Denpasar (Antara Bali) - Sekian lama seolah menghilang, penyair yang tumbuh di era 80-an, Dhenok Kristianti dan Nana Ernawati, ternyata tetap produktif menulis puisi, cerpen, hanya saja tidak langsung dipublikasikan.
Bukti produktivitas karya kedua penyair itu ditampilkan di Bentara Budaya Bali Jalan Prof Ida Bagus Mantra, Ketewel, Kabupaten Gianyar, Minggu (26/6) malam.
Mereka hadir kembali dalam romantisme sastra era 80-an melalui kegiatan diskusi membedah buku karya bersama berjudul "2 Di Batas Cakrawala". Buku tersebut lahir setelah keduanya rajin chatting melalui Facebook.
Meski keduanya mengakui bahwa karya puisi mereka memiliki ciri khas masing-masing, terdapat perbedaan karakteristik yang nyata, namun Dhenok dan Nana mencoba bersinergi dengan menerbitkan karya-karya mereka dalam satu buku.
"Walaupun lama kami tidak muncul, namun tetap menulis puisi. Buku ini buktinya. Kami merasa perlu membuat kejutan dengan menghasilkan karya dalam sebuah buku, sekaligus menyikapi kondisi zaman yang bergerak begitu cepat," kata Dhenok yang diamini oleh Erna.
Dhenok Kristianti lahir di Yogyakarta, 25 Januari 1961. Pada tahun 80-an dikenal sebagai salah seorang penyair wanita yang menonjol.
Karya cerpen dan puisinya dimuat di berbagai media, seperti Bali Post, Sinar Harapan, Nova, Kartini, Berita Nasional, Minggu Pagi dan Basis, seperti Antologi Puisi Penyair 3 Generasi, Menjaring Kaki Langit, Tugu, dan Tonggak 4. Cerpen-cerpennya juga kerap memperoleh penghargaan dan juara dalam berbagai lomba.
Sementara Nana Ernawati yang juga kelahiran Yogyakarta, 28 Oktober 1961, karya-karyanyajuga dimuat di berbagai media, seperti Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional dan Sinar Harapan.
Selain itu juga diikutsertakan dalam antologi bersama Penyair 3 Generasi, Tugu, dan Tonggak 4.
"Kreativitas menjadi daya hidup para seniman. Bersama Dhenok dan Nana yang sama-sama tumbuh di era 80-an, kita dapat berdiskusi lebih jauh tentang fenomena perempuan penyair di masa tersebut sekaligus menelusuri posisi mereka di ranah kesusastraan Indonesia," komentar Ni Ketut Sudiani, anggota Komunitas Sahaja yang menjadi panitia kegiatan itu.
Untuk memeriahkan acara, BBB juga menampilkan musikalisasi puisi Denok Kristianti berjudul "Sajak Kembang Melati" dan Nana Ernawati tentang "Di Batas Cakrawala".
Sesi tersebut didukung Teater Angin (Smansa), video seni dari komunitas Sahaja yang mengangkat tema "aku tidak ingin menjadi kupu-kupu, aku ingin menjadi garam" dan pembacaan puisi oleh Putri Suastini.
Sementara Kelompok Studi Teater Bumi di bawah asuhan Abu Bakar, dengan begitu atraktif mementaskan drama yang penuh kritik positif atas fenomena yang tengah terjadi di Indonesia.
Apresiasi atas kemunculan kembali kedua penyair tersebut, juga disampaikan oleh Wayan "Jengki" Sunarta. "Sebuah karya mengagumkan sekaligus menyentuh ketika kita membaca antologi tersebut," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ni Made Purnamasari, "Walaupun sempat mengalami masa vakum berkarya, namun karya mereka layak untuk mendapat apresiasi luar biasa karena mereka mampu menghadirkan sebuah karya yang sederhana namun sarat akan nilai".(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Bukti produktivitas karya kedua penyair itu ditampilkan di Bentara Budaya Bali Jalan Prof Ida Bagus Mantra, Ketewel, Kabupaten Gianyar, Minggu (26/6) malam.
Mereka hadir kembali dalam romantisme sastra era 80-an melalui kegiatan diskusi membedah buku karya bersama berjudul "2 Di Batas Cakrawala". Buku tersebut lahir setelah keduanya rajin chatting melalui Facebook.
Meski keduanya mengakui bahwa karya puisi mereka memiliki ciri khas masing-masing, terdapat perbedaan karakteristik yang nyata, namun Dhenok dan Nana mencoba bersinergi dengan menerbitkan karya-karya mereka dalam satu buku.
"Walaupun lama kami tidak muncul, namun tetap menulis puisi. Buku ini buktinya. Kami merasa perlu membuat kejutan dengan menghasilkan karya dalam sebuah buku, sekaligus menyikapi kondisi zaman yang bergerak begitu cepat," kata Dhenok yang diamini oleh Erna.
Dhenok Kristianti lahir di Yogyakarta, 25 Januari 1961. Pada tahun 80-an dikenal sebagai salah seorang penyair wanita yang menonjol.
Karya cerpen dan puisinya dimuat di berbagai media, seperti Bali Post, Sinar Harapan, Nova, Kartini, Berita Nasional, Minggu Pagi dan Basis, seperti Antologi Puisi Penyair 3 Generasi, Menjaring Kaki Langit, Tugu, dan Tonggak 4. Cerpen-cerpennya juga kerap memperoleh penghargaan dan juara dalam berbagai lomba.
Sementara Nana Ernawati yang juga kelahiran Yogyakarta, 28 Oktober 1961, karya-karyanyajuga dimuat di berbagai media, seperti Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional dan Sinar Harapan.
Selain itu juga diikutsertakan dalam antologi bersama Penyair 3 Generasi, Tugu, dan Tonggak 4.
"Kreativitas menjadi daya hidup para seniman. Bersama Dhenok dan Nana yang sama-sama tumbuh di era 80-an, kita dapat berdiskusi lebih jauh tentang fenomena perempuan penyair di masa tersebut sekaligus menelusuri posisi mereka di ranah kesusastraan Indonesia," komentar Ni Ketut Sudiani, anggota Komunitas Sahaja yang menjadi panitia kegiatan itu.
Untuk memeriahkan acara, BBB juga menampilkan musikalisasi puisi Denok Kristianti berjudul "Sajak Kembang Melati" dan Nana Ernawati tentang "Di Batas Cakrawala".
Sesi tersebut didukung Teater Angin (Smansa), video seni dari komunitas Sahaja yang mengangkat tema "aku tidak ingin menjadi kupu-kupu, aku ingin menjadi garam" dan pembacaan puisi oleh Putri Suastini.
Sementara Kelompok Studi Teater Bumi di bawah asuhan Abu Bakar, dengan begitu atraktif mementaskan drama yang penuh kritik positif atas fenomena yang tengah terjadi di Indonesia.
Apresiasi atas kemunculan kembali kedua penyair tersebut, juga disampaikan oleh Wayan "Jengki" Sunarta. "Sebuah karya mengagumkan sekaligus menyentuh ketika kita membaca antologi tersebut," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ni Made Purnamasari, "Walaupun sempat mengalami masa vakum berkarya, namun karya mereka layak untuk mendapat apresiasi luar biasa karena mereka mampu menghadirkan sebuah karya yang sederhana namun sarat akan nilai".(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011