Denpasar (Antaranews Bali) - Bakal pasangan calon kepala daerah dapat dibatalkan sebagai peserta pilkada jika mereka terbukti memberikan janji dan melakukan praktik politik uang, kata kata anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali Ketut Sunadra di Denpasar, Jumat.

Menurut Sunadra, indikasi janji politik dan praktik politik uang di dusun (banjar), desa, kelompok, atau individu telah menjadi sorotan khusus dalam rapat koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018 dan Pemilu 2019.

Sesuai dengan hasil pembahasan terbaru, menindaklanjuti Ketentuan Pasal 152 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta merujuk peraturan bersama antara Ketua Bawaslu RI, Kepolisian Negara RI, dan Jaksa Agung RI Nomor 14 Tahun 2014 tentang Sentra Gakkumdu pada Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, bagi pasangan calon maupun tim kampanye yang terindikasi memberikan janji maupun praktik politik uang bisa dikenai sanksi.

"Pada pilkada serentak 2015 tidak tegas soal sanksi. Sekarang dengan adanya UU Nomor 10/2016 sanksi tegas. Mereka yang menjanjikan saja bisa dikenai sanksi, apalagi praktik politik uang," ujar Sunadra yang merupakan Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Bali itu.

Ia menegaskan bahwa sanksi administrasi bila terbukti bisa berupa pembatalan pasangan calon. Kewenangan pembatalan tentu ada di KPU atas rekomendasi Bawaslu. Adapun pidana, selain melibatkan unsur Bawaslu, juga ada kepolisian dan kejaksaan.

Akan tetapi, sebelum tahap pemberian sanksi, pelanggaran administrasi bisa diberikan apabila pelanggaran dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) serta sanksi akan diproses sesuai dengan mekanisme penanganan pelanggaran.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau agar pihak-pihak yang terlibat, termasuk masyarakat, ikut melakukan pengawasan demi tegaknya keadilan dan terselenggaranya pemilu yang langsung umum bebas rahasia serta jujur dan adil.

Dalam rakorda tersebut, kata dia, juga membahas dinamika kontestasi menjelang penetapan pasangan calon Pilkada Bali, termasuk pilkada di Klungkung dan Gianyar.

Ia mengharapkan Gakkumdu (sesuai dengan tingkatannya) supaya mempunyai kesamaan penyikapan dalam penanganan tindak pidana pemilihan dalam satu atap secara terpadu oleh Sentra Gakumdu yang melekat di Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.

"Hal itu termasuk anggaran operasional Sentra Gakkumdu dibebankan pada anggaran Bawaslu sesuai dengan tingkatan" katanya.

Koordinator Divisi Hukum Bawaslu RI Fritz Edward Siregar memaparkan setidaknya ada empat isu penegakan hukum pemilihan pemilu yang harus disikapi bersama ketiga unsur Sentra Gakumdu secara berjenjang.

Pertama, kata dia, soal kelembagaan Sentra Gakumdu, unsur jajaran panwas, unsur penyidik tindak pidana pemilihan (TPP) dan jaksa penuntut diamanatkan dapat bertugas penuh waktu dalam penanganan TPP yang melekat dan dibiayai Sekretariat Pengawas Pemilu (Provinsi dan Kabupaten/Kota).

Kedua, penyikapan oleh SG terkait kepala daerah aktif sebagai tim kampanye yang berpotensial melanggar netralitas dan penyalahgunaan wewenang.

Ketiga mengenai kampanye melalui media sosial terkait dengan akun-akun liar yang tak terdaftar di KPU setempat yang potensial melanggar UU, seperti adanya ujaran kebencian, kampanye hitam, atau fitnah. Keempat, terkait pengamanan barang bukti selama proses penanganan tindak pidana pemilihan. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018