Jakarta (Antaranews Bali) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan masyarakat Indonesia menggunakan sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik setiap tahunnya.
Hal itu dikatakannya saat membuka acara Konferensi Meja Bundar untuk Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (APRSCP) ke-14 di Balai Kartini, Jakarta, Senin.
Dari jumlah itu, hampir 95 persen akan berakhir menjadi sampah. "Padahal sampah plastik merupakan sampah yang dapat mencemari lingkungan karena plastik itu bahan yang sulit terdegradasi," katanya.
Bahkan, menurut dia, sebagian sampah plastik tersebut akan berakhir di laut.
Hal ini akibat dari kesadaran masyarakat Indonesia yang masih rendah dalam memelihara lingkungan.
"Ini akibat gaya hidup masyarakat kita yang belum bertanggung jawab terhadap lingkungan," katanya.
Pertemuan APRSCP ini digunakan untuk mewadahi kerja sama para pemangku kepentingan dalam mendorong konsumsi dan produksi yang berkelanjutan di wilayah Asia Pasifik.
Menurut dia, isu global soal lingkungan saat ini tidak hanya perubahan iklim, melainkan juga isu penggunaan merkuri dan sampah laut.
Dalam kesempatan itu, Siti mengajak para delegasi untuk mengingat kembali Deklarasi Rio 1992 bahwa prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengubah pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan.
"Dalam menindaklanjuti tantangan lingkungan, kita harus saling mengingatkan bahwa prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan adalah mengubah pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, mengubah praktik rutin, kebiasaan atau gaya hidup," katanya.
Untuk mewujudkan perubahan perilaku di pemerintahan, dunia bisnis dan masyarakat secara sistematis, integratif dan masif, kata Siti, maka seluruh pemangku kepentingan perlu didorong untuk memunculkan agen-agen perubahan di Indonesia maupun di kawasan Asia Pasifik.
Selain menggelar pertemuan APRSCP, Indonesia juga mengadakan Pameran dan Forum Efisiensi Sumber Daya Indonesia ke-2 yang juga bertempat di Balai Kartini.
Agenda APRSCP adalah untuk mewujudkan perubahan. Perubahan yang dimaksud yakni perlunya peran pemerintah dalam mengutamakan kebijakan konsumsi dan produksi berkelanjutan, baik kepada bisnis dan masyarakat melalui inovasi, berbagi pengalaman serta melakukan implementasi nyata di lapangan untuk berkontribusi terhadap pencapaian target pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Baca juga: Menteri Siti Nurbaya pimpin pembukaan konferensi APRSCP
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Hal itu dikatakannya saat membuka acara Konferensi Meja Bundar untuk Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (APRSCP) ke-14 di Balai Kartini, Jakarta, Senin.
Dari jumlah itu, hampir 95 persen akan berakhir menjadi sampah. "Padahal sampah plastik merupakan sampah yang dapat mencemari lingkungan karena plastik itu bahan yang sulit terdegradasi," katanya.
Bahkan, menurut dia, sebagian sampah plastik tersebut akan berakhir di laut.
Hal ini akibat dari kesadaran masyarakat Indonesia yang masih rendah dalam memelihara lingkungan.
"Ini akibat gaya hidup masyarakat kita yang belum bertanggung jawab terhadap lingkungan," katanya.
Pertemuan APRSCP ini digunakan untuk mewadahi kerja sama para pemangku kepentingan dalam mendorong konsumsi dan produksi yang berkelanjutan di wilayah Asia Pasifik.
Menurut dia, isu global soal lingkungan saat ini tidak hanya perubahan iklim, melainkan juga isu penggunaan merkuri dan sampah laut.
Dalam kesempatan itu, Siti mengajak para delegasi untuk mengingat kembali Deklarasi Rio 1992 bahwa prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengubah pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan.
"Dalam menindaklanjuti tantangan lingkungan, kita harus saling mengingatkan bahwa prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan adalah mengubah pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, mengubah praktik rutin, kebiasaan atau gaya hidup," katanya.
Untuk mewujudkan perubahan perilaku di pemerintahan, dunia bisnis dan masyarakat secara sistematis, integratif dan masif, kata Siti, maka seluruh pemangku kepentingan perlu didorong untuk memunculkan agen-agen perubahan di Indonesia maupun di kawasan Asia Pasifik.
Selain menggelar pertemuan APRSCP, Indonesia juga mengadakan Pameran dan Forum Efisiensi Sumber Daya Indonesia ke-2 yang juga bertempat di Balai Kartini.
Agenda APRSCP adalah untuk mewujudkan perubahan. Perubahan yang dimaksud yakni perlunya peran pemerintah dalam mengutamakan kebijakan konsumsi dan produksi berkelanjutan, baik kepada bisnis dan masyarakat melalui inovasi, berbagi pengalaman serta melakukan implementasi nyata di lapangan untuk berkontribusi terhadap pencapaian target pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Baca juga: Menteri Siti Nurbaya pimpin pembukaan konferensi APRSCP
(AL)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018