Amlapura (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika didampingi sejumlah kepala organisasi perangkat daerah pemprov setempat menghadiri ritual " Bhumi Sudha" di Pura Pengubengan Besakih, Kabupaten Karangasem.
"Hari ini kita melaksanakan upacara Bhumi Sudha, upacara ini adalah untuk mengantisipasi bencana dengan menjaga alam beserta isinya agar semua manusia ingat dengan keberadaan Ibu Pertiwi. Bersama-sama kita mohon kerahayuan (keselamatan) jagat Bali," katanya disela-sela ritual di Pura Pengubengan Besakih, Amlapura, Karangasem, Senin.
Dia menambahkan, upacara yang digelar setiap setahun sekali ini sangat tepat, terlebih kondisi Gunung Agung saat ini sedang menggeliat dan aktivitas vulkaniknya mengalami peningkatan.
Selain itu pula, upacara ini digelar menyikapi kondisi alam dan perubahan "sasih" atau bulan yang berpotensi adanya berbagai penyakit, bencana dan virus.
Upacara Bhumi Sudha di Pura Pengubengan Besakih "dipuput" atau dipimpin oleh Ida Pedanda Wayahan Tianyar Griya Mandara Sidemen Karangasem dan Ida Peranda Buda Gede Jelantik Duaja dari Griya Budakeling, Karangasem.
Upacara Bhumi Sudha dilaksanakan sesuai dengan petunjuk sastra Babad Dewa dan hasil "paruman" atau rapat Sulinggih (pendeta Hindu) Provinsi Bali.
Ritual dilaksanakan di tiga lokasi berbeda yaitu di Pura Pengubengan Besakih; Pura Batur, Kabupaten Bangli; dan Pura Watu Klotok, Klungkung.
Dalam pelaksanaannya, Tirta Pemarisudha (air suci) dari Pura Pengubengan Besakih dan juga dari Pura Batur akan dibawa atau dikumpulkan di Pura Segara Watu Klotok, Klungkung.
Setelah tiba di Utama Mandala Pura Watu Klotok, tirta (air suci) dari dua pura tersebut dicampur lagi dengan tirta di Pura Watu Klotok yang juga diawali dengan persembahyangan bersama.
Selanjutnya, ketiga tirta yang telah dicampur tersebut dibagikan kepada seluruh bendesa (pimpinan desa ada) baik dari Kabupaten Klungkung maupun dari kabupaten/Kkota lainnya di Bali.
Tirta yang dibagikan tersebut terdiri dari dua jenis, yakni "tirta penawar" yang dipercikkan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sementara "tirta bumisudha" dipercikkan untuk banten (sesajen) Pengenteg Hyang dan untuk diri sendiri.
Selain tirta, dalam upacara ini juga dibagikan nasi tawur yang nantinya ditebar di areal pakarangan rumah hingga ke pintu gerbang atau luar pekarangan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Hari ini kita melaksanakan upacara Bhumi Sudha, upacara ini adalah untuk mengantisipasi bencana dengan menjaga alam beserta isinya agar semua manusia ingat dengan keberadaan Ibu Pertiwi. Bersama-sama kita mohon kerahayuan (keselamatan) jagat Bali," katanya disela-sela ritual di Pura Pengubengan Besakih, Amlapura, Karangasem, Senin.
Dia menambahkan, upacara yang digelar setiap setahun sekali ini sangat tepat, terlebih kondisi Gunung Agung saat ini sedang menggeliat dan aktivitas vulkaniknya mengalami peningkatan.
Selain itu pula, upacara ini digelar menyikapi kondisi alam dan perubahan "sasih" atau bulan yang berpotensi adanya berbagai penyakit, bencana dan virus.
Upacara Bhumi Sudha di Pura Pengubengan Besakih "dipuput" atau dipimpin oleh Ida Pedanda Wayahan Tianyar Griya Mandara Sidemen Karangasem dan Ida Peranda Buda Gede Jelantik Duaja dari Griya Budakeling, Karangasem.
Upacara Bhumi Sudha dilaksanakan sesuai dengan petunjuk sastra Babad Dewa dan hasil "paruman" atau rapat Sulinggih (pendeta Hindu) Provinsi Bali.
Ritual dilaksanakan di tiga lokasi berbeda yaitu di Pura Pengubengan Besakih; Pura Batur, Kabupaten Bangli; dan Pura Watu Klotok, Klungkung.
Dalam pelaksanaannya, Tirta Pemarisudha (air suci) dari Pura Pengubengan Besakih dan juga dari Pura Batur akan dibawa atau dikumpulkan di Pura Segara Watu Klotok, Klungkung.
Setelah tiba di Utama Mandala Pura Watu Klotok, tirta (air suci) dari dua pura tersebut dicampur lagi dengan tirta di Pura Watu Klotok yang juga diawali dengan persembahyangan bersama.
Selanjutnya, ketiga tirta yang telah dicampur tersebut dibagikan kepada seluruh bendesa (pimpinan desa ada) baik dari Kabupaten Klungkung maupun dari kabupaten/Kkota lainnya di Bali.
Tirta yang dibagikan tersebut terdiri dari dua jenis, yakni "tirta penawar" yang dipercikkan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sementara "tirta bumisudha" dipercikkan untuk banten (sesajen) Pengenteg Hyang dan untuk diri sendiri.
Selain tirta, dalam upacara ini juga dibagikan nasi tawur yang nantinya ditebar di areal pakarangan rumah hingga ke pintu gerbang atau luar pekarangan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017