Badung (Antaranews Bali) - Puluhan ibu-ibu Desa Adat Semate, Kabupaten Badung, Bali ikut ambil bagian dalam tradisi "mbed-mbedan" untuk memupuk persaudaraan, sekaligus mohon keselamatan dan anugerah dari Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
"Tradisi tersebut digelar setiap tahun sekali, tepatnya pada Hari Ngembak Geni atau sehari setelah Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 di depan Pura Puseh Desa Adat Semate, Kabupaten Badung," kata Bendesa Adat Semate, I Gede Suryadi saat ditemui disela-sela mengikuti persembayangan serangkaian kegiatan "mbed-mbedan", Minggu.
Tradisi tahunan itu diawali dengan melakukan persembahyangan bersama seluruh masyarakat setempat untuk memohon keselamatan dan dilanjutkan dengan Tradisi "mbed-mbedan" atau seperti tarik tambang, namun peserta tetap menggunakan pakaian adat Bali.
Semua warga yang berada di Desa Adat Semate wajib ikut serta dalam tradisi mbed-mbedan itu, baik dari kalangan tua, muda, pria maupun perempuan.
Gede Suryadi menambahkan bahwa dalam sastra Raja Purana Tradisi Mbed-Mbedan merupakan tradisi atau perayaan untuk menghormati "bhisama Rsi Mpu Bantas" dalam suatu pengambilan keputusan yang saling tarik ulur dalam suatu musyawarah di Desa Adat Semate.
"Tradisi ini diadakan pertama kali sekitar tahun saka 1396 atau 1474 masehi pada saat pemlaspasan (peresmian) berdirinya Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Semate," ujar Gede Suryadi.
Tradisi itu sempat ditiadakan selama bertahun-tahun dan baru mulai dilaksanakan kembali pada tahun 2011 setiap tahun berdasarkan pinanggal Bali yakni Hari Ngembak Geni atau sehari setelah Hari Raya Nyepi untuk mohon keselamatan dan anugrah Tuhan.
Perayaan Tradisi "Mbed-Mbedan" ini dilaksanakan di depan Pura Desa Puseh oleh seluruh warga yang dimeriahkan dengan iringan instrumen musik tradiusional Bali gong baleganjur yang dibawakan sekaa gong anak-anak desa adat setempat.
Sedangkan tali yang digunakan dalam "mbed-mbedan" adalah "bun kalot", sejenis tanaman merambat yang tumbuh di kuburan (setra) Desa Adat Semate.
Perayaan ini juga digunakan untuk merekatkan tali persaudaraan sesama warga (krama) yang dianjutkan dengan makan tipat bantal bersama sebagai simbul purusa pradana (laki-laki dan perempuan) serta diakhiri dengan saling maaf memaafkan antarwarga. (WDY)
Video oleh Wira Suryantala
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Tradisi tersebut digelar setiap tahun sekali, tepatnya pada Hari Ngembak Geni atau sehari setelah Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 di depan Pura Puseh Desa Adat Semate, Kabupaten Badung," kata Bendesa Adat Semate, I Gede Suryadi saat ditemui disela-sela mengikuti persembayangan serangkaian kegiatan "mbed-mbedan", Minggu.
Tradisi tahunan itu diawali dengan melakukan persembahyangan bersama seluruh masyarakat setempat untuk memohon keselamatan dan dilanjutkan dengan Tradisi "mbed-mbedan" atau seperti tarik tambang, namun peserta tetap menggunakan pakaian adat Bali.
Semua warga yang berada di Desa Adat Semate wajib ikut serta dalam tradisi mbed-mbedan itu, baik dari kalangan tua, muda, pria maupun perempuan.
Gede Suryadi menambahkan bahwa dalam sastra Raja Purana Tradisi Mbed-Mbedan merupakan tradisi atau perayaan untuk menghormati "bhisama Rsi Mpu Bantas" dalam suatu pengambilan keputusan yang saling tarik ulur dalam suatu musyawarah di Desa Adat Semate.
"Tradisi ini diadakan pertama kali sekitar tahun saka 1396 atau 1474 masehi pada saat pemlaspasan (peresmian) berdirinya Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Semate," ujar Gede Suryadi.
Tradisi itu sempat ditiadakan selama bertahun-tahun dan baru mulai dilaksanakan kembali pada tahun 2011 setiap tahun berdasarkan pinanggal Bali yakni Hari Ngembak Geni atau sehari setelah Hari Raya Nyepi untuk mohon keselamatan dan anugrah Tuhan.
Perayaan Tradisi "Mbed-Mbedan" ini dilaksanakan di depan Pura Desa Puseh oleh seluruh warga yang dimeriahkan dengan iringan instrumen musik tradiusional Bali gong baleganjur yang dibawakan sekaa gong anak-anak desa adat setempat.
Sedangkan tali yang digunakan dalam "mbed-mbedan" adalah "bun kalot", sejenis tanaman merambat yang tumbuh di kuburan (setra) Desa Adat Semate.
Perayaan ini juga digunakan untuk merekatkan tali persaudaraan sesama warga (krama) yang dianjutkan dengan makan tipat bantal bersama sebagai simbul purusa pradana (laki-laki dan perempuan) serta diakhiri dengan saling maaf memaafkan antarwarga. (WDY)
Video oleh Wira Suryantala
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018