Sebanyak 103 seniman lintas rupa terlibat menyuguhkan beragam karya seni bernuansa modern dan kontemporer dengan tema "Tanah, Air dan Ibu" dalam Pameran Bali Megarupa yang diadakan pada sejumlah tempat mulai dari 22 Oktober hingga 9 November 2019.
"Pameran Bali Megarupa ini dapat menjadi sebuah wadah untuk menampung seluruh potensi seni rupa multipasek artinya berbagai sudut seni rupa kita tampung di dalam acara yang namanya Bali Megarupa ini," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Wayan Adnyana, di Denpasar, Jumat.
Wayan Adnyana mengatakan acara ini sekaligus menjawab dari aspirasi yang sudah diungkapkan oleh para perupa untuk kemudian Pemerintah menghadirkan potensi seni rupa dan capaiannya. Seperti karya seni lukis, karya seni patung, karya instalasi video art maupun karya - karya eksperimental lainnya.
Dengan tema "Tanah, Air dan Ibu" yang memiliki empat pendekatan di dalam menggambarkan dinamika seni rupa Bali dari tradisi hingga kontemporer yaitu Hulu, Arus, Campuhan dan Muara, pameran dilaksanakan di empat tempat yakni Museum Puri Lukisan, Museum Seni Neka, Museum ARMA dan Bentara Budaya Bali.
Dengan masing - masing jumlah perupa di antaranya, untuk Hulu terdapat 25 perupa, Arus dengan 27 perupa, Campuhan dengan 22 perupa dan Muara dengan 29 perupa.
Kegiatan ini juga turut dikreasi oleh empat kurator yaitu Wayan Sujana Suklu, Warih Wisatsana, Made Susanta Dwitanaya dan Wayan Jengki Sunarta.
"Tentu ini menjadi salah satu program untuk menerjemahkan visi pemajuan bidang kebudayaan, khususnya seni rupa dalam kerangka pola pembangunan semesta berencana Provinsi Bali (Nangun Sat Kerthi Loka Bali)," jelasnya.
Ia menjelaskan Pameran Bali Megarupa juga sekaligus menampung keseluruhan khasanah ekspresi kreativitas perupa Bali, dengan harapan dapat menjadi ruang yang kemudian ditunggu-tunggu setiap tahunnya baik oleh perupa senior maupun pemuda.
Baca juga: 12 Oktober-13 Januari, pameran "Art Bali" edisi kedua usung tema "Speculative Memories"
Wayan Adnyana menuturkan sekitar tahun 1980an beberapa daerah di Bali seperti Ubud, Batuan dan Denpasar sudah menjadi etalase dari karya-karya perupa nasional dan internasional.
Salah satunya, seniman Affandi Koesoema dan Hendra Gunawan hingga bermukim di Bali dalam jangka waktu yang cukup lama.
"Nah karya mereka memang menjadi perhatian dunia karena dipamerkan dan berkualitas di Bali jadi aura dan posisi penting Bali itu lambat laun menjadi hilang terutama di tahun 90-an,"katanya.
Menurutnya, Bali menjadi kehilangan posisi sebagai perhelatan seni nasional karena satunya memang tidak ada proaktif dan kurangnya peran pemerintah secara serius untuk mewadahi kreativitas seni rupa ini.
"Nah tentu rintisan kehadiran even Bali Megarupa ini setidak-tidaknya memberikan jawaban dan menjadi titik-titik musim semi baru untuk kemudian ruang ekspresi Ruang pameran bagi potensi seni rupa Bali yang luar biasa," ucapnya.
Baca juga: Kepala Bekraf resmikan Rumah Arie Smit dan pameran lukisan di Ubud
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Pameran Bali Megarupa ini dapat menjadi sebuah wadah untuk menampung seluruh potensi seni rupa multipasek artinya berbagai sudut seni rupa kita tampung di dalam acara yang namanya Bali Megarupa ini," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Wayan Adnyana, di Denpasar, Jumat.
Wayan Adnyana mengatakan acara ini sekaligus menjawab dari aspirasi yang sudah diungkapkan oleh para perupa untuk kemudian Pemerintah menghadirkan potensi seni rupa dan capaiannya. Seperti karya seni lukis, karya seni patung, karya instalasi video art maupun karya - karya eksperimental lainnya.
Dengan tema "Tanah, Air dan Ibu" yang memiliki empat pendekatan di dalam menggambarkan dinamika seni rupa Bali dari tradisi hingga kontemporer yaitu Hulu, Arus, Campuhan dan Muara, pameran dilaksanakan di empat tempat yakni Museum Puri Lukisan, Museum Seni Neka, Museum ARMA dan Bentara Budaya Bali.
Dengan masing - masing jumlah perupa di antaranya, untuk Hulu terdapat 25 perupa, Arus dengan 27 perupa, Campuhan dengan 22 perupa dan Muara dengan 29 perupa.
Kegiatan ini juga turut dikreasi oleh empat kurator yaitu Wayan Sujana Suklu, Warih Wisatsana, Made Susanta Dwitanaya dan Wayan Jengki Sunarta.
"Tentu ini menjadi salah satu program untuk menerjemahkan visi pemajuan bidang kebudayaan, khususnya seni rupa dalam kerangka pola pembangunan semesta berencana Provinsi Bali (Nangun Sat Kerthi Loka Bali)," jelasnya.
Ia menjelaskan Pameran Bali Megarupa juga sekaligus menampung keseluruhan khasanah ekspresi kreativitas perupa Bali, dengan harapan dapat menjadi ruang yang kemudian ditunggu-tunggu setiap tahunnya baik oleh perupa senior maupun pemuda.
Baca juga: 12 Oktober-13 Januari, pameran "Art Bali" edisi kedua usung tema "Speculative Memories"
Wayan Adnyana menuturkan sekitar tahun 1980an beberapa daerah di Bali seperti Ubud, Batuan dan Denpasar sudah menjadi etalase dari karya-karya perupa nasional dan internasional.
Salah satunya, seniman Affandi Koesoema dan Hendra Gunawan hingga bermukim di Bali dalam jangka waktu yang cukup lama.
"Nah karya mereka memang menjadi perhatian dunia karena dipamerkan dan berkualitas di Bali jadi aura dan posisi penting Bali itu lambat laun menjadi hilang terutama di tahun 90-an,"katanya.
Menurutnya, Bali menjadi kehilangan posisi sebagai perhelatan seni nasional karena satunya memang tidak ada proaktif dan kurangnya peran pemerintah secara serius untuk mewadahi kreativitas seni rupa ini.
"Nah tentu rintisan kehadiran even Bali Megarupa ini setidak-tidaknya memberikan jawaban dan menjadi titik-titik musim semi baru untuk kemudian ruang ekspresi Ruang pameran bagi potensi seni rupa Bali yang luar biasa," ucapnya.
Baca juga: Kepala Bekraf resmikan Rumah Arie Smit dan pameran lukisan di Ubud
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019