Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Buleleng menerbitkan buku  berjudul "Membangkitkan Endek dan Songket Buleleng" yang berisi tentang sejarah, sentra pertenunan, berbagai motif dan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam melestarikan kain tenun itu.

"Dengan buku ini, generasi muda mengetahui bahwa Buleleng memiliki kekayaan yang diwariskan leluhur yakni berbagai jenis kain endek dan songket yang terus dikembangkan oleh perajin didukung program pemerintah," kata Kadis Arsip dan Perpustakaan Buleleng dr. Sukarmini dalam keterangan pers yang diterima di Singaraja, Rabu.

Ia mengatakan tujuan penerbitan buku adalah untuk melestarikan tenun endek dan songket sehingga masyarakat, khususnya pengrajin tenun bisa sejahtera, karena itu pula pihaknya juga mengadakan bedah buku itu bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Buleleng di Gedung Laksmi Graha Singaraja pada Senin (1/4) lalu.

Saat menjadi narasumber dalam acara itu (1/4), Ketua Dekranasda Buleleng, I Gusti Ayu Aries Sujati Suradnyana, mengatakan kerajinan tenun ikat yang di Buleleng dikenal sebagai kain endek dan songket itu memang penting dilestarikan.

"Dalam sejarah perkembangannya, kain dan endek di Buleleng mengalami pasang surut. Dulunya, beberapa kain Songket, bahkan menggunakan benang serat emas dan perak dalam coraknya. Namun, seiring perkembangan zaman, maka corak itu tidak begitu banyak lagi ditemukan saat ini," katanya.

Menurut dia, masing-masing desa yang menjadi sentra perkembangan endek dan songket memiliki motif dan corak yang berbeda-beda. Desa-desa yang dinilainya masih melestarikan pertenunan Endek atau Songket saat ini antara lain di Kelurahan Beratan, Desa Tejakula, Desa Sinabun, Desa Sawan, Desa Jinengdalem, dan Desa Kalianget.  

"Beberapa kendala yang menjadi penghambat dalam membangkitkan kerajinan Endek dan Songket ini antara lain kurangnya minat generasi muda untuk menggeluti kerajinan ini, dan bahan baku yang mahal serta sulit diperoleh," kata Aries Sujati dalam acara yang juga menampilkan Ketut Rajin sebagai perajin Endek dari Desa Sinabun dan akademisi dan penulis, Kadek Sonia Piscayanti.  

Dalam penuturannya, perajin endek dari Desa Sinabun, Ketut Rajin, mengaku awalnya mengalami kesulitan dalam menciptakan desain yang lebih inovatif dan bernuansa modern. Saat awal merintis usahanya, Rajin masih menggunakan desain dengan corak tradisional.

Namun, seiring usaha yang tak pernah surut, kini, dirinya sudah menghasilkan banyak motif endek yang berbeda. Meskipun mampu menciptakan desain baru yang modern, dirinya sampai sekarang masih mempertahankan ciri khas motif Endek dan Songket Buleleng.

Rajin menuturkan, desain lama perlu dipertahankan dalam karyanya melalui kolaborasi antara motif lama dengan motif modern. Dengan ekspolarasi  desain-desain lama itu, maka warisan motif tradisonal tersebut tidak akan punah.

Selain itu, dirinya juga menekankan pentingnya hak paten dalam melindungi desain para perajin saat ini. "Di Indonesia sendiri, hak paten belum begitu dihargai, hal tersebut jauh berbeda dengan di luar negeri," katanya.

Ia berharap generasi muda kedepan tidak alergi untuk belajar menenun. "Karena belajar tenun itu mempunyai manfaat yang luar biasa, paling tidak itu bisa dijadikan bekal seumur hidup," kata pemilik pertenunan Arta Dharma itu.

Oleh karena itu, Sonia Piscayanti menyoroti pentingnya literasi tentang Endek dan Songket Buleleng dalam upaya membangkitkan kerajinan itu. "Melalui literasi yang dibangun itu juga akan muncul ide-ide dalam pengembangan Endek dan Songket Bulelelng nantinya," katanya.

Akademisi yang juga penulis buku ini melihat masih lemahnya pemanfaatan teknologi informasi dalam pemasaran hasil-hasil produksi kerajinan Endek dan Songket Buleleng. Dirinya beranggapan, kelemahan pemasaran produk dua kerajinan tradisional Buleleng itu adalah belum maksimalnya pemanfaatan jaringan internet.

"Salah satunya dengan membuat website khusus tentang Endek dan Songket Buleleng, kemudian e-Commerse, bagaimana Endek bisa dijual ke luar negeri harus dibuat pusat data. Selain itu perlu adanya digitalisasi dan globalisasi Endek dan Songket," katanya.

Respons positif terkait bedah buku itu datang dari Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Ia menilai bedah buku itu menjadi momentum awal dalam membangkitkan kerajinan Endek dan Songket di Buleleng.

Oleh karena iut, ia meminta seluruh kerajinan yang ada di Buleleng dibuatkan literasinya, sehingga hal itu akan dapat mengenalkan secara lebih luas potensi kerajinan yang ada di Buleleng.  "Selama ini di Buleleng dianggap tidak ada kerajinan, padahal kerajinan kami ada berbagai macam, dan itu luar biasa. Mulai dari tenun Endek dan Songket, Lukisan Kaca, Bokor, Gong, Ukiran juga," katanya.

Selama ini, pihaknya juga telah mengambil berbagai upaya dalam membangkitkan kerajinan endek dan songket ini. Tidak saja penggunaan baju endek pada satu hari kerja, dalam berbusana adat Bali pun, ia menginstruksikan kepada jajaran ASN di lingkungan Pemkab Buleleng untuk menggunakan baju endek sebagai atasannya. (ed)

Pewarta: Made Adnyana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019