Kasus stunting (kekerdilan) di Kabupaten Buleleng, Bali, cukup tinggi yakni pada tahun 2015 terdapat 25,3 persen, pada 2016 sebanyak 24,2 persen, dan pada 2017 sebanyak 29 persen dari jumlah balita yang terhitung saat itu.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Singaraja, Sabtu, Wakil Bupati (Wabup) Buleleng, Nyoman Sutjidra mengakui Pemkab Buleleng sendiri telah menangani kasus stunting sejak 2017 dengan melibatkan seluruh elemen, termasuk melakukan deteksi dini serta mengedepankan peran posyandu di 148 desa.

"Dengan demikian hingga kini penderita stunting hanya tercatat 34 orang atau 28 persen dan terus akan ditekan dengan mengintensifkan program Indonesia sehat," katanya saat menghadiri acara penilaian kegiatan Kesatuan Gerak PKK-KKBPK-Kesehatan tingkat Kabupaten Buleleng (19/9).

Menurut dia, stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan anak memiliki postur tubuh pendek, jauh dari rata-rata anak lain di usia sepantaran. Tanda-tanda stunting biasanya baru akan terlihat saat anak berusia dua tahun.

Oleh karena itu, Wabup Sutjidra mengimbau seluruh Kepala Desa di Kabupaten Buleleng, agar mengalokasikan dana untuk kesehatan, terutama untuk program penekanan kasus stunting di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, yang menjadi lokasi penilaian kasus itu.

Baca juga: Pemprov Bali lakukan penilaian kinerja pemkab turunkan "stunting" balita
Baca juga: Wapres Pimpin Rapat Penanganan Kurang Gizi Kronis

Sutjidra mengaku, pihaknya selalu melakukan sosialisasi tentang stunting di setiap kegiatan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemkab Buleleng. "Penekanannya, penyandang stunting bisa dilakukan dengan pencegahan dini," ujarnya.

Pencegahan dini dalam kasus kekerdilan/stunting itu bisa dimulai dari konseling kesehatan remaja yang dilakukan oleh petugas kesehatan desa yang menjadi lini terdepan untuk mendeteksi dini kesehatan janin dan bayi yang sudah lahir.

Baca juga: Bupati: 143 anak Bangli terkena stunting/kekerdilan
Baca juga: Ratusan kader Posyandu Gianyar tindak lanjuti temuan "stunting"

Sementara itu, Kepala Desa Tajun, Gede Ardana menyebutkan Desa Tajun sudah "bersih" dari penyandang stunting, dengan pencegahan stunting sejak dari kegiatan Posyandu, dan kegiatan kesehatan lainnya.

"Dengan adanya aturan Pemerintah tentang Dana Desa tahun 2020 yang harus menyisihkan 30 persen dari dana desa untuk pencegahan stunting, maka kami akan lebih serius lagi memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat," terangnya.

Baca juga: Bupati Karangasem gaungkan "Germas HS" cegah kekerdilan/stunting
Baca juga: Badung canangkan "Garba Sari" demi cegah "stunting"

Menurut dia, dana tersebut akan dialokasikan untuk menyiapkan makanan tambahan yang lebih berkualitas, penyiapan bidan desa yang lebih banyak, bila perlu membuat poliklinik desa yang akan dikelola oleh BUMDes, sehingga bisa menciptakan SDM yang baik dan berkualitas.

Baca juga: Kader Posyandu Gianyar dilatih penganekaragaman pangan di desa "locus stunting"
Baca juga: Gianyar cegah "stunting" secara konvergensi
 

Pewarta: Made Adnyana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019