Jakarta (Antaranews Bali) - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengklarifikasi soal taksi daring (dalam jaringan) atau online "plat merah" yang dikelola pemerintah.
"Meralat kembali masalah aplikator berplat merah tidak ada lagi. Intinya, saya tidak proaktif membuat aplikasi pelat merah, lebih baik membangun regulasinya saja," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, tidak mungkin Kemenhub sebagai regulator juga berperan sebagai operator. "Saya tidak mau campur adukan regulator dengan operator," katanya.
Namun, ia mempersilakan apabila ada badan usaha yang ingin bekerja sama baik dengan operator swasta maupun BUMN.
"Jadi saya luruskan sampai dengan hari ini, kalaupun ada badan usaha yang mau kerja sama, silakan mereka lihat prospek bisnisnya seperti apa," katanya.
Budi mengatakan adanya wacana aplikasi taksi pelat merah merupakan usulan para aliansi yang didorong oleh penghasilan yang semakin menurun.
"Mereka rasakan kedua aplikator ini penghasilannya untung awal-awal dulu. Tapi belakangan aplikator ini tidak menguntungkan lagi, munculah suara bahwa mereka perlu ada aplikasi baru yang disiapkan oleh pemerintah," katanya.
Budi menjelaskan perbedaan antara kerja sama aplikasi taksi daring di Indonesia dan di Korea Selatan adalah tidak ada pembagian keuntungan (profit sharing) sebesar 20 persen untuk perusahaan.
Jadi, seluruh penghasilan diberikan kepada pengemudi, dan aplikator mendapat keuntungan dari iklan dan sebagainya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa dimungkinkan untuk mengoperasikan taksi pelat merah seperti di Korea Selatan.
Wacana tersebut juga disebut-sebut melibatkan PT Telkom untuk penyediaan teknologi informasinya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Meralat kembali masalah aplikator berplat merah tidak ada lagi. Intinya, saya tidak proaktif membuat aplikasi pelat merah, lebih baik membangun regulasinya saja," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, tidak mungkin Kemenhub sebagai regulator juga berperan sebagai operator. "Saya tidak mau campur adukan regulator dengan operator," katanya.
Namun, ia mempersilakan apabila ada badan usaha yang ingin bekerja sama baik dengan operator swasta maupun BUMN.
"Jadi saya luruskan sampai dengan hari ini, kalaupun ada badan usaha yang mau kerja sama, silakan mereka lihat prospek bisnisnya seperti apa," katanya.
Budi mengatakan adanya wacana aplikasi taksi pelat merah merupakan usulan para aliansi yang didorong oleh penghasilan yang semakin menurun.
"Mereka rasakan kedua aplikator ini penghasilannya untung awal-awal dulu. Tapi belakangan aplikator ini tidak menguntungkan lagi, munculah suara bahwa mereka perlu ada aplikasi baru yang disiapkan oleh pemerintah," katanya.
Budi menjelaskan perbedaan antara kerja sama aplikasi taksi daring di Indonesia dan di Korea Selatan adalah tidak ada pembagian keuntungan (profit sharing) sebesar 20 persen untuk perusahaan.
Jadi, seluruh penghasilan diberikan kepada pengemudi, dan aplikator mendapat keuntungan dari iklan dan sebagainya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa dimungkinkan untuk mengoperasikan taksi pelat merah seperti di Korea Selatan.
Wacana tersebut juga disebut-sebut melibatkan PT Telkom untuk penyediaan teknologi informasinya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018