Dosen sekaligus pendiri Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia (UI) Dr Devie Rahmawati menilai tantangan bencana saat ini yang sering terlupakan adalah bagaimana hoax (berita palsu) menjadi ancaman "bencana" baru ketika bencana alam terjadi di suatu daerah.

"Karena dampaknya yang membuat masyarakat menjadi tambah panik dan menjauh dari upaya bertahan hidup yang proporsional," katanya dalam pernyataan yang diterima di Depok, Jawa Barat, Senin.

Klinik Digital Vokasi UI memiliki program yang dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi masyarakat nusantara di era digital. 

Untuk itu, kata dia,  Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) & Klinik Digital Vokasi Humas UI melaksanakan kegiatan Pengmas bertajuk "Mitigasi Bencana. Terapi Kejiwaan Pascabencana" bersama lebih dari 250 peserta di empat komunitas yang berbeda, terdiri atas warga Desa Amerta Bhuana Bali, siswa SD Tawakal, orang tua murid SD Alazhar Syifa Budi dan siswa kelas 1-3 SD Al Azhar Syifa Budi.

Kegiatan sosialisasi ini menghadirkan empat pembicara yaitu Amelita Lusia (Ketua Pengabdi Pengmas Vokasi), Devie Rahmawati (peneliti sosial Vokasi UI, Reska Herlambang (pengajar praktik Vokasi UI) dan Lusi Bulur (pemerhati komunikasi keluarga).
 
Founder Klinik Digital Vokasi UI Devie Rahmawati (dua kiri) bersama perwakilan dari Indonesia lainnya mengikuti Asia Pasific News Literacy Conference di Taiwan. (FOTO ANTARA/HO-Humas Vokasi UI)


Kepala Desa Amerta Bhuana I Wayan Artha mengatakan saat tidak terjadi bencana, adalah saat yang tepat untuk menyosialisasikan apa yang harus dipersiapkan oleh masyarakat ketika menghadapi bencana dan pascabencana.

"Kehadiran tim Vokasi Humas UI benar-benar membuka mata kami tentang banyak hal, khususnya trauma yang dialami oleh anak-anak pascabencana, yang sering kali tidak terlihat dalam wajah dan perilaku anak," katanya.

Baca juga: Medsos di Singapura hapus konten video lagu-lagu rap rasial

Ketua Pengabdi Mitigasi Bencana Vokasi UI Amelita Lusia mengatakan berbagai bencana yang terus menghampiri sering membuat tidak sadar bahwa semua pihak harus memerhatikan bukan hanya persiapan terkait hal-hal bersifat material, tetapi juga persiapan mental dan moralitas.

"Oleh karenanya, di dalam keluarga, harus sering melakukan dialog tentan banyak hal di meja makan, termasuk perihal bencana, agar ketika kejadian luar biasa dan tiba-tiba seperti bencana, tidak lagi mengejutkan masyarakat, terutama anak-anak dan perempuan,” katanya.

Oleh karena itu, tambah Reska Herlambang, tidak heran ketika anak-anak menjadi yang paling menderita di dalam situasi bencana, karena orang-orang tua tidak memperkuat diri mereka dengan pengetahuan.

"Orang tua banyak menghabiskan waktu dengan gadget dan sering termakan oleh hoax," katanya.

Baca juga: Politikus: pelaku industri hoaks harus dihukum berat




 

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019