Denpasar (Antara Bali) - Kementerian Pendidikan Nasional memberi
kepercayaan kepada Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar untuk mendidik 382 mahasiswa asing dari 34 negara selama kurun waktu 12 tahun (1999-2011).
"Mahasiswa asing yang belajar tabuh dan tari Bali itu adalah penerima dharmasiswa pemerintah Indonesia, yakni kerja sama Kemendiknas dengan negara-negara di dunia," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Rai S, MA di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, mahasiswa dari Jepang yang paling dominan belajar tabuh dan tari Bali yang mencapai 193 orang, menyusul Amerika Serikat 26 orang, Meksiko 19 orang, Hungaria 18 orang, Ceko 17 orang, Polandia 13 orang, serta Slovakia dan serbia masing-masing 11 orang.
Untuk 26 negara lainnya mengirim mahasiswa kurang dari 10 orang yang terdiri dari Jerman 10 orang, Inggris delapan orang, Kanada enam orang, Gambia lima orang, Prancis empat orang, Rusia empat orang, Uzberkistan empat orang, Filipina tiga orang, Rumania tiga orang dan Afrika Selatan tiga orang.
Negara yang masing-masing mengirim dua mahasiswa ke ISI Denpasar terdiri atas Argentina, Denmark, Spanyol, Bulgaria dan Zambia, sedangkan negara yang hanya mengirim satu orang meliputi Singapura, Malaysia, Australia, Venezuela, turki, Estonia Ukraina dan Slovenia.
Prof Rai menambahkan, mahasiswa asing dalam mengikuti proses belajar mengajar itu memilih Fakultas Seni Pertunjukan 181 orang, Seni Tari 101 orang, seni pedalangan dua orang, seni rupa murni 59 orang dan fotografi 15 orang.
"Mahasiswa mancanegara itu belajar selama dua hingga empat semester, umumnya hal itu secara berkesinambungan, karena ada yang tamat dan ada pula yang baru memulai kuliah," katanya.
Mereka mengambil program jangka pendek guna mempelajari seni tari dan instrumen gamelan Bali, seni lukis, dan musik Nusantara.
Satu-satunya lembaga perguruan tinggi seni di Bali yang mencetak lulusan untuk memiliki keterampilan bidang gamelan, pedalangan, seni di atas kanvas dan tari Bali sudah meluluskan ratusan mahasiswa asing dengan status nonsarjana.
"Mereka sudah mampu menguasai berbagai jenis tari maupun memainkan instrumen gamelan Bali. Dengan bekal keahlian dan kemampuan tari Bali itu mereka kembali ke negaranya," tutur Prof Rai.
Prof Rai yang juga alumnus Universitas California di Los Angeles itu menambahkan, tamatan ISI Denpasar asal luar negeri setelah kembali ke negaranya, mengembangkan kreatifitas dalam bidang seni yakni kolaborasi tari dan gamelan Bali dengan kesenian atau musik yang berhaluan barat.
Sebagian alumnus ISI warga negara asing lainnya, ada pula membuka kursus dan mengajarkan tari Bali kepada masyarakat di negara asalnyanya.
"Kondisi demikian berdampak positif terhadap pelestarian dan pengembangan tari, gamelan dan seni budaya Bali di mancanegara," katanya.
Prof Rai mengingatkan, kemampuan orang asing dalam mempelajari seni budaya Bali jangan dijadikan ancaman oleh orang Bali, karena akan bisa saling berbagi ilmu dan saling mengisi dalam bidang seni dan kebudayaan.
"Hal itu sangat penting dalam memasuki persaingan dunia yang semakin ketat, namun kita tetap meningkatkan kewaspadaan dan tidak lengah. Semakin banyak orang asing mempelajari seni budaya Bali harus dapat dijadikan motivasi dan tantangan untuk melestarikan seni Bali," tutur Prof Rai.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
kepercayaan kepada Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar untuk mendidik 382 mahasiswa asing dari 34 negara selama kurun waktu 12 tahun (1999-2011).
"Mahasiswa asing yang belajar tabuh dan tari Bali itu adalah penerima dharmasiswa pemerintah Indonesia, yakni kerja sama Kemendiknas dengan negara-negara di dunia," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Rai S, MA di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, mahasiswa dari Jepang yang paling dominan belajar tabuh dan tari Bali yang mencapai 193 orang, menyusul Amerika Serikat 26 orang, Meksiko 19 orang, Hungaria 18 orang, Ceko 17 orang, Polandia 13 orang, serta Slovakia dan serbia masing-masing 11 orang.
Untuk 26 negara lainnya mengirim mahasiswa kurang dari 10 orang yang terdiri dari Jerman 10 orang, Inggris delapan orang, Kanada enam orang, Gambia lima orang, Prancis empat orang, Rusia empat orang, Uzberkistan empat orang, Filipina tiga orang, Rumania tiga orang dan Afrika Selatan tiga orang.
Negara yang masing-masing mengirim dua mahasiswa ke ISI Denpasar terdiri atas Argentina, Denmark, Spanyol, Bulgaria dan Zambia, sedangkan negara yang hanya mengirim satu orang meliputi Singapura, Malaysia, Australia, Venezuela, turki, Estonia Ukraina dan Slovenia.
Prof Rai menambahkan, mahasiswa asing dalam mengikuti proses belajar mengajar itu memilih Fakultas Seni Pertunjukan 181 orang, Seni Tari 101 orang, seni pedalangan dua orang, seni rupa murni 59 orang dan fotografi 15 orang.
"Mahasiswa mancanegara itu belajar selama dua hingga empat semester, umumnya hal itu secara berkesinambungan, karena ada yang tamat dan ada pula yang baru memulai kuliah," katanya.
Mereka mengambil program jangka pendek guna mempelajari seni tari dan instrumen gamelan Bali, seni lukis, dan musik Nusantara.
Satu-satunya lembaga perguruan tinggi seni di Bali yang mencetak lulusan untuk memiliki keterampilan bidang gamelan, pedalangan, seni di atas kanvas dan tari Bali sudah meluluskan ratusan mahasiswa asing dengan status nonsarjana.
"Mereka sudah mampu menguasai berbagai jenis tari maupun memainkan instrumen gamelan Bali. Dengan bekal keahlian dan kemampuan tari Bali itu mereka kembali ke negaranya," tutur Prof Rai.
Prof Rai yang juga alumnus Universitas California di Los Angeles itu menambahkan, tamatan ISI Denpasar asal luar negeri setelah kembali ke negaranya, mengembangkan kreatifitas dalam bidang seni yakni kolaborasi tari dan gamelan Bali dengan kesenian atau musik yang berhaluan barat.
Sebagian alumnus ISI warga negara asing lainnya, ada pula membuka kursus dan mengajarkan tari Bali kepada masyarakat di negara asalnyanya.
"Kondisi demikian berdampak positif terhadap pelestarian dan pengembangan tari, gamelan dan seni budaya Bali di mancanegara," katanya.
Prof Rai mengingatkan, kemampuan orang asing dalam mempelajari seni budaya Bali jangan dijadikan ancaman oleh orang Bali, karena akan bisa saling berbagi ilmu dan saling mengisi dalam bidang seni dan kebudayaan.
"Hal itu sangat penting dalam memasuki persaingan dunia yang semakin ketat, namun kita tetap meningkatkan kewaspadaan dan tidak lengah. Semakin banyak orang asing mempelajari seni budaya Bali harus dapat dijadikan motivasi dan tantangan untuk melestarikan seni Bali," tutur Prof Rai.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011