Kepala Biro Multimedia Divhumas Polri Brigjen Pol. Budi Setiawan meminta masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan konten radikal di media sosial.
"Laporkan segera jika menemukan adanya sebaran berita bohong dan kampanye prokhilafah di media sosial," kata Brigjen Pol. Budi melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (23/2).
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Upaya Peran Pers dan Generasi Milenial dalam Membendung Paham Radikalisme.
Baca juga: BNPT harapkan civitas akademika redam radikalisme
Ia juga meminta masyarakat dengan lingkungan sekitarnya saling mengingatkan untuk bersikap bijak dalam menerima informasi.
Guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban akibat gerakan radikalisme, dia menjelaskan bahwa Polri melakukan berbagai upaya pencegahan, pembendungan, dan penegakan hukum.
Dalam kesempatan itu, pihaknya meminta kepada pers mahasiswa untuk memberitakan informasi yang benar dan menolak menyebarkan hoaks.
"Pers Mahasiwa mengajarkan kemampuan menguji setiap informasi yang diterima masyarakat sehingga mampu menolak informasi, menolak menyebarkan, menolak memproduksi segala macam hoaks," katanya.
Ia menambahkan bahwa penyebaran informasi hoaks merupakan salah satu cara untuk menyebarkan paham radikal.
Baca juga: BNPT persoalkan komitmen dan respons kepala daerah cegah terorisme
"Saat ini memanfaatkan era keterbukaan informasi seperti sekarang dengan memproduksi dan menyebarkan hoaks atau berita bohong guna menarik dukungan dengan sasaran masyarakat sebagai penerima berita dan bisa sekaligus berperan sebagai penerus atau bahkan produsen berita," katanya.
Hal tersebut menurutnya bisa terjadi karena literasi (pemahaman) masyarakat tentang pengelolaan informasi masih sangat minim.
"Masyarakat mudah percaya dan memviralkan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi yang berbau agama," katanya.
Kondisi tersebut membuat para radikalis menjadikan hoaks sebagai strategi yang efektif.
Untuk melawan dan membendung hal tersebut, menurutnya mahasiswa yang merupakan agen perubahan dan intelektual berperan penting dalam memublikasikan pengetahuan pengelolaan informasi kepada masyarakat (mahasiswa lainnya) melalui pemberitaan yang mereka publikasikan dalam pers mahasiswa.
Baca juga: Wapres: ada bahan pembelajaran berunsur radikalisme
Ia juga mengingatkan agar pers mahasiswa untuk menggunakan pilihan kata yang baik dalam menyebarkan informasi.
Selain itu, pers mahasiswa diharapkan selalu meningkatkan kompetensi dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik sehingga beritanya berkualitas, termasuk proses produksinya harus sesuai dengan kaidah baku jurnalistik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Laporkan segera jika menemukan adanya sebaran berita bohong dan kampanye prokhilafah di media sosial," kata Brigjen Pol. Budi melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (23/2).
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Upaya Peran Pers dan Generasi Milenial dalam Membendung Paham Radikalisme.
Baca juga: BNPT harapkan civitas akademika redam radikalisme
Ia juga meminta masyarakat dengan lingkungan sekitarnya saling mengingatkan untuk bersikap bijak dalam menerima informasi.
Guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban akibat gerakan radikalisme, dia menjelaskan bahwa Polri melakukan berbagai upaya pencegahan, pembendungan, dan penegakan hukum.
Dalam kesempatan itu, pihaknya meminta kepada pers mahasiswa untuk memberitakan informasi yang benar dan menolak menyebarkan hoaks.
"Pers Mahasiwa mengajarkan kemampuan menguji setiap informasi yang diterima masyarakat sehingga mampu menolak informasi, menolak menyebarkan, menolak memproduksi segala macam hoaks," katanya.
Ia menambahkan bahwa penyebaran informasi hoaks merupakan salah satu cara untuk menyebarkan paham radikal.
Baca juga: BNPT persoalkan komitmen dan respons kepala daerah cegah terorisme
"Saat ini memanfaatkan era keterbukaan informasi seperti sekarang dengan memproduksi dan menyebarkan hoaks atau berita bohong guna menarik dukungan dengan sasaran masyarakat sebagai penerima berita dan bisa sekaligus berperan sebagai penerus atau bahkan produsen berita," katanya.
Hal tersebut menurutnya bisa terjadi karena literasi (pemahaman) masyarakat tentang pengelolaan informasi masih sangat minim.
"Masyarakat mudah percaya dan memviralkan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi yang berbau agama," katanya.
Kondisi tersebut membuat para radikalis menjadikan hoaks sebagai strategi yang efektif.
Untuk melawan dan membendung hal tersebut, menurutnya mahasiswa yang merupakan agen perubahan dan intelektual berperan penting dalam memublikasikan pengetahuan pengelolaan informasi kepada masyarakat (mahasiswa lainnya) melalui pemberitaan yang mereka publikasikan dalam pers mahasiswa.
Baca juga: Wapres: ada bahan pembelajaran berunsur radikalisme
Ia juga mengingatkan agar pers mahasiswa untuk menggunakan pilihan kata yang baik dalam menyebarkan informasi.
Selain itu, pers mahasiswa diharapkan selalu meningkatkan kompetensi dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik sehingga beritanya berkualitas, termasuk proses produksinya harus sesuai dengan kaidah baku jurnalistik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020