Benoa, Bali (Antaranews Bali) - Pengurus Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Provinsi Bali menduga 40 kapal ikan yang terbakar di Pelabuhan Benoa, Denpasar, tidak didaftarkan sebagai peserta asuransi oleh pemiliknya.
"Sepertinya 40 kapal yang terbakar ini tidak diasuransikan oleh perusahaan yang rata-rata kapal yang terbakar ini hampir semua merupakan anggota ATLI," kata Ketua II ATLI Provinsi Bali Agus Dwi Siswantaputra di Denpasar, Selasa.
Ia menuturkan dahulu anggota ATLI memang ingin mengangsuransikan kapal mereka yang terbuat dari kayu dan didatangi sejumlah perusahaan asuransi.
Namun, pihak perusahaan asuransi tidak berani menindaklanjuti, karena kapal seluruh ATLI terbuat dari kayu berlapis fiber.
Ia menegaskan meskipun ada pihak asuransi yang berani mengambil itu, namun premier yang dikenakan untuk masing-masing kapal tinggi sekali atau kisaran 500 sampai 300 persen dari kapal besi.
Dwi mengatakan ada juga pihak asuransi yang mau mendaftarkan kapal, namun ada persyaratan seperti jarak operasinya yang tidak boleh melebihi jenis kapal. Kapal longline itu tidak bisa berlayar lebih dari 60 mil. "Jadi ini yang menjadi kendala untuk diasuransikan. Namun, rata-rata memang diakuinya semua kapal ATLI yang terbakar tidak diasuransikan," ujarnya.
Untuk para anak buah kapal, tegas dia, wajib hukumnya anggota ATLI mengasuransikan anak buah kapal (ABK), karena kalau ABK tidak diasuransi kapal tidak bisa beroperasi.
Pihaknya belum bisa menjelaskan berapa kerugian masing-masing kapal yang terbakar di Pelabuhan Benoa itu, karena yang mengetahui masing-masing perusahaan yang memiliki kapal itu. "Kami harus komunikasi dahulu di internal pengurus ATLI, karena saat ini kami belum mengomunikasikannya," ujarnya.
Ia menyatakan prihatin dengan kebakaran kapal milik para anggota ATLI. "Biar aparat yang berwenang menyelesaikan hal itu. Semoga ke depannya tidak terjadi lagi dan harapan ada komunikasi antarkita pengguna jasa, pemilik jasa, dan otoritas operasional," katanya.
Produksi Ikan
ATLI juga menegaskan bahwa kebakaran kapal ikan belum berdampak terhadap produksi tangkapan ikan para nelayan yang masuk anggota asosiasi itu.
"Kalau dampak produksi tangkapan ikan anggota kami, akibat musibah ini belum terlalu berpengaruh signifikan," kata Ketua II ATLI Bali Agus Dwi Siswaputra.
Menurut dia, secara umum yang memengaruhi produksi tangkapan ikan, biasanya tergantung pada keadaan cuaca, berapa lama kapal itu beroperasi dan keberhasilan menangkap ikan di laut tergantung dari kepintaran atau "feeling" nahkoda. "Namanya juga gambling atau memancing ikan di laut. Kadang ikan bisa didapat dan kadang juga tidak," ujarnya.
Terkait dengan rata-rata jumlah ikan yang bisa ditangkap anggota ATLI per hari, per bulan, dan per tahun, pihaknya belum dapat menjelaskan secara rinci, karena dirinya tidak memegang data terkait dengan hal itu. "Mudah-mudahan tidak ada pengaruh produksi tangkapan ikan karena musibah kebakaran ini," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Sepertinya 40 kapal yang terbakar ini tidak diasuransikan oleh perusahaan yang rata-rata kapal yang terbakar ini hampir semua merupakan anggota ATLI," kata Ketua II ATLI Provinsi Bali Agus Dwi Siswantaputra di Denpasar, Selasa.
Ia menuturkan dahulu anggota ATLI memang ingin mengangsuransikan kapal mereka yang terbuat dari kayu dan didatangi sejumlah perusahaan asuransi.
Namun, pihak perusahaan asuransi tidak berani menindaklanjuti, karena kapal seluruh ATLI terbuat dari kayu berlapis fiber.
Ia menegaskan meskipun ada pihak asuransi yang berani mengambil itu, namun premier yang dikenakan untuk masing-masing kapal tinggi sekali atau kisaran 500 sampai 300 persen dari kapal besi.
Dwi mengatakan ada juga pihak asuransi yang mau mendaftarkan kapal, namun ada persyaratan seperti jarak operasinya yang tidak boleh melebihi jenis kapal. Kapal longline itu tidak bisa berlayar lebih dari 60 mil. "Jadi ini yang menjadi kendala untuk diasuransikan. Namun, rata-rata memang diakuinya semua kapal ATLI yang terbakar tidak diasuransikan," ujarnya.
Untuk para anak buah kapal, tegas dia, wajib hukumnya anggota ATLI mengasuransikan anak buah kapal (ABK), karena kalau ABK tidak diasuransi kapal tidak bisa beroperasi.
Pihaknya belum bisa menjelaskan berapa kerugian masing-masing kapal yang terbakar di Pelabuhan Benoa itu, karena yang mengetahui masing-masing perusahaan yang memiliki kapal itu. "Kami harus komunikasi dahulu di internal pengurus ATLI, karena saat ini kami belum mengomunikasikannya," ujarnya.
Ia menyatakan prihatin dengan kebakaran kapal milik para anggota ATLI. "Biar aparat yang berwenang menyelesaikan hal itu. Semoga ke depannya tidak terjadi lagi dan harapan ada komunikasi antarkita pengguna jasa, pemilik jasa, dan otoritas operasional," katanya.
Produksi Ikan
ATLI juga menegaskan bahwa kebakaran kapal ikan belum berdampak terhadap produksi tangkapan ikan para nelayan yang masuk anggota asosiasi itu.
"Kalau dampak produksi tangkapan ikan anggota kami, akibat musibah ini belum terlalu berpengaruh signifikan," kata Ketua II ATLI Bali Agus Dwi Siswaputra.
Menurut dia, secara umum yang memengaruhi produksi tangkapan ikan, biasanya tergantung pada keadaan cuaca, berapa lama kapal itu beroperasi dan keberhasilan menangkap ikan di laut tergantung dari kepintaran atau "feeling" nahkoda. "Namanya juga gambling atau memancing ikan di laut. Kadang ikan bisa didapat dan kadang juga tidak," ujarnya.
Terkait dengan rata-rata jumlah ikan yang bisa ditangkap anggota ATLI per hari, per bulan, dan per tahun, pihaknya belum dapat menjelaskan secara rinci, karena dirinya tidak memegang data terkait dengan hal itu. "Mudah-mudahan tidak ada pengaruh produksi tangkapan ikan karena musibah kebakaran ini," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018