Bangli (Antara Bali) - Masyarakat di Desa Gede, Kecataman Kintamani, Kabupaten Bangli, menggelar tradisi "perang suren" dengan diikuti pemuda yang sudah beranjak dewasa.

"Perang suren ini mirip dengan perang pandan yang ada di Karangasem dan perang pelepah pisang di Desa Pengotan, Kabupaten Bangli," kata Ketua Adat Bayung Gde, Jro Kubayan Nyoman Tabeng, Minggu.  

Ia mengatakan, yang membedakan tradisi perang itu adalah alat yang digunakan. Kalau di Tenganan, Kabupaten Karangasem, sarana yang dipakai adalah pandan. Sementara perang suren, menggunakan sarana perang yang diambil dari pohon suren.

"Seperti biasa, sebelum tradisi digelar, terlebih dahulu diawali dengan upacara Ngusabha Lampuan. Dimana dalam pelaksanaan upacara ini, muda-mudi desa di Bayung Gede dikarantina di Pura Dalem Lampuan," katanya.

Semasa dalam karantina, pemuda desa, baik yang wanita maupun laki-laki diberikan sejumlah pelatihan dan mengenalkan tradisi dan budaya yang menjadi warisan leluhur, seperti mejejaitan atau membuat sarana bebantenan, mekekawin atau bernyanyi lagu spiritual dan sebagainya.

Selama upacara berlangsung, pakaian yang dikenakan tidak boleh diganti. Semua warga, mengenakan pakaian khas Desa Bayung Gede, berupa balutan songket dan kain tenun.(**)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011