Denpasar, (Antaranews Bali) - Terdakwa I Wayan Sumadi (58) yang terjerat kasus dugaan korupsi pensertifikatan lahan tanah hutan rakyat (Tahura) di Lingkungan Perarudan, Jimbaran Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dituntut hukuman 1,5 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Rabu.
"Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tipikor jounto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata Jaksa Penuntut Umun, Wayan Suhardi dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Angeliky Day Handajani itu.
Selain menjatuhi hukuman penjara selama 1,5 tahun penjara, terdakwa juga dikenakan hukuman membayar denda Rp50 juta, subsider enam bulan kurungan penjara dalam persidangan itu, karena tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas segala tindak pidana korupai di Indonesia.
"Perbuatan terdakwa juga dapat merusak tatanan birokrasi pelayanan aparatur negara," katanya.
Mendengar tuntutan jaksa itu, Wayan Sumadi didampingi kuasa hukumnya Gusti Agung Ngurah Agung dan I.P. Harry Suandana Putra, mengajukan pembelaan atau pledoi secara tertulis dalam sidang pekan depan.
Dalam berkas dakwaan jaksa, terdakwa Sumadi merupakan orang yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan baik secara sendiri, maupun bersama-sama dengan Wayan Rubah (terdakwa dalam berkas dan penuntutan terpisah), I Gede Putu Wibawajaya (almarhum) dan Drs. Nyoman Artana selaku Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Badung dalam penyertifikatan lahan tahura.
Perbuatan terdakwa dilakukan pada 16 Juni 2014 hingga Tahun 2016, dimana terdakwa secara melawan hukum melakukan pensertifikatan tanah terhadap tanah Tahura di lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung.
Terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara melalui hasil penjualan tanah Tahura seharga Rp4,9 miliar, baik dari pembeli pertama Nengah Yarta maupun pembeli kedua Wayan Luntra.
Modus yang dilakukan terdakwa adalah ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura dengan menggunakan jasa pengurusan tanah almarhum Gede Wibawajaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tipikor jounto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata Jaksa Penuntut Umun, Wayan Suhardi dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Angeliky Day Handajani itu.
Selain menjatuhi hukuman penjara selama 1,5 tahun penjara, terdakwa juga dikenakan hukuman membayar denda Rp50 juta, subsider enam bulan kurungan penjara dalam persidangan itu, karena tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas segala tindak pidana korupai di Indonesia.
"Perbuatan terdakwa juga dapat merusak tatanan birokrasi pelayanan aparatur negara," katanya.
Mendengar tuntutan jaksa itu, Wayan Sumadi didampingi kuasa hukumnya Gusti Agung Ngurah Agung dan I.P. Harry Suandana Putra, mengajukan pembelaan atau pledoi secara tertulis dalam sidang pekan depan.
Dalam berkas dakwaan jaksa, terdakwa Sumadi merupakan orang yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan baik secara sendiri, maupun bersama-sama dengan Wayan Rubah (terdakwa dalam berkas dan penuntutan terpisah), I Gede Putu Wibawajaya (almarhum) dan Drs. Nyoman Artana selaku Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Badung dalam penyertifikatan lahan tahura.
Perbuatan terdakwa dilakukan pada 16 Juni 2014 hingga Tahun 2016, dimana terdakwa secara melawan hukum melakukan pensertifikatan tanah terhadap tanah Tahura di lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung.
Terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara melalui hasil penjualan tanah Tahura seharga Rp4,9 miliar, baik dari pembeli pertama Nengah Yarta maupun pembeli kedua Wayan Luntra.
Modus yang dilakukan terdakwa adalah ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura dengan menggunakan jasa pengurusan tanah almarhum Gede Wibawajaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019