Peneliti sosial vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengatakan membangun budaya literasi hendaknya dimulai dari generasi termuda saat ini melalui pendidikan sejak dini seperti PAUD dan TK.

"Karena kalau mengandalkan generasi sekarang sulit, pengaruh budaya visual yang sangat kuat saat ini apalagi mereka tidak melalui masa-masa budaya membaca," kata Devie saat dihubungi, Minggu malam.

Ia mengatakan secara historis masyarakat Indonesia adalah masyarakat pendongeng. Artinya masyarakat dengan oral culture yang sangat kuat, budaya bicara yang sangat kuat, lalu masyarakat Indonesia mengalami lompatan tiba-tiba sekarang masuk ke peradaban digital.

Dari peradaban dogeng ke peradaban digital membuat masyarakat Indonesia belum pernah melewati masa peradaban membaca atau berfikir kritis yang sudah dialami oleh masyarakat Eropa.

"Nah kalau kemudian sekarang ada upaya merangsang literasi masyarakat untuk membaca dengan adanya pojok membaca dan sebagainya, tantangannya akan sangat kuat," katanya.

Ia menjelaskan, kehadiran pojok membaca ini belum bisa dirasakan manfaatnya sekarang, karena perlu dibangun dulu dengan generasi yang lebih muda untuk terbiasa membaca.

"Kalau generasi yang mau didorong munculkan budaya literasi tapi tidak dak melewati masa-masa peradaban membaca itu akan sulit," katanya.

Alasannya, kata Devi, ketiga generasi sekarang yang kebanyakan para pekerja melihat ponsel karena kebutuhan akan hiburan. "Hiburan yang murah di tengah tuntutan yang sangat berat, kita tidak jadikan membaca itu sebagai bagian dari liburan," katanya.

Baca juga: Pemerintah ajak para millenials kerja sama lakukan literasi publik

Ia mencontohkan, masyarakat di negara Barat menjadikan membaca sebagai liburan paling murah untuk melepaskan kepenatannya. Bacaan yang dibaca seperti novel dan sebagainya tergantung kegemaran masing-masing.

"Di negara kita sulit, apalagi budaya visual begitu kuat. Kita ini populasi negara terbesar penonton youtube di dunia loh," katanya.

Devie mengartikan, daya pikat komunikasi visual akan sangat sulit ditandingi. Karena itu budaya literasi harus dimulai dengan generasi sangat muda.

Sebagai contoh Finlandia yang berhasil membangun vaksin antik hoaks. Imunisasi dilakukan mulai dari PAUD dan pejuang utamanya adalah guru TK.

"Jadi tradisi kesadaran untuk membaca tidak hadir tiba-tiba. Yang namanya budaya itu adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan terus menerus. Jadi kalau bicara kebiasaan harus dilakukan eksperiensnya, gimana mau suka baca kalau pengalaman membacanya saja tidak pernah," kata Devie.

Devie juga mengingatkan membangun budaya membaca juga perlu dukungan pemerintah seperti di Inggris.

Buku di Inggris dijual dengan harga murah dirancang dengan kualitas bagus dan tampilan menarik bagi masyarakat untuk membaca.

"Bukan salah pebisnis (percetakannya) tapi pemerintah harus memberikan subsidi dan anak-anak dari mulai PAUD sampai SD tidak boleh dikenalkan dengan gadget," kata Devie.

Baca juga: Disperindag adakan "Denpasar Book Fair 2019"


#RuangBacaJakarta
Sementara itu, bertepatan dengan Hari Literasi Internasional Pemerintah DKI Jakarta meluncurkan ruang membaca buku serta turut langsung dalam kampanye #RuangBacaJakarta di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu pagi.

Gubernur Anies Basweda menjelaskan tujuan gerakan #RuangBacaJakarta adalah meningkatkan literasi masyarakat. Fasilitas ruang membaca buku yang telah dihadirkan di tengah padatnya aktivitas masyarakat Ibu Kota diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk gemar membaca.

"Saya tadi baca buku kisah-kisah inspiratif, kumpulan dari Kantor Berita Antara. Jadi kita hari ini meluncurkan ruang baca buku di stasiun MRT. Tadi kita mulai di stasiun Bundaran HI dan sekarang kita di Lebak Bulus, di sini juga ada,” kata Anies dalam keterangan pers di Jakarta.

Gubernur Anies menjelaskan tujuan gerakan #RuangBacaJakarta adalah meningkatkan literasi masyarakat dan fasilitas ruang membaca buku yang dihadirkan di tengah padatnya aktivitas masyarakat Ibu Kota diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk membaca.

“Tujuan kita adalah membangun gerakan baca buku. Kita menyadari pentingnya literasi bagi semua masyarakat, apalagi di kota seperti Jakarta di mana kita menjadi bagian dari kota global. Untuk bisa maju berkembang maka warga harus bisa menjadi warga yang memiliki tingkat literasi tinggi. Salah satunya adalah dengan kegemaran membaca,” paparnya

Penumpang yang berminat untuk membaca buku yang disediakan di ruang baca tidak harus membaca buku pilhannya di lokasi tersebut. Penumpang bisa membawa dan menikmati buku pilihan mereka sambil menikmati perjalanan dengan MRT dan buku tersebut bisa dikembalikan di rak-rak buku yang tersedia di stasiun tujuan.

Baca juga: Perpustakaan Nasional promosikan gemar baca di Badung

Anies mengatakan kemudahan itu diberikan agar warga terbiasa membaca buku dan menjadi sebuah kebiasaan dalam keseharian warga Jakarta. “Kita ingin agar membaca menjadi kebiasaan. Waktu longgar untuk membaca dan di perjalanan itu kesempatan bagi kita baca bacaan ringan seperti ini yang tadi saya baca. Ini bukan bacaan panjang karena ini kumpulan cerita pendek,” tambahnya.

Anies juga menyambut baik jika ada anggota masyarakat yang ingin menyumbangkan bukunya ke pihak MRT. “Kita sambut baik kalau masyarakat mau menyumbangkan buku tapi pesan saya sumbang bukunya yang memang bisa leluasa dibaca pada waktu pendek karena durasi peminjaman sebentar,” pesannya.

Meski baru tersedia di stasiun MRT, Anies berharap nantinya gerakan #RuangBacaJakarta bisa diperluas ke berbagai ruang publik atau fasilitas umum di Jakarta.

“Kita berharap nantinya di berbagai tempat di Jakarta, termasuk halte bis kita akan dorong lebih banyak rak buku untuk masyarakat baca,” pungkasnya.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019