Inovasi teknologi pada produk tembakau alternatif memberikan efek positif bagi sektor ekonomi kreatif di Bali. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang fokus pada pengembangan bisnis rokok elektrik seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar (heat-not-burn), terus bertumbuh pesat karena didukung meningkatnya jumlah pengguna. 
 
“Saat ini sudah ada 25 orang dengan menggunakan izin usaha UMKM di Bali,” kata Ketua Asosiasi Vaporizer Bali (AVB), Gede Agus Mahardika kepada wartawan usai peluncuran Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (GEBRAK!) beberapa hari lalu. 
 
Jumlah pengguna produk tembakau alternatif, seperti vape pun terus meningkat. Saat ini, Gede melanjutkan, pengguna vape di Bali sudah mencapai 50 – 60 ribu orang. “Denpasar menduduki daerah pertama karena toko vape mudah ditemui. Lalu disusul dengan Badung, Tabanan, Gianyar, Karangasem, Negara, dan Buleleng,” kata dia. 
 
Gede menjelaskan pemerintah memiliki andil dalam perkembangan UMKM produk tembakau alternatif di Bali. Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan 146/2017 yang mengatur tarif cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebesar 57 persen memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. 
 
“Peningkatan jumlah pengguna produk tembakau alternatif di Bali didorong karena sudah adanya kepastian hukum melalui penetapan cukai. Sebelum adanya cukai, jumlah pengguna sempat menurun karena terdengar isu bahwa vape akan dilarang di Indonesia, tapi nyatanya kan tidak,” tambah Gede.
 
Gede pun optimistis industri produk tembakau alternatif akan terus berkembang, baik dari UMKM dan pengguna. Ditambah lagi Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata domestik dan mancanegara. “Mayoritas pengguna 70 persen masyarakat Bali dan 30 persen asing. Wisatawan asing tertarik ingin mencoba likuid yang diproduksi di Bali sendiri,” ujarnya.
 
Wakil Sekretaris Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali, I G. N. Indra Andhika menyatakan pihaknya mendukung keberadaan UMKM produk tembakau alternatif. Dia pun sependapat dengan Gede tentang prospek besar industri baru tersebut.
 
“Sektor inovatif ini akan menjadi peluang usaha yang besar ke depan mengingat posisi Bali, yang sangat strategis di industri pariwisata nasional,” ucap Indra. 
 
Tak hanya memfokuskan pada aspek bisnis, pelaku usaha juga perlu memberikan informasi kepada perokok dewasa dan masyarakat tentang produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah. “Saya berharap peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah,” ujar Indra.
 
Selain dukungan keberlangsungan usaha, para pelaku usaha juga mengharapkan pemerintah menyiapkan regulasi baru yang mencakup semua aspek produk tembakau alternatif. Sebab, saat ini, peraturan yang dikenakan untuk produk tembakau alternatif masih disamakan dengan rokok. Padahal, produk ini juga memerlukan kepastian hukum dalam hal pemasaran, peringatan kesehatan, informasi produk, dan area pemakaian bagi konsumen untuk kelangsungan industrinya.
 
“Kami berharap pemerintah mulai menyiapkan regulasi khusus untuk produk tembakau alternatif dengan melibatkan instansi-instansi terkait dalam pembahasannya. Kami juga ingin regulasi ini nantinya terpisah dari semua aturan rokok yang ada, karena Kemenkeu sendiri sudah membedakan kategori cukai produk HPTL dengan rokok,” kata Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, belum lama ini.

Pewarta: Luh Rhismawati

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019