Kementerian Komunikasi dan Informartika (Kemenkominfo) menyelenggarakan kegiatan sosialisasi regulasi bidang komunikasi dan informatika dengan tema "Regulasi Adaptif untuk Mewujudkan Pelayanan Publik yang Efektif" di Bali.
Sekretaris Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo, Sumiati di Kuta, Bali, Jumat, mengatakan kegiatan ini selaras dengan tugas Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik yang diamanahkan oleh negara melalui peraturan perundang-undangan untuk mengelola komunikasi publik, termasuk mendiseminasikan program dan kebijakan pemerintah yang dimanifestasikan lewat penyusunan regulasi.
"Ada dua regulasi yang disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang baru saja diterbitkan dan kami pandang cukup strategis bagi para pemangku kepentingan," katanya.
Pertama, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika yang ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2019.
Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 2019.
Penyusunan Peraturan Menteri ini telah melalui proses yang panjang. Para kepala dinas yang hadir dalam sosialisasi ini pernah terlibat dalam berbagai di kursus terkait substansi Peraturan Menteri tersebut.
Baca juga: Menkominfo: butuh hukuman perdata untuk platform media sosial
Ia mengatakan perumusan Peraturan Menteri tersebut memang diwarnai banyak perdebatan karena kompleksnya permasalahan yang harus diselesaikan dan diakomodasikan jalan keluarnya, baik permasalahan benturan fungsi antar-nomenklatur pemerintah, polemik terkait penganggaran lembaga kuasi negara yang ada di daerah dan lain-lain. Hal ini telah menyita waktu yang cukup panjang hingga akhirnya regulasi ini dapat diterbitkan.
"Kami menyadari, ada kelebihan dan kekurangan dari regulasi ini. Namun, yang pasti penyusun/pemrakarsa telah mencurahkan ikhtiar yang terbaik dalam menyusunnya. Harapan kami, Peraturan Menteri ini dapat memberikan kepastian hukum dan mendukung terwujudnya penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang komunikasi dan informatika yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, khususnya di daerah," ucapnya.
Menurut Sumiati, problematika yang hendak diselesaikan oleh regulasi ini juga tidak kalah kompleksnya. Setidak-tidaknya ada dua isu yang menjadi sorotan publik belakangan ini. Pertama, terkait pusat data. Kedua, terkait perlindungan data pribadi.
Ia menjelaskan, baik data center, maupun pelindungan data pribadi merupakan dua aspek fundamental yang akan mendukung Indonesia menjadi pusat ekonomi digital dunia sebagaimana diharapkan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Oleh sebagian pihak, kata Suamiati, PP PSTE itu dianggap longgar apabila dibandingkan dengan regulasi sebelumnya karena tidak lagi mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik swasta untuk menempatkan data center-nya di dalam negeri.
Namun, kelonggaran tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengundang pelaku bisnis digital di dunia untuk datang ke Indonesia. Pelaku bisnis tersebut biasanya akan berpikir ekonomis dan efisien. Apabila mereka membuka layanan bisnis di Indonesia, maka dengan pertimbangan efisiensi, mereka akan menempatkan data center-nya di Indonesia pula.
"Meski ada kemudahan, pemerintah tidak abai terhadap aspek keamanan. Hal ini ditempuh dengan mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menerapkan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam beberapa norma dalam PP PSTE ini," ucapnya.*
Baca juga: Soal peretasan WhatsApp, Kominfo gandeng BSSN
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Sekretaris Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo, Sumiati di Kuta, Bali, Jumat, mengatakan kegiatan ini selaras dengan tugas Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik yang diamanahkan oleh negara melalui peraturan perundang-undangan untuk mengelola komunikasi publik, termasuk mendiseminasikan program dan kebijakan pemerintah yang dimanifestasikan lewat penyusunan regulasi.
"Ada dua regulasi yang disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang baru saja diterbitkan dan kami pandang cukup strategis bagi para pemangku kepentingan," katanya.
Pertama, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika yang ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2019.
Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 2019.
Penyusunan Peraturan Menteri ini telah melalui proses yang panjang. Para kepala dinas yang hadir dalam sosialisasi ini pernah terlibat dalam berbagai di kursus terkait substansi Peraturan Menteri tersebut.
Baca juga: Menkominfo: butuh hukuman perdata untuk platform media sosial
Ia mengatakan perumusan Peraturan Menteri tersebut memang diwarnai banyak perdebatan karena kompleksnya permasalahan yang harus diselesaikan dan diakomodasikan jalan keluarnya, baik permasalahan benturan fungsi antar-nomenklatur pemerintah, polemik terkait penganggaran lembaga kuasi negara yang ada di daerah dan lain-lain. Hal ini telah menyita waktu yang cukup panjang hingga akhirnya regulasi ini dapat diterbitkan.
"Kami menyadari, ada kelebihan dan kekurangan dari regulasi ini. Namun, yang pasti penyusun/pemrakarsa telah mencurahkan ikhtiar yang terbaik dalam menyusunnya. Harapan kami, Peraturan Menteri ini dapat memberikan kepastian hukum dan mendukung terwujudnya penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang komunikasi dan informatika yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, khususnya di daerah," ucapnya.
Menurut Sumiati, problematika yang hendak diselesaikan oleh regulasi ini juga tidak kalah kompleksnya. Setidak-tidaknya ada dua isu yang menjadi sorotan publik belakangan ini. Pertama, terkait pusat data. Kedua, terkait perlindungan data pribadi.
Ia menjelaskan, baik data center, maupun pelindungan data pribadi merupakan dua aspek fundamental yang akan mendukung Indonesia menjadi pusat ekonomi digital dunia sebagaimana diharapkan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Oleh sebagian pihak, kata Suamiati, PP PSTE itu dianggap longgar apabila dibandingkan dengan regulasi sebelumnya karena tidak lagi mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik swasta untuk menempatkan data center-nya di dalam negeri.
Namun, kelonggaran tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengundang pelaku bisnis digital di dunia untuk datang ke Indonesia. Pelaku bisnis tersebut biasanya akan berpikir ekonomis dan efisien. Apabila mereka membuka layanan bisnis di Indonesia, maka dengan pertimbangan efisiensi, mereka akan menempatkan data center-nya di Indonesia pula.
"Meski ada kemudahan, pemerintah tidak abai terhadap aspek keamanan. Hal ini ditempuh dengan mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menerapkan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam beberapa norma dalam PP PSTE ini," ucapnya.*
Baca juga: Soal peretasan WhatsApp, Kominfo gandeng BSSN
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019