Ahli psikologi klinis dari RSUD Wangaya, Kota Denpasar, Bali, Nena Mawar Sari, S.Psi., Psikolog Cht., menilai perilaku asusila yang diduga pelajar SMK di Bulukumba, Sulawesi Selatan, terjadi karena komunikasi yang buruk antara anak dengan orang tua, sehingga anak beralih ke lingkungan, di antaranya media sosial.

"Yang paling utama adalah peran orang tua dalam memberikan penanaman nilai nilai moral yg baik, jika komunikasi baik di dalam keluarga, maka apapun yang ada di luar sana setidaknya tidak banyak memberikan dampak negatif kepada anak," katanya kepada ANTARA di Denpasar, Minggu.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi video asusila antara siswa dan siswi dari SMK di Bulukumba yang belakangan viral di media sosial, meski hal itu terjadi pada April 2019 dan keluarga mereka sudah menikahkan keduanya, namun video-nya menyebar di kalangan warganet.

Menurut hipnoterapis itu, orang tua sebaiknya sering berdiskusi tentang apapun dengan anak dan mengapresiasi pendapat anak, sehingga peran orang tua akan menjadi utama, karena anak merasa diperhatikan dan dihargai.

"Sekolah juga bisa memberikan informasi melalui pelajaran atau 'sharing' tentang masalah-masalah remaja. Pemerintah juga sebaiknya menggalakkan kegiatan kepemudaan serta menyaring konten-konten yang ada di media sosial," katanya.

Namun, kata dia, masyarakat juga tidak perlu mengganggu psikologis kedua pelajar yang baru menikah itu, karena itu masyarakat hendaknya berhenti menyebarluaskan video tersebut.

Masyarakat disebutnya jangan "membunuh" masa depan mereka dengan penyebaran aib itu secara terus-menerus.

Nena Mawar Sari yang juga psikolog di RS Balimed Denpasar itu menegaskan bahwa penanaman nilai-nilai karakter sejak dini, pola pengasuhan yang tepat, sangat berdampak kepada bagaimana keterampilan seorang anak dalam mengelola emosinya kelak.

"Pola asuh orang tua terhadap anak yang kurang sesuai, kurang kedekatan secara fisik, dan emosional anak terhadap orang tua juga menjadi celah bagi anak untuk meniru perilaku-perilaku negatif yang didapat dari luar," katanya.

Bila sudah terlanjut, katanya, penguatan positif dan mendukung pelaku untuk mengubah perilaku negatifnya merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan. Sebaiknya, anak dilatih untuk berbuat baik dan menyesali kesalahannya tersebut.

Hal ini juga berdampak positif terhadap, korban karena perlahan-lahan hubungan keduanya akan membaik secara sadar maupun bawah sadar. Orang tua, guru, dan masyarakat wajib memberikan perhatian dan pembinaan bagi anak dan remaja.

"Tenaga profesional di bidang kesehatan mental juga bisa mendampingi korban agar dapat segera pulih dan tidak memiliki trauma atas apa yang dialami, termasuk perundungan (bullying) dari masyarakat melalui media sosial yang viral," katanya.

Sebelumnya, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra meminta masyarakat untuk tidak turut menyebarkan video berisi pornografi anak yang diduga dilakukan oleh pelajar SMK di Bulukumba, Sulawesi Selatan, di media sosial, dan marak beredar di media sosial.

"Kami minta publik untuk tidak membagikan video itu karena itu tindak pidana. Kedua, kalau di-'share', itu akan membahayakan bagi tumbuh kembang anak," katanya saat dihubungi, di Jakarta.

Baca juga: Mengapa anak bisa jadi pelaku Perundungan/Bullying?!
Baca juga: Marah Sambil Merusak Barang, Apakah Gangguan Mental?!
Baca juga: Menjadi Penyembuh Bagi Diri Sendiri (Self Healing)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019