Peneliti TCSC IAKMI Ridhwan Fauzi mengatakan peningkatan prevalensi perokok anak diduga karena paparan iklan rokok yang masif di berbagai media.
"Beberapa penelitian yang pernah dilakukan memang menemukan hubungan sebab akibat antara iklan, promosi, dan sponsor rokok dengan prevalensi perokok," kata peneliti Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) Ridhwan Fauzi dalam Simposium "Pelarangan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok Menyeluruh untuk Mengurangi Konsumsi Rokok di Kalangan Remaja" di arena Kongres Nasional Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) di Denpasar, Bali, Sabtu.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok biasa pada penduduk usia 10 tahun hingga 18 tahun adalah 9,1 persen, meningkat bila dibandingkan 2013 yang ada pada angka 7,2 persen. Padahal, pemerintah Indonesia menargetkan penurunan prevalensi perokok anak.
Ridhwan mengatakan paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok diterima secara berbeda antara kelompok yang berbeda. Pada usia anak dan remaja, iklan, promosi, dan sponsor rokok bisa mendorong mereka untuk mencoba-coba rokok.
"Sementara itu pada kelompok perokok yang ingin berhenti merokok, paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok menurunkan motivasi mereka, sedangkan terhadap mantan perokok, iklan, promosi, sponsor rokok bisa mendorong mereka untuk kembali merokok," tuturnya.
Baca juga: GANI-KABAR edukasi pencegahan penyalahgunaan rokok elektrik
Ridhwan mengatakan di Indonesia industri rokok tidak dilarang beriklan di berbagai saluran dengan berbagai bentuk, meskipun ada pembatasan.
Menurut penelitian TCSC IAKMI pada 2017, paparan iklan rokok terbanyak berasal dari televisi dan berbagai media luar griya seperti banner, billboard, dan poster.
"Di saat semua saluran iklan lebih banyak memapar orang dewasa, ternyata iklan rokok di internet lebih banyak memapar anak-anak dan remaja," katanya.
Baca juga: Pakar: Saatnya Bali pelopori kajian ilmiah tembakau ramah kesehatan
Ridhwan menjadi salah satu narasumber dalam simposium yang diadakan Tobacco Control Support Center-IAKMI (TCSC IAKMI) di arena Kongres Nasional IAKMI di Sanur, Denpasar, Bali.
Selain RIdhwan, narasumber lainnya adalah Deputi Direktur Regional The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) Asia Pasifik Tara Singh Bam, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Rizkiyana Sukandhi Putra, Kepala Subbagian Penyusunan Rancangan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika Denden Imadudin Soleh , dan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.
Baca juga: Pemkab Klungkung larang promosi rokok
Dalam simposium tersebut, Tara Singh Bam mengatakan iklan rokok berhubungan dengan peningkatan konsumsi rokok karena merupakan bagian pemasaran dari industri rokok untuk meraup keuntungan tanpa peduli dengan kesehatan masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Beberapa penelitian yang pernah dilakukan memang menemukan hubungan sebab akibat antara iklan, promosi, dan sponsor rokok dengan prevalensi perokok," kata peneliti Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) Ridhwan Fauzi dalam Simposium "Pelarangan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok Menyeluruh untuk Mengurangi Konsumsi Rokok di Kalangan Remaja" di arena Kongres Nasional Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) di Denpasar, Bali, Sabtu.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok biasa pada penduduk usia 10 tahun hingga 18 tahun adalah 9,1 persen, meningkat bila dibandingkan 2013 yang ada pada angka 7,2 persen. Padahal, pemerintah Indonesia menargetkan penurunan prevalensi perokok anak.
Ridhwan mengatakan paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok diterima secara berbeda antara kelompok yang berbeda. Pada usia anak dan remaja, iklan, promosi, dan sponsor rokok bisa mendorong mereka untuk mencoba-coba rokok.
"Sementara itu pada kelompok perokok yang ingin berhenti merokok, paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok menurunkan motivasi mereka, sedangkan terhadap mantan perokok, iklan, promosi, sponsor rokok bisa mendorong mereka untuk kembali merokok," tuturnya.
Baca juga: GANI-KABAR edukasi pencegahan penyalahgunaan rokok elektrik
Ridhwan mengatakan di Indonesia industri rokok tidak dilarang beriklan di berbagai saluran dengan berbagai bentuk, meskipun ada pembatasan.
Menurut penelitian TCSC IAKMI pada 2017, paparan iklan rokok terbanyak berasal dari televisi dan berbagai media luar griya seperti banner, billboard, dan poster.
"Di saat semua saluran iklan lebih banyak memapar orang dewasa, ternyata iklan rokok di internet lebih banyak memapar anak-anak dan remaja," katanya.
Baca juga: Pakar: Saatnya Bali pelopori kajian ilmiah tembakau ramah kesehatan
Ridhwan menjadi salah satu narasumber dalam simposium yang diadakan Tobacco Control Support Center-IAKMI (TCSC IAKMI) di arena Kongres Nasional IAKMI di Sanur, Denpasar, Bali.
Selain RIdhwan, narasumber lainnya adalah Deputi Direktur Regional The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) Asia Pasifik Tara Singh Bam, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Rizkiyana Sukandhi Putra, Kepala Subbagian Penyusunan Rancangan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika Denden Imadudin Soleh , dan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.
Baca juga: Pemkab Klungkung larang promosi rokok
Dalam simposium tersebut, Tara Singh Bam mengatakan iklan rokok berhubungan dengan peningkatan konsumsi rokok karena merupakan bagian pemasaran dari industri rokok untuk meraup keuntungan tanpa peduli dengan kesehatan masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019