Denpasar (Antara Bali) - Ketua Perkumpulan Biro Perjalanan Wisata Bali Liang, Elsye Deliana mengatakan wisatawan China yang tangani melalui "Association The Indonesia Tour &Travel Agencies (Asita)" berjalan lancar di Bandara Ngurah Rai saat terjadi erupsi Gunung Agung. 

"Saat Bandara Ngurah Rai ditutup akibat debu vulkanik beberapa hari lalu, ribuan wisatawan sempat terlantar di bandara tersebut. Wisatawan China yang diurus oleh biro perjalanan wisata (BPW) resmi atau legal, semuanya diurus dengan baik dan sudah kembali ke negaranya. Sementara tamu China yang tidak diurus oleh BPW resmi, banyak yang terlantar dan tidak ditangani dengan baik di bandara," kata Elsye di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan pihaknya mendengar berita di luar, bahwa tamu China terlantar di sini, tidak bisa pulang ke negaranya saat Bandara Ngurah Rai tutup pada 27 November lalu. Itu bukan tamu travel agen resmi.

"Yang kami tangani (handle), semuanya aman, kita atur hotelnya dan transportasinya menuju Bandara Juanda Surabaya agar bisa melanjutkan perjalanan. Wisatawan China yang tak tertangani adalah tamu yang datang ke Bali lewat pesanan berjaringan (online booking) lewat BPW ilegal," ujarnya.

Elsye mengatakan wisatawan China yang terlantar di bandara tersebut adalah yang menggunakan jasa pemandu wisata (guide) ilegal atau tidak resmi terdaftar, jadi tidak ada yang bertanggung jawab. Dan sampai saat ini masih ada yang tertinggal belum bisa kembali ke China. Kalau tamu yang milik agen travel resmi, semua sudah pada pulang dan ditangani dengan baik.

Elsye lebih lanjut mengatakan potensi wisatawan China sangat tinggi untuk ke Bali. Dan Bali Liang yang khusus menangani pasar China kini beranggotakan 60 anggota BPW.

"Semua sudah pulang, bahkan saat bandara kembali dibuka, Pemerintah China mengirim empat pesawat untuk menjemput warganya di Bandara Ngurah Rai. Dengan dibantu oleh teman-teman agen perjalanan wisata anggota Bali Liang di Pulau Dewata. Semua sudah berhasil kita pulangkan ke negaranya," ujar Elsye.

Meski sudah berhasil membantu kepulangan ribuan wisatawan China, kata Elsye, bahawa anggota BPW yang tergabung dalam Bali Liang mengaku kecewa.

"Pada 28 November Gubernur Bali sudah menandatangi surat keputusan, ada statemen Gubernur Bali Mangku Pastika bahwa tamu-tamu yang tertinggal di Bali saat bandara tutup, diberi `free hotel` satu malam, juga dijanjikan gratis transportasi untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Namun ternyata perintah gubernur tidak terlaksana di tingkat bawah, sehingga jatuhnya ke kita-kita (BPW Bali Liang) yang harus menanggulanginya," ucapnya.

Menurut Elsye, sangat disayangkan, kenapa surat edaran Gubernur Bali ini tidak dijalankan oleh hotel-hotel dan pengelola transportasi di Bali.

"Apakah tidak koordinasi di lapangan? Kami sangat kecewa sekali, kita mau berkorban bantu para wisatawan China, tapi info ini membuat `image` Bali jadi tidak bagus, apa yang diomongkan lain dengan kenyataan di lapangan," ujarnya.

Pihak BPW Bali berharap jika Bandara Ngurah Rai ditutup lagi, pemerintah agar bisa lebih baik melakukan koordinasi dengan pihak pengelola bisnis transportasi dan hotel di Bali.

Sementara itu, Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran Luar Negeri DPP Asita, Eddy Sunyoto mengatakan musibah Gunung Agung ini bisa diambil hikmahnya, tentang bagaimana menangani wisatawan saat bencana Gunung Agung, kalau penanganannya bagus, ini bisa jadi promosi bagus juga bagi Pulau Dewata.

"Ada beberapa yang membuat kita kecewa. Kita berterima kasih sekali bapak Gubernur Bali sudah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Bali dengan cepat, yang mewajibkan hotel memberikan satu malam `free` dan berikutnya diberikan harga khusus selama bandara tutup. Namun di lapangan banyak kawan hotel yang enggan memberikan itu. Akhirnya BPW BPW China ini yang tutupi, semua untuk menjaga nama baik Bali, agar wisatawan China tetap ke Bali," ujarnya.

Menurut Eddy, ada sekitar 30 ribuan wisatawan China yang ditangani selama penutupan bandara, dalam hal penginapan dan transportasi.

"Kami pikir `free` lah sampai Surabaya, disiapkan bus, kenyataannya mobil (bus) harus bayar Rp300 ribu per orang ke Surabaya, kalau satu bus jadinya Rp12 juta, sementara harga bus ke Surabaya biasanya cuman Rp8 juta, kenapa justru memberatkan BPW China. Sudah susah ini dibuat tambah susah lagi," katanya. (WDY)

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017