Pemerintah Provinsi Bali mulai tahun pelajaran 2019/2020 menyiapkan anggaran untuk bantuan operasional sekolah daerah (Bosda) bagi SMA/SMK swasta di Pulau Dewata sehingga diharapkan sekolah tidak lagi memungut biaya pendidikan dari orang tua siswa atau gratis.

"Itu (usulan-red) dari Bapak Gubernur karena menurut Bapak Gubernur tidak ada yang namanya sekolah negeri dan swasta, yang ada sekolah pemerintah dan masyarakat. Keduanya harus diayomi," kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, di sela-sela menyosialisasikan aturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk SMA/SMK Negeri Tahun Pelajaran 2019/2020, di Denpasar, Kamis.

Untuk SMA swasta, setiap siswa per tahun dianggarkan Rp900 ribu, sedangkan setiap siswa SMK dianggarkan Bosda lebih besar dari Rp900 ribu karena kebutuhannya memang lebih besar untuk biaya kegiatan praktik siswa.

Boy mengemukakan, total anggaran yang disiapkan Pemprov Bali untuk Bosda bagi siswa SMA/SMK swasta dan bantuan bagi siswa miskin sekitar Rp22 miliar. "Karena sekarang tahun anggaran sudah berjalan, tentunya baru bisa direalisasikan pada anggaran perubahan 2019," ucapnya.

Menurut Boy, kebijakan pemberian Bosda tersebut diambil sebagai salah satu solusi untuk menjawab keluhan dan kekhawatiran mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung para orang tua siswa yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.

"Jadi, untuk sekolah swasta pun sudah disiapkan skema pembiayaannya sehingga sekolah negeri dan swasta sudah sama saja, tidak ada biaya lagi, 'kan itu sebenarnya intisari permasalahan yang terjadi," ujarnya pada acara yang juga dihadiri perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Bali itu.

Meskipun Bosda diperuntukkan bagi SMA/SMK swasta, bukan berarti akan diberikan ke semua sekolah swasta. Pihaknya akan melihat dan mengkaji juga disesuaikan dengan kondisi SMA/SMK swasta bersangkutan.

Dengan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) saat ini yang 90 persen melalui jalur zonasi, lanjut dia, sesungguhnya bertujuan untuk pemerataan kualitas sekolah di seluruh pelosok, sehingga tidak "numplek" di sekolah-sekolah tertentu yang dianggap sekolah unggulan.

Boy tidak memungkiri, untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai sekolah unggulan itu tidak mudah dan tidak bisa cepat.

Terkait dengan pemerataan kualitas guru, bagi tenaga pendidik yang memiliki kualitas lebih juga akan diperbantukan tidak saja ke sekolah swasta, tetapi juga antar-sekolah negeri.

Dalam sosialisasi yang dihadiri para kepala SMA/SMK Negeri se-Bali itu, Dinas Pendidikan Provinsi Bali menyatakan kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA untuk tahun pelajaran 2019/2020 melalui jalur zonasi minimal 90 persen, paling banyak 5 persen melalui jalur prestasi, dan 5 persen lagi melalui jalur perpindahan orang tua. Regulasi mengenai PPDB kali ini mengacu pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018.

Sementara itu, Kepala Seksi Pemberdayaan dan Pemanfaatan Teknologi Pendidikan UPTD Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan Disdik Bali AA Gde Rai Sujaya mengemukakan, untuk Jalur Zonasi dibagi lagi menjadi empat, yakni menerima jalur peserta didik yang berasal dari banjar atau desa adat yang ada perjanjian dengan pihak SMA terdekat, anak dari keluarga tidak mampu, anak inklusi, dan seleksi berdasarkan jarak tempat tinggal dengan lokasi sekolah.

"Yang ada perjanjian dengan desa adat dimasukkan ke jalur zonasi karena memang tidak melanggar ketentuan karena hampir atau semua desa adat yang melakukan perjanjian dengan pihak sekolah adalah desa adat atau banjar yang lokasinya terdekat dengan sekolah," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, ketentuan dokumennya dalam PPDB online agar menyertakan perjanjian dari pihak sekolah dengan banjar atau desa adat. Selain itu, kepala sekolah juga membuat surat pernyataan bahwa memang benar sekolah itu mengadakan perjanjian desa adat.

Di jalur zonasi juga mengakomodasi anak-anak tidak mampu. "Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan bukti keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu, seperti Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Perlindungan Sosial, Kartu Keluarga Harapan, ataupun Kartu Indonesia Pintar," ucapnya.

Rai menegaskan, untuk PPDB tahun ini tidak dibolehkan lagi menggunakan surat keterangan tidak mampu. Sedangkan untuk penerimaan jalur anak inklusi adalah anak yang berkebutuhan khusus ringan, yang dibuktikan surat rekomendasi dari psikiater atau penilaian pihak sekolah.

"Untuk jalur zonasi, prioritasnya yang pertama pada peserta didik baru yang ada perjanjian sekolah dengan desa adat, kemudian anak tidak mampu, inklusi, baru sisanya memakai seleksi jarak tempat tinggal," ujarnya.

Untuk kuota maksimal 5 persen Jalur Prestasi yakni jalur ini diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang memiliki sertifikat prestasi juara tingkat kabupaten/kota/provinsi/regional/nasional/internasional yang diperoleh maksimal tiga tahun terakhir.

Yang terakhir adalah Jalur Perpindahan Orang Tua/Wali dengan kuota paling banyak 5 persen, ditujukan bagi calon peserta didik yang berdomisili di luar zonasi sekolah bersangkutan. Dibuktikan dengan surat penugasan dan surat domisili dari instansi, lembaga, kantor, atau perusahaan yang mempekerjakan.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019