Tabanan (Antaranews Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mendorong peran "pasraman" (lembaga pendidikan Hindu nonformal) di daerah itu untuk terus meningkatkan kualitas umat dan kehidupan beragama.

"Semakin semaraknya kehidupan beragama ditandai dengan meriah dan megahnya pelaksanaan upacara yadnya. Hampir di setiap desa pakraman (desa adat), banjar (dusun), pura hingga level keluarga yang mampu maupun tidak mampu berupaya menggelar upacara yang menelan dana sangat banyak dan mungkin memberatkan umat," katanya saat membuka sarasehan Perkumpulan Pasraman Indonesia (PPI), di Tabanan, Selasa.

Namun, dia mempertanyakan apakah semua umat sudah paham dengan makna yadnya (persembahan) yang mereka laksanakan. "Apakah mereka bahagia dalam melaksanakan yadnya atau sebaliknya menjadi beban baik secara psikis dan ekonomi," ucapnya mempertanyakan.

Mencermati fenomena ini, Pastika khawatir muncul kesan kalau Agama Hindu itu mempersulit dan memberatkan. "Kalau mempersulit, itu tak ada gunanya. Agama harus mempermudah kehidupan. Religion for life," ujarnya.

Padahal jika dipahami dan dilaksanakan secara benar, Weda sebagai kitab suci Agama Hindu adalah sumber ilmu yang ilmiah dan tidak dapat dibantah kebenarannya.

Namun, dia menengarai ada yang kurang tepat dalam proses internalisasi kepada umat, baik melalui pendidikan formal, pengasuhan di pasraman atau tempat lain, sehingga belum mengarah pada kemauan dan kemampuan umat untuk mempraktikkan ajaran Hindu dalam kehidupan nyata.

Pastika yang baru didaulat menjadi Presiden World Hindu Parisad itu menyatakan pihaknya ingin menjadikan Bali sebagai equator perkembangan Hindu dunia. 

Karenanya, ia sangat mengapresiasi gagasan PPI menggelar sarasehan yang mengusung tema "Melalui Yadnya Sattwika Kita Wujudkan Kesejahteraan Bersama", karena tema itu sangat relevan dengan dinamika umat Hindu saat ini.

Orang nomor satu di Bali ini berpendapat, tema tersebut sangat relevan dengan dinamika Hindu saat ini. Kegiatan semacam ini dinilai sebagai wahana yang tepat untuk bertukar pandangan, menyerap masukan dan saran serta mengevaluasi perkembangan Agama Hindu di Pulau Dewata.

Pastika pun mengingatkan kalau agama terdiri atas tiga unsur sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan yaitu tatwa (filsafat), susila (etika) dan upacara (ritual). Ketiga unsur itu harus diajarkan dan diterapkan seluruh umat secara utuh dalam kehidupan beragama.

"Seseorang belum disebut beragama kalau hanya memahami dan melaksanakan satu atau dua unsur tersebut. Mungkin itulah yang terjadi saat ini sehingga perdebatan tentang beragama dan tidak beragama masih terjadi," katanya.

Mantan Kapolda Bali itupun menjelaskan berbagai kejadian di berbagai belahan dunia yang dikaitkan dengan agama seperti munculnya radikalisme, penyalahgunaan agama hingga agama yang mulai ditinggalkan.

Menurutnya, agama ditinggalkan penganutnya karena masih dipandang sebagai dogma atau doktrin, belum dipahami sebagai sumber ilmu dan sumber kehidupan. Pastika berharap, Hindu yang bersumber dari Weda harus mampu membuat umat untuk "hidup".

Para guru, rohaniawan, cendikiawan dan guru pasraman diminta untuk mengajarkan umat agar tak hanya tahu dan paham ajaran Hindus, tetapi juga dapat mempraktikkan sehingga pada akhirnya dapat menjadi Hindu yang sesungguhnya.

Untuk itu sangat dibutuhkan pola pendidikan yang terintegrasi antara penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pembinaan karakter serta budi pakerti berdasarkan nilai-nilai Hindu.

Sementara itu, Ketua Panitia Sarasehan Ketut Darmika mengatakan bahwa sarasehan diikuti 40 pimpinan pasraman dari seluruh Bali.

Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi gerakan pe,baharuan Hindu agar tak terkesan ribet, mahal dan memberatkan umat. Sarasehan akan merumuskan rekomendasi pada pihak terkait demi kemajuan Hindu. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017