Negara, (Antaranews Bali) - Petani kakao di Kabupaten Jembrana, menghadapi cuaca ekstrem dengan ancaman busuk buah yang bisa menyebabkan gagal panen, karena itu diperlukan langkah-langkah agar produksi tidak turun dan mempengaruhi ekspor.
"Kami berusaha keras mempertahakan buah kakao agar tidak busuk karena sudah berkualitas ekspor. Karena hujan yang terus turun menyebabkan pohon beserta buah kelebihan air, yang bisa menyebabkan penyakit busuk buah," kata ketua subak (kelompok petani khas Bali) Danuh Sari, Desa Dangin Tukadaya, I Gusti Agung Putu Widana, Jumat sore.
Ia mengatakan, cuaca ekstrem yang menyebabkan kelembaban tinggi memicu hama penyakit buah lebih cepat berkembang. Meskipun serangan hama meningkat, menurutnya, petani yang kakaonya masuk komoditas ekspor dilarang menggunakan pembasmi berbahan kimia, namun hanya boleh menggunakan predator hama bersangkutan seperti semut hitam, semut merah atau kutu putih.
"Predator-predator itu bisa membunuh hama, meskipun bisa dibasmi dengan peptisida kimia, tapi dikhawatirkan kualitas kakao akan turun sehingga tidak layak ekspor," katanya.
Untuk menanggulangi hama dalam cuaca saat ini, menurutnya, petani harus menambah tenaga dan waktu agar kakao tetap produktif dan berkualitas.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Dan Pangan Jembrana I Komang Ariada mengatakan, pihaknya sudah menugaskan petugas penyuluh ke kalangan petani, namun masalah produktivitas kakao tergantung pada petani itu sendiri.
"Komitmen pertama dari petani adalah perawatan. Kalau masih merawat dengan sekedarnya, jangan harap buah kakao miliknya akan berkualitas bagus dan produktif," katanya.
Namun dari data yang pihaknya miliki, menurutnya, produktivitas dan harga kakao Kabupaten Jembrana saat ini masih paling tinggi di Bali yaitu mencapai 668 kilogram setiap hektare, dengan harga Rp43 ribu perkilogram untuk kakao fermentasi.
Ia mengatakan, sertifikasi kualitas kakao dilakukan setiap tahun dengan 70 kriteria yang harus dipenuhi, sehingga petani harus selalu mempertahankan kualitas buah kakao mereka.
Saat ini, menurutnya, dari 147 subak (kelompok tani) di Kabupaten Jembrana baru 41 subak dengan anggota 13.040 petani yang mengikuti sertifikasi buah kakao.
"Secara bertahap seluruh petani kakao akan kami ikutkan sertifikasi, termasuk mengikuti Sekolah Lapangan Pengendalian Hama sebagai salah satu cara untuk menambah pengetahuan petani dalam memelihara kebun kakao," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kami berusaha keras mempertahakan buah kakao agar tidak busuk karena sudah berkualitas ekspor. Karena hujan yang terus turun menyebabkan pohon beserta buah kelebihan air, yang bisa menyebabkan penyakit busuk buah," kata ketua subak (kelompok petani khas Bali) Danuh Sari, Desa Dangin Tukadaya, I Gusti Agung Putu Widana, Jumat sore.
Ia mengatakan, cuaca ekstrem yang menyebabkan kelembaban tinggi memicu hama penyakit buah lebih cepat berkembang. Meskipun serangan hama meningkat, menurutnya, petani yang kakaonya masuk komoditas ekspor dilarang menggunakan pembasmi berbahan kimia, namun hanya boleh menggunakan predator hama bersangkutan seperti semut hitam, semut merah atau kutu putih.
"Predator-predator itu bisa membunuh hama, meskipun bisa dibasmi dengan peptisida kimia, tapi dikhawatirkan kualitas kakao akan turun sehingga tidak layak ekspor," katanya.
Untuk menanggulangi hama dalam cuaca saat ini, menurutnya, petani harus menambah tenaga dan waktu agar kakao tetap produktif dan berkualitas.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Dan Pangan Jembrana I Komang Ariada mengatakan, pihaknya sudah menugaskan petugas penyuluh ke kalangan petani, namun masalah produktivitas kakao tergantung pada petani itu sendiri.
"Komitmen pertama dari petani adalah perawatan. Kalau masih merawat dengan sekedarnya, jangan harap buah kakao miliknya akan berkualitas bagus dan produktif," katanya.
Namun dari data yang pihaknya miliki, menurutnya, produktivitas dan harga kakao Kabupaten Jembrana saat ini masih paling tinggi di Bali yaitu mencapai 668 kilogram setiap hektare, dengan harga Rp43 ribu perkilogram untuk kakao fermentasi.
Ia mengatakan, sertifikasi kualitas kakao dilakukan setiap tahun dengan 70 kriteria yang harus dipenuhi, sehingga petani harus selalu mempertahankan kualitas buah kakao mereka.
Saat ini, menurutnya, dari 147 subak (kelompok tani) di Kabupaten Jembrana baru 41 subak dengan anggota 13.040 petani yang mengikuti sertifikasi buah kakao.
"Secara bertahap seluruh petani kakao akan kami ikutkan sertifikasi, termasuk mengikuti Sekolah Lapangan Pengendalian Hama sebagai salah satu cara untuk menambah pengetahuan petani dalam memelihara kebun kakao," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018