Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan sebanyak 12 ribu ton buah naga dari Pulau Dewata terancam mengalami gagal ekspor ke China akibat wabah virus corona di Negeri Tirai Bambu itu.
"Padahal sebelumnya dari pihak Karantina sudah ok, sudah melihat kebun-kebun petani kita dan dinyatakan bagus. Saat itu dikatakan tinggal cari waktu untuk ekspor," kata Wisnuardhana, di Denpasar, Jumat.
Selama ini, rata-rata volume ekspor buah naga ke China yang dihasilkan para petani dari daerah Bulian, Kabupaten Buleleng mencapai 12 ribu ton per tahun.
Selain buah naga, lanjut Wisnuardhana, manggis juga merupakan buah dari Bali yang volume ekspor ke China cukup tinggi yakni mencapai 9.000 ton per tahun.
Oleh karena ekspor ke China disetop, pihaknya menyarankan petani untuk menjual ke pasar lokal ataupun dijual antarpulau karena saat ini juga sudah musim panen.
Harga jualnya, kata Wisnuardhana, sudah tentu lebih murah, karena kalau ekspor itu harganya bisa mencapai 10 kali lipat.
"Para petani kita ya menangis dengan kondisi ini. Tetapi mau bagaimana, ini keadaan 'force majeure'. Mudah-mudahan bisa segera selesai wabah corona ini, sehingga ekspor produk pertanian ke China bisa kembali pulih," ujarnya sembari menyebutkan potensi ekspor kopi Bali ke China juga cukup tinggi.
Sebelumnya Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali Wayan Jarta juga mengkhawatirkan adanya kenaikan harga bawang putih di Pulau Dewata akibat penyetopan impor dari China.
"Bawang putih dari China itu selain dari segi kualitasnya bagus, juga didukung harga yang murah," ucapnya.
Dengan adanya penghentian impor bawang putih, maka harga dipastikan mulai naik sebagai akibat sentimen pasar. Apalagi di Bali menjelang Hari Raya Galungan yang kebutuhan akan bumbu dapur juga meningkat.
Untuk di Bali, pihaknya telah berupaya menggandeng para petani untuk menanam bawang putih. Namun, penanaman di Kintamani, Kabupaten Bangli, baru bisa dipanen tiga bulan lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Padahal sebelumnya dari pihak Karantina sudah ok, sudah melihat kebun-kebun petani kita dan dinyatakan bagus. Saat itu dikatakan tinggal cari waktu untuk ekspor," kata Wisnuardhana, di Denpasar, Jumat.
Selama ini, rata-rata volume ekspor buah naga ke China yang dihasilkan para petani dari daerah Bulian, Kabupaten Buleleng mencapai 12 ribu ton per tahun.
Selain buah naga, lanjut Wisnuardhana, manggis juga merupakan buah dari Bali yang volume ekspor ke China cukup tinggi yakni mencapai 9.000 ton per tahun.
Oleh karena ekspor ke China disetop, pihaknya menyarankan petani untuk menjual ke pasar lokal ataupun dijual antarpulau karena saat ini juga sudah musim panen.
Harga jualnya, kata Wisnuardhana, sudah tentu lebih murah, karena kalau ekspor itu harganya bisa mencapai 10 kali lipat.
"Para petani kita ya menangis dengan kondisi ini. Tetapi mau bagaimana, ini keadaan 'force majeure'. Mudah-mudahan bisa segera selesai wabah corona ini, sehingga ekspor produk pertanian ke China bisa kembali pulih," ujarnya sembari menyebutkan potensi ekspor kopi Bali ke China juga cukup tinggi.
Sebelumnya Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali Wayan Jarta juga mengkhawatirkan adanya kenaikan harga bawang putih di Pulau Dewata akibat penyetopan impor dari China.
"Bawang putih dari China itu selain dari segi kualitasnya bagus, juga didukung harga yang murah," ucapnya.
Dengan adanya penghentian impor bawang putih, maka harga dipastikan mulai naik sebagai akibat sentimen pasar. Apalagi di Bali menjelang Hari Raya Galungan yang kebutuhan akan bumbu dapur juga meningkat.
Untuk di Bali, pihaknya telah berupaya menggandeng para petani untuk menanam bawang putih. Namun, penanaman di Kintamani, Kabupaten Bangli, baru bisa dipanen tiga bulan lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020