Berbagai jenis layanan terapi dan pengobatan tradisional yang bersumber dari lontar Usada dapat dinikmati para pengunjung yang menyaksikan rangkaian kegiatan "Bulan Bahasa Bali 2020" di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Minggu.
"Terapi atau pengobatan tradisional yang bersumber dari berbagai lontar Usada Bali ini sesungguhnya merupakan salah satu implementasi dari penggunaan bahasa, aksara dan sastra Bali," kata Kepala Bidang Dokumentasi dan Kebudayaan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Bagawinata saat berkeliling melihat layanan pengobatan tradisional tersebut.
Menurut Bagawinata, mereka yang akhirnya memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Bali, sebelumnya mau tidak mau tentu harus mempelajari bahasa, aksara dan sastra Bali.
Oleh karena itu, pengobatan tradisional menjadi salah satu rangkaian kegiatan Bulan Bahasa Bali yang berlangsung dari 1-27 Februari di Taman Budaya Denpasar, di samping juga sebelumnya ada Festival Nyurat Lontar, pameran, lomba, diskusi, hingga pergelaran seni.
Terlebih, Pemerintah Provinsi Bali dengan visi "Nangun Sat Kerthi Loka Balinya" memang sedang berupaya membangkitkan warisan pengobatan tradisional Bali yang adiluhung, yang bersumber dari sastra maupun lontar-lontar Usada Bali.
"Terutama kepada generasi milenial, harapan kami mereka juga bisa tertarik untuk menekuni Usada Bali karena banyak juga yang berkaitan dengan metode-metode untuk mengobati diri sendiri sebelum harus berobat ke rumah sakit," ujarnya didampingi Kepala Seksi Inventaris dan Pemeliharaan Dokumentasi Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Made Mahesa Yuma Putra itu.
Sementara itu, Ketua Gotra Pengusada Taru Pramana I Nyoman Sridana mengatakan layanan terapi dan pengobatan tradisional yang dapat dinikmati pengunjung secara gratis itu pihaknya bekerja sama dengan sejumlah komunitas dan yayasan, seperti Dharma Murti, Tim Padma Bhuana, Komunitas Totok Punggung Cabang Bali, Tim IKAYUWEDA, Tim Jro Bayu Gendeng, Tim Herbal Taru Pramana, dan Tim UKM Yoga Kesehatan Kesehatan IHDN Denpasar.
Para pengunjung yang didominasi generasi milenial itu terlihat antusias mencoba sejumlah layanan terapi kesehatan, seperti terapi prana; pijat refleksi mata, telinga, bahu dan lengan; pijat totok punggung; terapi refleksiologi; hingga mandi uap Nadhi Suwedha.
Selain itu, tidak sedikit yang mengantre untuk mendapatkan layanan "tenung wariga dan wacakan wukon" atau ramalan berdasarkan hari kelahiran, ramalan ekonomi, ramalan kesehatan hingga jodoh.
"Dalam acara bakti sosial ini juga disediakan layanan ramalan numerologi hingga ramalan kartu tarot," ujar Sridana sembari mengatakan dalam layanan kali ini juga disiapkan sejumlah ramuan herbal untuk melengkapi terapi yang sudah diterima.
I Wayan Suweta, salah satu penekun atau penyembuh dengan menggunakan terapi prana mengatakan cara memberikan terapi untuk setiap orang berbeda-beda, disesuaikan dengan keluhannya.
"Kami membantu mereka yang merasakan keluhan dengan menggunakan energi dari Ida Hyang Widhi Wasa (Tuhan). Kami mohonkan energi dari Beliau (Tuhan) untuk ditransfer, selain dipadukan dengan teknik pemijatan energi," katanya.
Dengan terapi prana, tidak hanya untuk meringankan atau mengobati sakit yang disebabkan oleh sakit fisik atau medis, bisa juga untuk mengeluarkan sakit yang disebabkan oleh santet, teluh dan teranjana.
"Sakit yang disebabkan oleh 'kiriman' orang itu bisa dikeluarkan dengan metode atau teknik prana ini. Dengan melihat wajah seseorang, kami bisa mengetahui penyakit yang diderita disebabkan karena fisik ataupun kiriman (ilmu hitam-red)," ucap Suweta.
Teknik terapi prana yang telah diaplikasikannya itu dipelajari dari lontar dan juga dipadukan dengan teknik internasional. "Saya sudah malang melintang tidak saja di Bali, tetapi hampir seluruh Indonesia dan terkadang memberikan terapi pada TKI yang bekerja di Hongkong," ujar pria yang sudah 30 tahun menekuni terapi prana itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Terapi atau pengobatan tradisional yang bersumber dari berbagai lontar Usada Bali ini sesungguhnya merupakan salah satu implementasi dari penggunaan bahasa, aksara dan sastra Bali," kata Kepala Bidang Dokumentasi dan Kebudayaan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Bagawinata saat berkeliling melihat layanan pengobatan tradisional tersebut.
Menurut Bagawinata, mereka yang akhirnya memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Bali, sebelumnya mau tidak mau tentu harus mempelajari bahasa, aksara dan sastra Bali.
Oleh karena itu, pengobatan tradisional menjadi salah satu rangkaian kegiatan Bulan Bahasa Bali yang berlangsung dari 1-27 Februari di Taman Budaya Denpasar, di samping juga sebelumnya ada Festival Nyurat Lontar, pameran, lomba, diskusi, hingga pergelaran seni.
Terlebih, Pemerintah Provinsi Bali dengan visi "Nangun Sat Kerthi Loka Balinya" memang sedang berupaya membangkitkan warisan pengobatan tradisional Bali yang adiluhung, yang bersumber dari sastra maupun lontar-lontar Usada Bali.
"Terutama kepada generasi milenial, harapan kami mereka juga bisa tertarik untuk menekuni Usada Bali karena banyak juga yang berkaitan dengan metode-metode untuk mengobati diri sendiri sebelum harus berobat ke rumah sakit," ujarnya didampingi Kepala Seksi Inventaris dan Pemeliharaan Dokumentasi Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Made Mahesa Yuma Putra itu.
Sementara itu, Ketua Gotra Pengusada Taru Pramana I Nyoman Sridana mengatakan layanan terapi dan pengobatan tradisional yang dapat dinikmati pengunjung secara gratis itu pihaknya bekerja sama dengan sejumlah komunitas dan yayasan, seperti Dharma Murti, Tim Padma Bhuana, Komunitas Totok Punggung Cabang Bali, Tim IKAYUWEDA, Tim Jro Bayu Gendeng, Tim Herbal Taru Pramana, dan Tim UKM Yoga Kesehatan Kesehatan IHDN Denpasar.
Para pengunjung yang didominasi generasi milenial itu terlihat antusias mencoba sejumlah layanan terapi kesehatan, seperti terapi prana; pijat refleksi mata, telinga, bahu dan lengan; pijat totok punggung; terapi refleksiologi; hingga mandi uap Nadhi Suwedha.
Selain itu, tidak sedikit yang mengantre untuk mendapatkan layanan "tenung wariga dan wacakan wukon" atau ramalan berdasarkan hari kelahiran, ramalan ekonomi, ramalan kesehatan hingga jodoh.
"Dalam acara bakti sosial ini juga disediakan layanan ramalan numerologi hingga ramalan kartu tarot," ujar Sridana sembari mengatakan dalam layanan kali ini juga disiapkan sejumlah ramuan herbal untuk melengkapi terapi yang sudah diterima.
I Wayan Suweta, salah satu penekun atau penyembuh dengan menggunakan terapi prana mengatakan cara memberikan terapi untuk setiap orang berbeda-beda, disesuaikan dengan keluhannya.
"Kami membantu mereka yang merasakan keluhan dengan menggunakan energi dari Ida Hyang Widhi Wasa (Tuhan). Kami mohonkan energi dari Beliau (Tuhan) untuk ditransfer, selain dipadukan dengan teknik pemijatan energi," katanya.
Dengan terapi prana, tidak hanya untuk meringankan atau mengobati sakit yang disebabkan oleh sakit fisik atau medis, bisa juga untuk mengeluarkan sakit yang disebabkan oleh santet, teluh dan teranjana.
"Sakit yang disebabkan oleh 'kiriman' orang itu bisa dikeluarkan dengan metode atau teknik prana ini. Dengan melihat wajah seseorang, kami bisa mengetahui penyakit yang diderita disebabkan karena fisik ataupun kiriman (ilmu hitam-red)," ucap Suweta.
Teknik terapi prana yang telah diaplikasikannya itu dipelajari dari lontar dan juga dipadukan dengan teknik internasional. "Saya sudah malang melintang tidak saja di Bali, tetapi hampir seluruh Indonesia dan terkadang memberikan terapi pada TKI yang bekerja di Hongkong," ujar pria yang sudah 30 tahun menekuni terapi prana itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020