Denpasar (Antaranews Bali) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menegaskan tidak akan memprediksi dampak ekonomi dari pelaksanaan Pertemuan IMF-WB di Nusa Dua, Bali pada 8-14 Oktober 2018 yang akan dihadiri belasan ribu peserta dari 189 negara.

Badan itu hanya bisa memotret dampak yang terjadi pasca-pertemuan lembaga internasional itu.

"Tugas kami bukan seperti ekonom yang bisa memprediksi, meski kalangan Bank Indonesia memprediksi akan terjadi peningkatan sektor ekonomi dengan datangnya belasan ribu orang dari luar negeri," kata Kepala Seksi Analis Statistik Lintas Sektor BPS Bali Komang Bagus Pawastra dalam `Coffee Morning` dengan pimpinan redaksi media massa Bali di Denpasar, Rabu.

Pertemuan dalam rangkaian peringatan Hari Statistik Nasional yang dipandu Kabag TU BPS Bali Dewa Made Swambara itu juga dihadiri Kabid Statistik Sosial BPS Bali Dedi Cahyono, Kabid Statistik Distribusi BPS Bali I Gede Nyoman Subadri, dan Kabid Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Bali Kadek Agus Wirawah.

Menurut Bagus, tugas BPS memang bukan memprediksi, namun memotret apa yang terjadi, karena itu BPS hanya bisa menyajikan data yang sudah terjadi.

"Karena itu, kalau ada data lain yang berbeda, maka kami anggap biasa, karena data yang kami sampaikan memang dari data yang memang sudah terjadi di lapangan," katanya.

Senada dengan itu, Kabid Statistik Sosial BPS Bali Dedi Cahyono menegaskan bahwa metodologi survei yang dilakukan BPS sebenarnya mengadopsi metodologi yang selama ini digunakan Bank Dunia, karena itu pihaknya memastikan tidak ada intervensi terhadap data dari hasil survei yang dilakukan BPS.

"Siapapun Presiden-nya, BPS tidak bisa diintervensi, karena data yang kami sampaikan merupakan data lapangan, meski menjelang tahun politik itu bisa saja data-data dari kami dipolitisasi, misalnya data kemiskinan yang turun satu digit itu pasti dinilai politis, padahal penurunan itu juga terjadi pada tahun sebelumnya," katanya.

Dalam kesempatan itu, Kabid Statistik Distribusi BPS Bali I Gede Nyoman Subadri mengaku kemungkinan intervensi dari berbagai pihak pada BPS memang ada, namun BPS tidak akan pernah menganulir data yang sudah diperoleh dari lapangan, karena data dari hasil survei BPS itu sebenarnya merupakan "kecenderungan" dari apa yang terjadi di tengah masyarakat.

"Karena itu, kalau ada yang menyatakan bahwa data BPS tidak valid karena BPS menyimpulkan terjadi deflasi, padahal harga-harga mahal, maka masyarakat tidak memahami bahwa bisa saja?suatu komoditas itu tidak ada perubahan harga, padahal kami melihat bobot atau berat dari komoditas itu turun, misalnya satu plastik tempe tetap dijual dengan harga Rp5.000, padahal ukurannya dikurangi," katanya.

Tentang perbedaan data statistik antara BPS dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah atau dinas/lembaga pemerintahan yang lain, Kabid Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Bali Kadek Agus Wirawah menyatakan hal itu terjadi karena perbedaan metodologi dan kepentingan, sedangkan BPS tidak memiliki kepentingan apapun, kecuali memotret kecenderungan yang terjadi ditengah masyarakat agar pemerintah mampu mendekati dengan kebijakan solutif.

"Misalnya, data kependudukan dari dinas kependudukan hanya mencatat masyarakat yang memiliki KTP, sedangkan BPS memotret seluruh masyarakat, baik memiliki KTP atau tidak. Untuk kemiskinan, misalnya, kami menggunakan data konsumsi dasar yang digunakan Bank Dunia, yakni 2.100 kalori. Untuk inflasi, kami menggunakan data produk ekonomi atau pendapatan," katanya.

Namun, katanya, upaya mengantisipasi perbedaan data yang membingungkan masyarakat itu, Presiden sudah menetapkan agar semua pemerintahan merujuk pada data BPS.

"Mereka bisa punya data lain, tapi mereka harus tetap merujuk kepada BPS untuk data. Pemerintah sedang merumuskan Perpres Satu Data untuk hal itu," katanya.

Dalam sesi dialog pada "Coffee Morning" itu, sejumlah pimpinan redaksi mengusulkan kepada BPS agar mengeluarkan data dalam jumlah banyak dalam setiap bulan, namun memilah secara mingguan.

Bisa saja data bulanan disajikan lebih fokus pada persoalan khas Bali, seperti pariwisata atau pertumbuhan ekonomi, sedangkan data mingguan yang merupakan hasil survei yang juga penting bisa disajikan dalam bentuk siaran pers. (WDY)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018