Jakarta (Antara Bali) - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian mengadakan pertemuan dengan 18
organisasi aktivis pemerhati perempuan guna mengklarifikasi atas sebuah
artikel terkait wawancara Kapolri dengan wartawan satu media massa soal
korban pemerkosaan.
"Untuk mengklarifikasi adanya berita di media sosial dan juga di media online, yang dibuat oleh salah satu media tentang pernyataan saya," kata Jenderal Tito di rumah dinasnya, Jakarta, Senin malam (23/10).
Tito menjelaskan bahwa wawancara yang dilakukannya dengan media tersebut berlangsung dalam durasi yang cukup lama dan membicarakan banyak topik.
"Wawancara yang saya lakukan dengan media itu, BBC, dilakukan dalam waktu yang cukup lama, hampir satu jam dan topiknya sebenarnya bukan topik mengenai masalah kekerasan atau perkosaan. Bukan. Intinya tentang masalah terorisme, masalah konflik di Marawi, deradikalisasi, kemudian beberapa kemajuan tentang kepolisian dan ada beberapa isu-isu lainnya," paparnya.
Selain itu, ia mengemukakan, dalam wawancara tersebut salah satu topik yang dibahas adalah mengenai peristiwa penggerebekan beberapa waktu lalu di sebuah tempat hiburan yang melayani para pria homoseksual.
Pewawancara, menurut Tito, pada saat itu menanyakan tentang tindakan yang dilakukan penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelaku yang kadangkala melanggar hak privasi dari orang bersangkutan.
"Pertanyaan-pertanyaan privasi itu bisa saja ditanyakan sepanjang itu berhubungan dengan kasusnya untuk mengungkap motif, untuk memenuhi alat-alat bukti dan lain-lain," katanya.
Ia menambahkan dalam kasus perkosaan, misalnya, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh penyidik akan digunakan untuk mencari adanya unsur pemaksaan dalam kejadiannya.
Pertanyaan yang bersifat privasi ini, menurut dia, penting untuk digali karena baik tersangka ataupun korban kadangkala tidak mau menjelaskan kejadian sebenarnya sehingga tugas polisi untuk mengungkap kebenaran peristiwa sebenarnya.
"Kalau kami nggak tanya, justru tersangkanya tadi bisa-bisa lolos. Misalnya, tersangka mengatakan Pak itu juga suka, karena dia pacar saya, bla bla bla. Bisa saja orang pacaran mungkin suka, tapi kesekian kali dia nggak suka. Dipaksa. Itu bisa masuk klasifikasi pemerkosaan juga sebetulnya. Nah, ini kalau nggak pintar-pintar polisinya, dan tidak berusaha membuktikan unsur itu, tersangkanya bisa lepas," kata Tito.
Ia menegaskan bahwa dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anak dan perempuan, ada polisi khusus yang memang memiliki keahlian dan mampu melakukan pemeriksaan dengan cara yang nyaman terhadap korban.
"Di polisi khusus untuk perempuan dan anak itu ada unit khusus, unit PPA, namanya Pelayanan Perempuan dan Anak," katanya.
Para polisi khusus ini, dikemukakan Tito, dibekali kemampuan untuk membaca psikologi korban dan sangat berhati-hati dalam memberikan pertanyaan.
Mantan Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Kapolda Metro Jaya) itu meminta agar media massa tidak membuat kesan bahwa dirinya tidak peduli kepada korban pemerkosaan.
Ia menegaskan, "Jangan sampai nanti dianggap bahwa apa yang disampaikan di media online itu menggambarkan bahwa seolah-olah saya selaku Kapolri tidak peduli kepada korban perkosaan."
"Saya sangat peduli dan saya sangat mendorong pembentukan unit PPA baru, bahkan tadi saya akan mengeluarkan TR, telegram, yang berisi perintah dan arahan kepada seluruh wilayah agar lebih concern dalam menangani masalah perempuan dan anak," demikian Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Untuk mengklarifikasi adanya berita di media sosial dan juga di media online, yang dibuat oleh salah satu media tentang pernyataan saya," kata Jenderal Tito di rumah dinasnya, Jakarta, Senin malam (23/10).
Tito menjelaskan bahwa wawancara yang dilakukannya dengan media tersebut berlangsung dalam durasi yang cukup lama dan membicarakan banyak topik.
"Wawancara yang saya lakukan dengan media itu, BBC, dilakukan dalam waktu yang cukup lama, hampir satu jam dan topiknya sebenarnya bukan topik mengenai masalah kekerasan atau perkosaan. Bukan. Intinya tentang masalah terorisme, masalah konflik di Marawi, deradikalisasi, kemudian beberapa kemajuan tentang kepolisian dan ada beberapa isu-isu lainnya," paparnya.
Selain itu, ia mengemukakan, dalam wawancara tersebut salah satu topik yang dibahas adalah mengenai peristiwa penggerebekan beberapa waktu lalu di sebuah tempat hiburan yang melayani para pria homoseksual.
Pewawancara, menurut Tito, pada saat itu menanyakan tentang tindakan yang dilakukan penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelaku yang kadangkala melanggar hak privasi dari orang bersangkutan.
"Pertanyaan-pertanyaan privasi itu bisa saja ditanyakan sepanjang itu berhubungan dengan kasusnya untuk mengungkap motif, untuk memenuhi alat-alat bukti dan lain-lain," katanya.
Ia menambahkan dalam kasus perkosaan, misalnya, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh penyidik akan digunakan untuk mencari adanya unsur pemaksaan dalam kejadiannya.
Pertanyaan yang bersifat privasi ini, menurut dia, penting untuk digali karena baik tersangka ataupun korban kadangkala tidak mau menjelaskan kejadian sebenarnya sehingga tugas polisi untuk mengungkap kebenaran peristiwa sebenarnya.
"Kalau kami nggak tanya, justru tersangkanya tadi bisa-bisa lolos. Misalnya, tersangka mengatakan Pak itu juga suka, karena dia pacar saya, bla bla bla. Bisa saja orang pacaran mungkin suka, tapi kesekian kali dia nggak suka. Dipaksa. Itu bisa masuk klasifikasi pemerkosaan juga sebetulnya. Nah, ini kalau nggak pintar-pintar polisinya, dan tidak berusaha membuktikan unsur itu, tersangkanya bisa lepas," kata Tito.
Ia menegaskan bahwa dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anak dan perempuan, ada polisi khusus yang memang memiliki keahlian dan mampu melakukan pemeriksaan dengan cara yang nyaman terhadap korban.
"Di polisi khusus untuk perempuan dan anak itu ada unit khusus, unit PPA, namanya Pelayanan Perempuan dan Anak," katanya.
Para polisi khusus ini, dikemukakan Tito, dibekali kemampuan untuk membaca psikologi korban dan sangat berhati-hati dalam memberikan pertanyaan.
Mantan Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Kapolda Metro Jaya) itu meminta agar media massa tidak membuat kesan bahwa dirinya tidak peduli kepada korban pemerkosaan.
Ia menegaskan, "Jangan sampai nanti dianggap bahwa apa yang disampaikan di media online itu menggambarkan bahwa seolah-olah saya selaku Kapolri tidak peduli kepada korban perkosaan."
"Saya sangat peduli dan saya sangat mendorong pembentukan unit PPA baru, bahkan tadi saya akan mengeluarkan TR, telegram, yang berisi perintah dan arahan kepada seluruh wilayah agar lebih concern dalam menangani masalah perempuan dan anak," demikian Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017