaparkan seni sakral sangat terkait dengan aktivitas keagamaan yang berfungsi saling melengkapi kegiatan ritual yang digelar umat Hindu.

Dengan demikian, tarian sakral tersebut akan  mempunyai makna memberikan fibrasi dalam penyempurnaan kegiatan ritual, baik yang digelar masyarakat secara perorangan maupun dalam lingkungan desa adat (desa pekraman).

Sebaliknya seni tari itu bisa menjadi sakral dan bermakna, jika pementasannya didukung oleh pelaksanaan upacara keagamaan.

Wayan Suarjaya menambahkan, hal seperti itu sangat penting, mengingat kondisi saat ini antara sakral dan profan sangat berimpitan akibat di Bali secara konseptual setiap aktivitas seni atau kesenian seprofan apa pun selalu diawali dengan proses ritual.

"Jika ingin masih tetap menempatkan kesakralan sebuah kesenian adalah pada waktu pelaksanaan upacara di sebuah pura, sehingga warga lain termasuk wisatawan dapat menyaksikannya asal memenuhi aturan yang berlaku di tempat suci umat Hindu itu," katanya.(T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012