Pekanbaru (Antaranews) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Provinsi Riau menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap Jasriadi, yang disebut-sebut sebagai ketua sindikat Saracen karena dinilai terbukti melakukan akses ilegal media sosial "Facebook".

Dalam pembacaan putusannya di Pekanbaru, Jumat, Hakim Asep Koswara sebagai pimpinan majelis menyatakan Jasriadi terbukti melanggar Pasal 46 ayat (2) jo pasal 30 ayat (2) undang-undang No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi elektronik.

"Menyatakan terdakwa Jasriadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana dengan sengaja dan tanpa hak mengakses komputer atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun. Menjatuhkan pidana terhadap jasriadi dengan pidana penjara selama sepuluh bulan," kata Hakim Asep.

Hakim menilai bahwa terdakwa terbukti bersalah dalam mengendalikan akun "facebook" milik Sri Rahayu Ningsih, yang merupakan terpidana ujaran kebencian. Pada saat Jasriadi mengakses akun itu, Mabes Polri telah menjadikan "facebook" milik Sri sebagai salah satu barang bukti penyidikan ujaran kebencian.

Hakim mengatakan bahwa Jasriadi terbukti mengkases akun facebook pribadi Sri Rahayu pada 5 Agustus 2017. Akses itu dilakukan Jasriadi tanpa seizin Sri yang sebelumnya telah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Cianjur, Jawa Barat, Desember 2017 lalu.

Sementara untuk dakwaan lainnya yang menyebut bahwa Jasriadi melakukan manipulasi kartu tanda pendudukan yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), hakim menyatakan hal itu tidak terbukti.

Vonis yang diterapkan hakim sendiri jauh lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) beberapa waktu lalu. Sebelumnya JPU menuntut Jasriadi dengan hukuman dua tahun penjara.

Sementara itu, terdakwa dan kuasa hukumnya menyatakan banding. Begitu juga JPU juga menyatakan banding atas vonis tersebut. Jasriadi kepada awak media mengatakan akan menempuh langkah hukum lebih tinggi terkait putusan tersebut. Dia mengklaim putusan hakim tidak relevan dengan fakta persidangan bahwa sebenarnya dia memperoleh izin dari Sri untuk mengakses akun "facebook"nya.

Dia mengatakan izin itu diberikan Sri setelah dirinya diminta memulihkan akun tersebut. Terlebih kata Jasriadi, saat mengakses akun facebook Sri Rahayu ia tidak pernah sama sekali menghilangkan bukti-bukti unggahan ujaran kebencian yang menjadi alat bukti polisi dalam menangani kasus Sri Rahayu atas ujaran kebencian.

"Saya menolak atas putusan ini karena banyak hal yang bertolak belakang, ini akan saya perjuangkan, karena ini menyangkut jasa penyedia layanan dan jasa penggunanya. Sebelumnya saya sudah diberikan izin mengakses akun Sri Rahayu untuk perbaikan akunnya. Saya tidak menghilangkan bukti-bukti ujaran kebencian, itu artinya saya tidak menghalang-halangi penegak hukum," katanya.

Baca juga: PWI: pers bertugas luruskan berita hoaks

Dalam perkara ini, Sri Rahayu telah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Cianjur, Jawa Barat. Sri dinilai terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian dengan sengaja menyebarkan informasi menimbulkan kebencian individu dan kelompok berkaitan suku, agama, Ras antara golongan (SARA).

Sri ditangkap bersama Muhammad Tonong oleh Mabes Polri atas tuduhan penyedia jasa ujaran kebencian pada Agustus 2017. Beberapa hari kemudian, Mabes Polri juga menangkap Jasriadi di Pekanbaru yang juga dituduh sebagai ketua sindikat Saracen tersebut.

Dalam persidangan, satu dari tiga hakim majelis saat membacakan amar putusan vonis terhadap Jasriadi yang disebut sebagai bos Saracen di Pekanbaru, Provinsi Riau, yakni Hakim Riska, mengatakan berdasarkan fakta-fakta persidangan menyimpulkan tuduhan yang sejak awal kasus itu bergulir tidak terbukti.

Menurut dia, Jasriadi yang menjadi pengelola website Saracen tidak terbukti mengunggah ujaran kebencian termasuk menerima aliran dana ratusan juta rupiah seperti dituduhkan kepada pria 33 tahun tersebut. Begitu juga terkait tuduhan bahwa Jasriadi membuat 800.000 akun "facebook" anonim untuk menyebarkan Sara dan ujaran kebencian.

Kasus Saracen mencuat pada Agustus 2017. Saat itu, Jasriadi ditangkap oleh Mabes Polri di kediamannya, Jalan Kasa, Kota Pekanbaru. Dia ditangkap setelah sebelumnya Polri menangkap dua orang lainnya, yakni Sri Rahayu Ningsih dan Muhammad Tonong. Mereka disebut sebagai satu sindikat yang sama sebagai penyebar kebencian dan SARA. (ed)

Pewarta: Anggi Romadhoni

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018