Denpasar (Antaranews Bali) - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali mendorong penyelesaian nasib para pekerja Hardys menyusul penutupan lima gerai pusat perbelanjaan yang saat ini kepemilikannya telah diambil alih oleh PT Arta Sedana Retailindo.
"Ditutupnya Hardys menimbulkan masalah baru yakni dirumahkannya ratusan pekerja yang sebelumnya bekerja secara langsung maupun tidak langsung," kata Ketua Aprindo Bali Gusti Ketut Sumardyasa di Denpasar, Sabtu.
Menurut Gusti, tenaga kerja yang terdampak tidak hanya yang langsung bekerja namun juga penyewa, pemasok, termasuk usaha mikro yang menyewa tempat berjualan juga terkena dampak.
"Ini harus disikapi secara serius baik penanganan maupun antisipasi efek yang ditimbulkan," ucapnya.
Dia mengatakan permasalahan yang dihadapi salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Bali itu saat ini tergolong pelik dan dalam skala yang besar.
Secara khusus pihaknya meminta agar permasalahan ketenagakerjaan diselesaikan dengan baik termasuk kepastian akan hak-hak yang harus diterima oleh tenaga kerja.
Senada dengan Gusti, Sekretaris Aprindo Bali I Made Abdi Negara mendorong pemerintah mengoptimalkan penyelesaian ketenagakerjaan pegawai yang dirumahkan tersebut menyusul penutupan lima gerai Hardys secara beruntun.
Pihaknya mengaku siap untuk memfasilitasi dan dilibatkan oleh pemerintah selaku regulator untuk bersinergi menyikapi masalah pekerja tersebut.
Sebelumnya PT Hardys Retailindo dinyatakan pailit 9 November 2017 oleh Pengadilan Niaga Surabaya lantaran mengalami berbagai permasalahan yang menumbangkan bisnis ritel yang dibangun sejak tahun 1997 itu.
Abdi Negara menilai masalah internal manajemen yang menyebabkan kondisi Hardys seperti saat ini.
Meski kondisi perekonomian melambat, namun ia menyakini usaha ritel secara umum di Bali masih kondusif.
Penurunan daya beli masyarakat yang sempat terjadi di akhir tahun, lanjut dia, tidak serta merta dapat menimbulkan permasalahan skala besar apalagi sampai membuat penutupan gerai tersebut.
Sektor perdagangan "online" yang dituding sebagai salah satu penyebab penutupan lima gerai tersebut, menurut dia, bukan menjadi alasan karena secara nasional omzetnya tidak lebih dari 1,6 persen dari total omzet ritel nasional.
"Apalagi di Bali dengan segmentasi menengah ke bawah yang masih awam berbelanja `online` pada barang-barang grosir," ucapnya.
Pengusaha restoran dalam pesawat di Keramas, Gianyar itu mengharapkan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan manajemen baru yang diambil alih oleh PT Arta Sedana Retailindo. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Ditutupnya Hardys menimbulkan masalah baru yakni dirumahkannya ratusan pekerja yang sebelumnya bekerja secara langsung maupun tidak langsung," kata Ketua Aprindo Bali Gusti Ketut Sumardyasa di Denpasar, Sabtu.
Menurut Gusti, tenaga kerja yang terdampak tidak hanya yang langsung bekerja namun juga penyewa, pemasok, termasuk usaha mikro yang menyewa tempat berjualan juga terkena dampak.
"Ini harus disikapi secara serius baik penanganan maupun antisipasi efek yang ditimbulkan," ucapnya.
Dia mengatakan permasalahan yang dihadapi salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Bali itu saat ini tergolong pelik dan dalam skala yang besar.
Secara khusus pihaknya meminta agar permasalahan ketenagakerjaan diselesaikan dengan baik termasuk kepastian akan hak-hak yang harus diterima oleh tenaga kerja.
Senada dengan Gusti, Sekretaris Aprindo Bali I Made Abdi Negara mendorong pemerintah mengoptimalkan penyelesaian ketenagakerjaan pegawai yang dirumahkan tersebut menyusul penutupan lima gerai Hardys secara beruntun.
Pihaknya mengaku siap untuk memfasilitasi dan dilibatkan oleh pemerintah selaku regulator untuk bersinergi menyikapi masalah pekerja tersebut.
Sebelumnya PT Hardys Retailindo dinyatakan pailit 9 November 2017 oleh Pengadilan Niaga Surabaya lantaran mengalami berbagai permasalahan yang menumbangkan bisnis ritel yang dibangun sejak tahun 1997 itu.
Abdi Negara menilai masalah internal manajemen yang menyebabkan kondisi Hardys seperti saat ini.
Meski kondisi perekonomian melambat, namun ia menyakini usaha ritel secara umum di Bali masih kondusif.
Penurunan daya beli masyarakat yang sempat terjadi di akhir tahun, lanjut dia, tidak serta merta dapat menimbulkan permasalahan skala besar apalagi sampai membuat penutupan gerai tersebut.
Sektor perdagangan "online" yang dituding sebagai salah satu penyebab penutupan lima gerai tersebut, menurut dia, bukan menjadi alasan karena secara nasional omzetnya tidak lebih dari 1,6 persen dari total omzet ritel nasional.
"Apalagi di Bali dengan segmentasi menengah ke bawah yang masih awam berbelanja `online` pada barang-barang grosir," ucapnya.
Pengusaha restoran dalam pesawat di Keramas, Gianyar itu mengharapkan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan manajemen baru yang diambil alih oleh PT Arta Sedana Retailindo. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018